Opini

Perempuan dalam Ancaman Pinjol

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Lulu Nugroho

wacana-edukasi.com–Era digital menjadi sesuatu yang baru yang mewarnai kehidupan umat. Banyak hal menjadi semakin mudah didapat tanpa harus ke luar rumah, baik itu mengakses ilmu atau pun layanan publik. Tentu ini menjadi sejalan dengan situasi pandemi saat ini, tatkala sebagian besar masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah.

Namun pesatnya digitalisasi bak pisau bermata dua. Di satu sisi, tanpa kontrol penguasa yang tegas maka akan memunculkan masalah baru bagi masyarakat, sebagaimana terjadi pada pinjaman online (pinjol), yang disinyalir menjadi solusi instan bagi masyarakat yang terdesak masalah keuangan. Jika dahulu para rentenir menjajakan jasanya dengan mengetuk dari pintu ke pintu, kini mereka merangsek masuk, langsung menuju genggaman.

Selain solusi, ternyata pinjol pun kerap kali menimbulkan masalah, terutama pada perempuan. Sebanyak 72,08% laporan pengaduan masuk dari perempuan, berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta). Tidak hanya melakukan intimidasi terhadap penunggak, pihak pinjol juga menyebarkan foto atau data pribadi dengan maksud mempermalukan korban. (Alinea.id, 8/8/2021)

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati menilai bahwa meskipun platform peminjaman online dianggap sebagai peluang yang memberikan kemudahan peminjaman, tetapi pinjol belum menemukan skema yang tepat guna membantu masyarakat. Bahkan, kejahatan pinjol menyasar perempuan, sebab mereka jarang mempelajari syarat peminjaman dan mudah tergiur janji. (Okezone.com, 8/8/2021).

Pinjol atau pinjaman online adalah pinjaman berupa mata uang rupiah yang diberikan oleh pihak pemberi pinjaman atau lender kepada pihak peminjam atau borrower secara online (Peraturan OJK no.77/POJK.01/2016).

Kadang mereka memberi iming-iming berupa barang rumah tangga atau voucher, untuk menjerat perempuan agar masuk dalam pusaran gaya hidup konsumtif. Proses peminjaman uang mudah dan cepat, tanpa agunan dan tanpa syarat berbelit. Cukup fotokopi KTP, Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP) dan slip gaji.

Pinjaman lima ratus ribu, selang 3 bulan bisa berkembang jadi puluhan juta. Angka ini yang mencekik peminjam. Banyak mafsadat ditimbulkannya, seperti pertengkaran suami istri atau malah bunuh diri. Karenanya sejak 2018, OJK bersama Kepolisian RI dan Kemkominfo telah memblokir 3.516 aplikasi atau situs pinjol ilegal. (Kompas.com, 16/10/2021)

Meski sudah diberangus, pinjol lain akan muncul di berbagai platform baik di media sosial, marketplace, maupun situs bisnis, sehingga mudah diakses siapapun. Maka perlu mendapat perhatian serius, sebab jika dibiarkan, bahaya riba akan terus melenggang masuk ke seluruh sendi kehidupan umat. Implikasinya jelas, dosa riba yang sangat menakutkan siap menerkam keluarga, masyarakat dan juga negara.

Meskipun uang yang beredar di bisnis pinjol sangat besar yakni Rp221.56 triliun per September 2021 (liputan6.com), namun praktik ribawi tidaklah menunjukkan pola finansial yang sehat pada sebuah negeri. Dengan alasan ini maka tidak cukup hanya ditertibkan tapi harus dibasmi tuntas. Bahkan seluruh lembaga keuangan ribawi baik yang legal maupun tidak, harus ditutup.

Negara juga bertanggung jawab menutup faktor internal yang memunculkan keinginan meminjam uang. Jika hal ini disebabkan untuk mendapatkan kehidupan layak, maka penguasa wajib menyediakannya, serta adanya peningkatan kemampuan ekonomi rakyat. Perlu edukasi berbasis takwa untuk memperbaiki gaya hidup, dan meningkatkan kemampuan berpikir Islam.

Kurang iman, gampang tergiur dan mencari solusi instan serta gaya hidup konsumtif menjerat perempuan. Juga menertibkan media sosial dengan menutup peluang gaya hidup hedonistik, yang acapkali dipertontonkan oleh para artis. Teknologi digital tanpa kontrol penguasa akan merusak tatanan kehidupan masyarakat.

Islam Solusi Hakiki

Dilihat dari akad pinjol, ada tambahan berupa biaya administrasi, denda serta bunga. Ketiganya disebut sebagai ziyadah masyruthah yang itu hukumnya haram. Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa, “Para ulama sepakat bahwa jika pemberi pinjaman (Al muqtaridh) mensyaratakan adanya tambahan pada pinjaman, maka tambahan tersebut hukumnya haram (Ibnu Taimitah dalam Kitabnya Majmu al Fatawa juz XXIX halaman 334).

Selain itu ada bahaya (dharar) berupa teror atau intimidasi yang dilancarkan pihak pinjol, serta penyalahgunaan data identitas pribadi dan bahaya yang ditimbulkan dari riba itu sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah, “laa dharara wa laa dhirara.” Artinya tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri (dharar) maupun bahaya bagi orang lain (dhirar).” (Hadits riwayat Ahmad)

Maka meminjam pada pinjol hukumnya haram, baik dengan bunga sedikit atau banyak, baik pinjol legal maupun ilegal. Seluruh riba termasuk dosa besar (kaba’ir).
Sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Apabila zina dan riba telah nampak di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan azab Allah bagi diri-diri mereka.” [HR. Al-Hakim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 2401].

Tinggalkan riba dan kembali pada aturan Allah adalah sebaik-baik perkara, pada kehidupan keluarga, bermasyarakat juga bernegara. Dengan upaya sistemik maka kesejahteraan dapat dirasakan umat. Wallahu ‘alam bish shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 6

Comment here