Oleh: Misdalifah Suli, M.Pd. (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Pendidikan merupakan hak dasar manusia yang harus dijamin oleh negara sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2. Setiap rakyat berhak untuk mendapat pendidikan dan negara wajib mendanai segala kebutuhan pendidikan rakyat. Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa banyak dari anak-anak usia sekolah tidak mendapatkan hak pendidikan alias putus sekolah.
Dikutip dari detik.com, berdasarkan Dapodik (Data Pokok Pendidikan) cut off 30 November 2024 yang diolah Pusdatin Kemendikdasmen jumlah siswa putus sekolah tertinggi berada di jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 38.540 (0,16%), SMP sebanyak 12.210 siswa (0,12%), SMA sebanyak 6.716 siswa (13%), sedangkan SMK sebanyak 9.391 siswa (19%) (14/3/2025). Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi para siswa putus sekolah antara lain faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor budaya. Dilansir dari Tempo.co, menurut data Kemendikdasmen, faktor penyebab anak tidak sekolah antara tidak ada biaya (25,55 %), mencari nafkah atau bekerja (21,64 %), menikah atau mengurus rumah tangga (14,56 %), disabilitas (3,64%), sekolah jauh (2,61%), dan mengalami perundungan (0,48%) (19/5/2025).
Dari data di atas terlihat bahwa faktor ekonomi merupakan penyebab utama anak-anak putus sekolah. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan berupa dana BOS dan KIS bagi keluarga miskin tetapi tidak menghilangkan akar masalah kemiskinan dan ketimpangan pendidikan. Banyak dari siswa tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya karena tidak ada biaya. Ini membuktikan bahwa biaya pendidikan di negeri ini terlalu mahal sehingga tidak bisa diakses oleh seluruh rakyat.
Pemerintahan telah merespon kegagalan dibidang pendidikan ini dengan cara mendirikan Sekolah Rakyat untuk anak kurang mampu dan Sekolah Garuda Unggul untuk anak orang kaya. Program-program ini dideskripsikan oleh pemerintah sebagai upaya pemerataan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tentu kebijakan ini juga akan sulit menyelesaikan permasalahan di dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran terjadi ketimpangan pendidikan seperti munculnya reputasi atau citra negatif terhadap siswa yang belajar di Sekolah Rakyat sedangkan siswa yang belajar di Sekolah Garuda akan mendapatkan citra yang baik sebab berada di sekolah unggulan dan elit yang memiliki visi dan misi mencetak siswa yang berbakat dan bisa melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Selain itu, program ini juga bertentangan dengan semangat pendidikan inklusi yang menjamin hak pendidikan secara menyeluruh tanpa adanya perbedaan sosial. Dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk pemerataan pendidikan di seluruh wilayah negeri ini terutama di daerah tertinggal, malah justru tersedot ke sekolah elit, sehingga menambah ketimpangan akses pendidikan antara sekolah di daerah dan kota besar. Perlu juga diingat bahwa pendidikan itu harusnya menjadi penyatu bukan pemecah. Setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas tanpa terkecuali.
Selanjutnya, juga adanya pandangan yang salah mengenai pendidikan akibat dari paham kapitalisme yang berfokus pada materi. Pendidikan dianggap sesuatu yang mampu mengurangi kemiskinan dan mendatangkan kesejahteraan. Padahal pendidikan itu hak setiap individu yang orientasinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencetak generasi yang beriman dan bertakwa, bukan mencetak generasi budak korporat dengan dalih penopang perekonomian.
Program Sekolah Rakyat dan Sekolah Garuda ini hanyalah program tambal sulam dalam sistem kapitalisme yang tidak mampu menyelesaikan permasalahan dunia. Berbagai permasalahan yang menimpa dunia pendidikan hanya bisa terselesaikan dengan mengganti sistem. Dengan mencampakkan sistem kapitalisme dan menerapkan sistem Islam maka permasalahan akan terselesaikan hingga ke akar.
Islam memandang bahwa pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Negara dalam sistem Islam akan bertanggungjawab secara penuh untuk memenuhi seluruh kebutuhan publik. Negara sebagai penyelenggara sekaligus memenuhi pembiayaan pendidikan dari pos-pos pemasukan Baitul Maal seperti ghanimah, jizyah, kharaj, fa’i, waqaf, dan lain sebagainya. Pembiayaan pendidikan mencakup sarana dan prasarana, gaji tenaga pendidik, dan hal-hal yang menjadi penunjang terlaksananya kurikulum pendidikan. Oleh karena itu, tidak akan ada dikotomi akses pendidikan bagi anak orang kurang mampu dan anak orang kaya baik di kota maupun di daerah pinggiran yang jauh dari pusat kota. Pendidikan dalam negara Islam adalah pendidikan gratis dan berkualitas.
Pendidikan Islam bertujuan mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam yang menguasai ilmu terapan serta dipersiapkan untuk mengagungkan peradaban Islam dan siap mengemban dakwah dan berjihad ke seluruh penjuru dunia. Pendidikan Islam akan menjadi pusat peradaban dunia, kiblat masyarakat internasional sebagaimana yang terjadi di masa lalu. Generasi Muslim yang didik dengan aqidah Islam akan hadir sebagai penjaga dan pembentuk peradaban Islam yang mulia. Wallahu a‘lam bisshowab.
Views: 4
Comment here