Oleh: Yulweri Vovi Safitria (Freelance Writer)
Wacana-edukasi.com,OPINI– Fakta yang mencengangkan muncul dari media sosial Facebook. Grup dengan orientasi seksual menjijikkan telah membuat masyarakat murka. Tidak tanggung-tanggung, anggota grup tersebut mencapai ribuan orang.
Setelah grup ini viral di jejaring media sosial, pemerintah melalui Bareskrim Polri dan penyidik Direktorat Siber Polda Metro Jaya bergerak cepat dan menangkap para pelaku yang diduga admin dan anggota grup. Enam orang pun ditetapkan sebagai tersangka (detiknews, 22-5-2025).
Tercerabutnya Fitrah Manusia
Banyaknya anggota ataupun follower dari grup amoral tersebut menunjukkan “sakitnya” masyarakat hari ini. Tidak hanya sakit secara fisik, melainkan juga jiwanya. Bagaimana tidak, kaum lelaki yang seharusnya menjadi garda terdepan melindungi anggota keluarga, tetapi justru menjadi pelaku utama yang merusak masa depan, mental, dan fisik mereka.
Fakta di atas hanyalah salah satu dari sekian fenomena perilaku bejat anggota keluarga. Bahkan, munculnya beberapa grup seolah menunjukkan tren putusnya urat malu manusia. Fitrah ingin melindungi dan juga kasih sayang terhadap anggota keluarga telah tercerabut dari diri para pelaku.
Rumah yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anggota keluarga, terutama wanita, nyatanya tidak lebih dari kandang singa yang menakutkan. Mereka seolah jadi pemuas nafsu kaum laki-laki, baik ayah, kakak, atau anaknya sendiri.
Kaum laki-laki yang secara fitrah adalah pemimpin, tidak lebih dari seorang predator dan perusak tatanan keluarga. Mereka tidak lagi menjadi teladan bagi anggota keluarga. Jika kepala keluarga sudah berperilaku bejat, di mana lagi tempat berlindung?
Sementara kehidupan di luar rumah lebih liar dan merusak. Saat kehidupan di masyarakat berbahaya, nyatanya di dalam rumah tidak kalah berbahaya. Seolah tidak ada lagi tepat yang aman bagi kaum wanita. Ini adalah fakta yang tidak bisa dibantah.
Sekularisme Mengikis Akidah
Munculnya predator sedarah bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Adanya khayalan tidak terbatas oleh akal manusia telah membuka celah kerusakan moral dan akhlak. Hal ini disebabkan karena dipisahkannya agama dari kehidupan. Agama hanya dipandang sebagai ibadah individu sehingga tidak memiliki ruang untuk mengatur kehidupan bernegara, bermasyarakat, keluarga, dan juga pergaulan.
Sementara itu, kecanggihan teknologi tidak pula digunakan untuk aktivitas yang bermanfaat. Berbagai konten amoral dan merusak terus saja dijejeli ke ruang publik tanpa filter dari negara. Seolah kebebasan individu di atas segalanya dan bergerak mengikuti zaman.
Berbagai perilaku amoral terus saja diproduksi. Terlebih lagi jika memiliki nilai jual, maka akan berusaha dilindungi dengan dalih hak asasi.
Tidak hanya tayangan televisi, konten di media sosial juga memproduksi hal serupa. Semua dilakukan demi keuntungan. Alhasil, otak yang terus-menerus diracuni oleh konten unfaedah akhirnya melahirkan imajinasi tak senonoh dan memicu timbulnya perilaku seksual menyimpang, bahkan sedarah.
Merusak Kehidupan Manusia
Tidak ada satu pun agama yang membolehkan hubungan sedarah. Terlebih Islam, hubungan sedarah adalah haram. Allah Swt. berfirman yang artinya,
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri…” (QS An-Nisa: 23).
Hubungan sedarah tidak hanya merusak tujuan pernikahan, tetapi juga merusak nasab dan kehidupan umat manusia. Terlebih lagi, hubungan sedarah dapat menimbulkan kelainan genetik, seperti cacat, penyakit bawaan, gangguan metabolisme sehingga memicu tingginya angka kematian.
Apabila perilaku ini dibiarkan, bukan hanya keluarga yang berada di ambang kehancuran, tetapi juga bangunan masyarakat dan negara. Bahkan, peradaban manusia akan berganti dengan peradaban hewan yang hidup tanpa aturan.
Butuh Peran Negara
Kerusakan moral yang terus berkelindan sehingga merobohkan sendi-sendi kehidupan, sejatinya hanya bisa diselesaikan oleh hukum Islam. Saat ini, masyarakat memang secara fisik telah merdeka dari penjajahan, tetapi secara pemikiran terus dijajah oleh budaya sekuler yang mengagungkan kebebasan.
Oleh karena itu, manusia senantiasa diingatkan oleh Allah Taala,
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha: 124).
Sebagai agama sekaligus mabda, Islam memiliki seperangkat aturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah untuk mengatur kehidupan manusia. Ketika manusia senatiasa berpedoman kepada keduanya, niscaya akan selamat di dunia dan akhirat.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda,
“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.” (HR Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm).
Umat bisa flashback kehidupan masyarakat saat sistem Islam diterapkan oleh negara. Jangankan perilaku amoral hubungan sedarah, seseorang yang melecehkan budak muslimah saja, diperangi oleh negara dengan mengirimkan 30 ribu tentara. Kisah ini pun masyhur dan menjadi catatan sejarah penaklukan Kota Amuriah di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Mu’tasim Billah.
Negara seperti ini tentunya dirindukan oleh masyarakat sebelum kerusakan makin luas dan kehidupan manusia makin porak-poranda. Kaum muslim harus terus bergerak dan mendakwahkan bahwa Islamlah satu-satunya solusi untuk menyelesaikan semua persoalan.
Perjuangan tersebut memang tidak mudah, butuh dakwah secara berjemaah agar pemikiran cemerlang dan ideologis hadir di benak umat. Pemikiran-pemikiran tersebut akan melahirkan kekuatan politik yang akan menumbangkan sekuler kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam.
Sungguh, kehidupan yang rusak ini hanya bisa diperbaiki dengan menerapkan syariat Islam secara kafah oleh negara. Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat terlibat dalam perubahan ini sehingga keberkahan Allah Taala turunkan kepada umat ini. [WE/IK].
Views: 4
Comment here