Opini

Pemerataan dalam Kesehatan, Keadilan atau Kezaliman?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Siti Ningrum, M.Pd. (Pemerhati Sosial dan Kebijakan Publik)

Islam datang bukan hanya untuk mengurusi tatanan akhlak dan ibadah saja melainkan mengurus seluruh urusan manusia. Baik secara individu, masyarakat dan negara. Islam dengan kesempurnaan aturannya akan membawa keberkahan, kesejahteraan dan kedamaian. Islam hadir sebagai pembawa cahaya untuk manusia, yakni mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Wacana-edukasi.com– Pendidikan dan kesehatan adalah hal yang sangat fundamental bagi suatu bangsa. Pemerintah harus serius dalam menangani dua hal ini, sebab jika rakyatnya sudah mengenyam pendidikan tinggi maka sumber daya manusia akan meningkat. Begitupun dengan layanan kesehatan, ketika masyarakat sudah mendapatkan haknya dengan baik dalam bidang kesehatan, maka negara pun dengan sendirinya akan menjadi negara yang kuat. Rakyat yang sehat akan menjalankan aktivitasnya dengan baik dan benar.

Namun, apa yang akan terjadi jika kedua hal tersebut sangatlah minim dalam perihal pelayanannya terhadap rakyat. Seperti halnya pendidikan, berapa persen rakyat Indonesia yang bisa mengecam pendidikan sampai Perguruan Tinggi. Padahal rakyat berhak mendapatkan pendidikan murah bahkan gratis.

Pelayanan dalam bidang kesehatan pun demikian, banyak persoalan yang belum terselesaikan dengan baik sampai saat ini. Apalagi jika dalam kepengurusannya sudah dialihkan kepada pihak swasta. Alih-alih masyarakat mendapatkan haknya dengan baik, bahkan banyak yang dirugikan. Birokrasi dan administrasi yang pelik, iuran BPJS yang terus naik dan berubah-ubah.

Kini, akan ada kebijakan baru lainnya yang akan mengundang kekecewaan pada hati rakyat, yakni pemerataan rawat inap untuk kelas 1,2 dan 3 semuanya akan menjadi kelas inap standar. Artinya semuanya akan diberikan fasilitas yang sama. Tentu hal ini akan menambah persoalan baru di bidang kesehatan. Rakyat tidak akan menerima jika dalam membayar iuran mahal sementara dalam perawatannya tidak mendapatkan yang semestinya.

Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, mengatakan saat ini Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) diberikan tugas mengkaji konsep rawat inap kelas standar. Kelas Rawat Inap Standar yang disampaikan oleh DJSN adalah Kelas Rawat Inap PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang isinya maksimal 6 tempat tidur dan kelas Rawat Inap Non PBI yang isinya maksimal 4 TT (Merdeka.com, 08/12/2021).

Apakah konsep kesetaraan mencerminkan sikap yang berkeadilan? Atau hanya akan mendzalimi satu dengan yang lainnya? Tentu jawabannya bukanlah rasa keadilan, sebab seseorang membayar iuran yang berbeda setiap bulannya. Adil bukan berarti sama rata. Tapi adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Harusnya rakyat tidak diberi beban dengan diwajibkan membayar iuran yang besar setiap bulannya. Sebab layanan kesehatan sudah menjadi kewajiban dari sebuah negara untuk rakyatnya.

Mendapatkan kesehatan secara murah atau bahkan gratis adalah hak warga negara dimanapun berada. Tak memandang status warga. Siapapun dia, pelayanan terbaik harus diberikan oleh negara kepada rakyatnya. Apalagi jika rakyat diwajibkan membayar iuran BPJS setiap bulannya. Sudah seharusnya rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik dan fasilitas terbaik juga .

Bukan hanya membebankan iuran kepada rakyat lainnya demi keuntungan belaka. Konsep untung rugi selalu menjadi alasan perubahan setiap kebijakan yang terlahir dari sistem kapitalisme yang diterapkan oleh pemerintah saat ini. Jangan sampai kebijakan penghapusan rawat inap diatasnamakan demi pemerataan dan keadilan, ujungnya rakyat yang dirugikan. Yakni, hanya menerima fasilitas seadanya. Padahal orang yang sakit harus diberikan fasilitas terbaik. Agar rakyat yang menderita penyakit apapun bisa tertangani dengan baik, sehingga angka kesehatan semakin tinggi. Bukan sebaliknya tetap dalam kerumitan adminitrasi dan pelayanan birokrasi yang makin buruk, serta korban makin banyak yang berjatuhan akibat tidak tertangani dan terlayani dengan baik.

Bahkan pada zaman khalifah Dinasti Umayyah Walid bin Abdul Malik merupakan orang pertama yang mendirikan rumah sakit (bimaristan) dalam sejarah umat Islam di Kota Damaskus, Suriah pada tahun 707 M (88 H). Bimaristan didirikan oleh Walid bin Abdul Malik dengan kas negara sebagai karunia bagi orang sakit berupa pengobatan gratis.

Untuk itu, mengembalikan sistem kesehatan kapitalisme kepada sistem kesehatan Islam sudah saatnya. Agar pelayanan kesehatan diberikan dengan baik kepada setiap pasien, tak pandang bulu. Kesehatan murah bahkan gratis menjadi sebuah keniscayaan.

Hanya Islam satu-satunya yang bisa memberikan pelayanan terbaiknya dalam mengurusi urusan umat. Baik dalam bidang pendidikan, keamanan maupun kesehatan. Sejarah telah mencatat sejak Rosulullah SAW hijrah ke Madinah, hukum Allah ditegakkan dengan sempurna tanpa kecuali. Alhasil, Islam menyebar ke seluruh pelosok negeri dari Maroko hingga Merauke.

Islam datang bukan hanya untuk mengurusi tatanan akhlak dan ibadah saja melainkan mengurusi seluruh urusan manusia. Baik secara individu, masyarakat dan negara. Islam dengan kesempurnaan aturannya akan membawa keberkahan, kesejahteraan dan kedamaian. Islam hadir sebagai pembawa cahaya untuk manusia, yakni mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Wallohualam Bisshowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 25

Comment here