Opini

Pernikahan Beda Agama, Sahkah di Mata Hukum?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Siti Syahrida hasanah, SM

wacana-edukasi.com– “Tuhan memang satu, kita yang tak sama” potongan lirik lagu Marcel Siahaan ini sangat lekat dengan kisah cinta beda agama. Di Indonesia sendiri, kisah cinta beda agama bukan menjadi hal yang tabu. Bahkan banyak dari mereka yang akhirnya menikah, ada yang pindah mengikuti agama salah satu pasangannya, ada juga yang tetap pada agama masing-masing. seperti halnya pasangan beda agama di Semarang yang viral beberapa bulan lalu, mereka menikah pada tanggal 5 maret 2022 dengan 2 prosesi agama, yaitu akad nikah secara Islam, juga pemberkatan secara Kristen yang telah dibenarkan oleh Achmad Nurcholis sebagai saksi pernikahan tersebut.

Pernikahan beda agama selalu menjadi persoalan yang disorot oleh masyarakat. Sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan, tak terkecuali pertanyaan, apakah pernikahannya sah di mata agama dan hukum Indonesia? Secara hukum, menurut UU no.1 tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya”. Namun baru-baru ini, masyarakat dikejutkan dengan unggahan situs pengadilan negeri Surabaya Senin (20/06) yang mengabulkan permohonan pasangan pria Muslim dan perempuan Kristen untuk secara hukum mengakui pernikahan mereka pada bulan April lalu.

Putusan pengadilan negeri Surabaya ini didasarkan pada pasal 35 dan 36 undang-undang Republik Indonesia No 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan. Selain itu hakim juga berpendapat bahwa UU nomor 1 1974 tentang pernikahan tidak mengatur mengenai pernikahan beda agama. Kedua mempelai mempunyai hak mempertahankan keyakinan masing masing sesuai dengan undang-undang dasar tentang kebebasan memeluk keyakinan. Oleh karena itu mereka mengatakan hal ini akan menjadi terobosan.

Banyak respon negatif terhadap putusan PN Surabaya ini, termasuk MUI yang menghendaki agar pengadilan membatalkan putusan tersebut. Merka menegaskan bahwa perkawinan beda agama haram dan tidak sah. Menurut mereka, memang menjadi wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan melegalkan pernikahan. Namun jika dalam kasus pernikahan beda agama, seharusnya dibatalkan bukan malah di setujui dan dilegalkan. Hal ini sudah jelas hukumnya yaitu tidak sah menurut hukum agama Islam dan hukum perkawinan di Indonesia.

Multi Tasfirnya Hukum Indonesia

Secara umum, perkawinan di Indonesia diatur berlandaskan Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya”. Banyak celah yang tersirat dari bunyi pasal ini, salah satunya adalah kalimat “ hukum masing-masing agamanya”. Menurut pasangan beda agama yang memperjuangkan legalitas perkawinan, akan mengatakan bahwa kalimat tersebut dapat diartikan masing-masing agama dari pasangan yang menikah. Misalnya mempelai laki-laki Kristen dan perempuan Islam, atau agama lainnya, dan dilaksanakan dengan 2 prosesi agama yang dianut mereka. Sebagaimana pasangan viral nikah beda agama dari semarang tersebut. Juga penafsiran-penafsiran lainnya dengan tujuan pembelaan kepentingan pribadi.

Multitafsirnya hukum Indonesia, tidak hanya pada hukum tentang perkawinan saja, tapi pada hukum lainnya juga. Hal ini terjadi karena landasan hukum yang dipakai adalah buatan manusia. Tentu banyak keliru, tidak bersifat universal dan tidak sedikit yang mementingkan kepentingan pembuat hukumnya. Bukan kepentingan dan solusi untuk semua pihak terkait, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang lemah dan mempunyai keterbatasan dalam berpikir.

Sekularisme dan Liberalisme Akar Masalah

Indonesia yang lekat dengan budaya ketimuran yang sopan, santun dan beradab, juga dikenal sebagai negara muslim terbesar di dunia. Sudah tidak dapat lagi membendung arus masuknya sekularisme dan liberalisme. Masyarakat Indonesia sudah tidak peduli lagi dengan peraturan-peraturan agama dalam kehidupan. Agama hanya di anggap sebagai sesuatu yang sifatnya vertikal, antara diri sendiri dengan tuhan. Agama tidak berhak mengatur bagaimana dia bekerja, berpakaian hingga bagaimana dan dengan siapa dia menikah. Semuanya merupakan hal yang bisa dilakukan sebebasnya tanpa aturan yang mengikat baik oleh agama dan negara.

2 faham ini sangat mengancam keluhuran bangsa Indonesia. Jika pernikahan beda agama yang hanya dianggap persoalan biasa dan dapat dilegalkan dengan mudah, maka permasalahan yang ditimbulkan akibat pernikahan beda agama tersebut harus siap ditanggung dan diselesaikan oleh negara. Yaitu ketidakjelasan nasab anak yang dilahirkan oleh hubungan tersebut, menjamurnya permintaan persetujuan pernikahan pasangan beda agama lainnya serta permasalahan rumit lain. Hal ini nyatanya seperti peribahasa, mati satu tumbuh seribu, tidak mau ikut aturan agama, bersiap semakin banyak masalah yang diterima.

Islam memandang pernikahan beda agama

Dalam Islam, pernikahan hanya dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum Islam, yaitu dengan syarat sah menikah antara lain : (a) laki-laki dan perempuan beragama islam, (b) asal-usul wali nikah jelas (c) harus ada saksi nikah, (d) tidak sedang menunaikan ibadah haji, (e) tanpa paksaan.

Dalam syarat sah nikah, telah disebutkan pada syarat pertama bahwa laki-laki dan perempuan yang ingin menikah harus beragama islam, yang berarti jika salah satunya tidak beragama islam, maka pernikahan tidak sah. Adapun jika pernikahan beda agama tetap dilaksanakan, maka ada beberapa konsekuensi yang harus ditanggung oleh pihak yang menjalankan, juga anak hasil dari hubungannya tersebut.

Hubungan nya dianggap zina, karena tidak memenuhi syarat sah menikah maka hubungan antara laki-laki dan perempuan yang menikah berbeda agama tersebut dianggap zina

Status hukum dan nasab anak, berdasarkan pasal 100 Kompilasi Hukum Islam, “apabila ada anak yang dilahirkan dari perkawinan berbeda agama, maka anak tersebut hanya akan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja.
Kehilangan hak wali dan waris, anak tidak berhak mendapatkan warisan dan wali dari bapaknya karena ia merupakan anak hasil zina akibat perkawinan orang tuanya yang tidak sah.

Begitu banyak kemudharatan yang didapatkan oleh anak keturunan hasil perkawinan yang tidak sah baik secara agama maupun negara. Sudah menjadi keharusan pemerintahan dan aparatur negara tegas pada hukum yang telah dibuat. Bukan berdasar opini pribadi dan mengacu pada hukum sekuler dan liberalisme yang hanya melahirkan kemaksiatan. Juga mencetak anak keturunan tanpa kejelasan nasab dan wali nya. Maka dari hal itu, Islam sangat memuliakan serta menjaga nasab dan keturunan manusia. Pernikahan dalam islam tidak hanya berdasarkan cinta sepasang laki-laki dan perempuan tanpa memperdulikan aturan agama. Namun juga berdasarkan ketaatan kepada Allah, Sang pencipta dan pemilik alam semesta, wallahua’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 45

Comment here