PembelajaranPendidikan

Orang Tua Reaktif vs Orang Tua Responsif

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis: Novianti

Wacana-edukasi.com — “Barang siapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan apa yang bermanfaat bagi anaknya dan meninggalkannya begitu saja, berarti dia telah melakukan suatu yang sangat besar. Kerusakan pada diri anak kebanyakan datang dari sisi orang tua yang meninggalkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban dalam agama berikut sunnah-sunnahnya.” Ibnul Qoyyim al-Jauziyah

Seorang ibu baru tiba di rumah dan melihat anak-anaknya sedang memainkan Hp miliknya. Entah sudah berapa kali ibu ini mengingatkan agar anak-anak tidak bermain Hp. Fungsi utama Hp sebagai alat komunikasi dan anak belum membutuhkanya.

Karena sudah masuk waktu sholat ashar, ia abaikan dulu perilaku anak-anaknya. Bada ashar, hp sudah berada di atas meja makan namun anak-anak sudah menghilang.

“Tumben, Hp koq ga dimainkan padahal biasanya rebutan,” tanyanya dalam hati.

Keheranannya terjawab, Hp tidak mau nyala. Sudah bisa diduga, anak-anaknya yang mengakibatkan Hp miliknya rusak.

Terbayang hilangnya kesempatan meraih keuntungan karena tidak bisa berjualan on line. Ingin rasanya ibu tersebut memanggil lalu memarahi semua anaknya.

Tapi ia mengurungkan niatnya saat mulut sudah siap mengeluarkan nada beroktaf 6. Hp ini rusak tapi masih ada kemungkinan bisa diperbaiki. Tapi anak rusak karena dipukul atau dimarahi, bagaimana bisa memperbaiki hatinya. Anak lebih berharga dari hp.

Ibu tersebut akhirnya memilih tidak bersikap reaktif. Ia tetap akan membicarakan tentang Hp rusak dengan anak-anak namun bukan dengan marah-marah.

Hampir setiap hari orang tua menghadapi perilaku anak yang menguji kesabaran. Orang tua bisa memilih apakah mau menjadi orang tua reaktif atau responsif saat menghadapi perilaku tersebut.

Orang tua reaktif sering menunjukkan rasa tidak suka terhadap perilaku anak dengan cara berteriak, menjerit bahkan memukul. Otak limbik lebih sering digunakan sehingga mudah kehilangan kontrol pada ucapan dan perbuatannya .

Karenanya, perilaku orang tua reaktif seringkali menyinggung perasaan anak. Alih-alih anak belajar tentang kesalahan yang dilakukannya, yang terjadi justru anak makin melawan. Kondisi ini tentu merugikan kedua belah pihak.

Belajar membedakan hal yang benar dan salah membutuhkan keterampilan penalaran yang dilakukan pada area frontal lobe. Namun, proses ini tidak akan terjadi apabila limbik terbajak akibat emosi yang sudah menguasai. Otak reptil yang bekerja dengan mekanisme hit or run, serang atau menghindar.

Akhirnya, anak pun tidak mengembangkan mekanisme regulasi emosi, cara menyelesaikan masalah, fokus dan evaluasi. Dalam jangka panjang, hubungan anak-orangtua menjadi tidak harmonis. Banyak perilaku kenakalan remaja berawal dari tidak harmonisnya hubungan dalam keluarga.

Sementara orang tua responsif akan berpikir sebelum berucap dan bertindak..Nalarnya bekerja untuk melihat persoalan dari berbagai cara pandang.

Orang tua responsif akan berusaha memahami dulu fakta, mengenali emosi dan kebutuhan anak baru mencari solusi. Orangtua responsif cenderung membuat anak aman dan nyaman. Hal.ini membantu anak dalam mengembangkan mekanisme regulasi emosi. Anak belajar melihat masalah dari sudut pandang yang lain ( perspective taking). Lalu ia belajar mengendalikan dirinya.

Orangtua responsif bisa melatih keterampilan komunikasi, memecahkan masalah, fokus dan kontrol diri pada anak. Bahkan secara kesehatan, anak bisa memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik karena terhindar dari racun akibat lonjakan kortisol yang bisa memicu stress.

Menjadi orang tua responsif adalah keterampilan yang perlu terus menerus dilatih. Cara yang paling mudah melatih keterampilan ini dengan diam sejenak saat melihat perilaku yang tidak diharapkan dari anak. Tarik napas lalu pikirkan cara bijak menegur anak.

Menjadi orang tua responsif menyiapkan keterampilan hidup yang berguna bagi anak di masa depan. Sementara menjadi orang tua reaktif, ibarat sedang menabur bom yang pada gilirannya akan meledak lalu memporak porandakan semuanya.

Jadi, orangtua tinggal memilih. Menjadi reaktif itu mudah atau memilih responsif dengan berlatih.

 

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 85

Comment here