Opini

Model Keluarga Rusak, Buah Sistem Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Armelia, S.Psi, MHM

Wacana-edukasi.com — Dikutip dari pikiran-rakyat.com (21/01/2021), Bandung geger karena kabar adanya seorang anak yang menuntut ayah kandungnya sendiri dengan gugatan sebesar 3 Miliar Sang anak yang diketahui bernama Deden ini tega menggugat ayahnya, Koswara (85) ke Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung pada Rabu 20 Januari 2021 dikarenakan masalah warisan.

Kejadian serupa di Indonesia kerap kali terjadi. Desember 2020 kemarin, di Tapanuli Utara, seorang anak laki-laki (28 tahun) tega menganiaya ibu kandungnya hingga tewas hanya karena tidak dimasakkan nasi. Pada bulan yang sama, di Palembang, Seorang remaja tega melakukan penganiayaan terhadap ibu kandungnya sendiri lantaran tidak diberi uang untuk membeli rokok dan lem.

Beberapa bulan sebelumnya, pada Juni 2020 di Lombok, juga sempat heboh mengenai ditolaknya laporan seorang anak (40 tahun) yang ingin penjarakan ibu kandungnya karena masalah motor oleh Polres Lombok Tengah. Bahkan penolakan laporan tersebut sempat viral di media sosial seperti Facebook dan juga Youtube.

Kekerasan di dalam keluarga, bukan hanya terjadi oleh anak terhadap orang tua. Fakta yang sebaliknya juga sering kita temui diberbagai media tentang penganiayaan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya, yang kadang berujung kepada kematian.
Inilah model keluarga yang dihasilkan oleh penerapan sistem kapitalis, dimana anggota keluarga saling memanfaatkan ataupun menghancurkan hanya untuk menuruti emosi dan juga keinginan mereka. Baik anak terhadap orang tua ataupun orang tua terhadap anak.

Keluarga bukan lagi orang-orang yang penuh kasih, seharusnya saling menguatkan untuk menghadapi kerasnya kehidupan di luar rumah. Keluarga bukan lagi tempat untuk belajar meyayangi, menghargai, dan menjadi manusia yang lebih baik dalam menjalani usia yang telah diberikan.

Sistem kapitalisme dengan sekularismenya, telah membentuk anak-anak yang gagal dewasa tanpa melihat berapa usia biologisnya. Usia yang bertambah tua tidak membuat usia psikologisnya beranjak menjadi lebih matang. Sistem ini membentuk anak-anak yang berpikir bahwa orang tuanya harus selalu mengikuti kemauan anaknya dan harus mengorbankan segalanya untuk anak dengan seluruh konsekuensinya.

Anak-anak yang mempunyai pemahaman yang salah tentang hakikat orang tua, hanya ingin mempergunakan orangtuanya selagi ada manfaatnya. Lalu, ketika merasa orang tuanya tidak lagi berguna dan hanya bisa menyusahkan, mereka tidak ingin direpotkan dan membuangnya ke panti jompo atau menelantarkannya tanpa rasa bersalah.

Tidak tegasnya pemberian sanksi, akan menyuburkan perilaku-perilaku yang tidak seharusnya. Perilaku melawan orang tua menjadi sesuatu yang biasa ditemui. Menelantarkan orang tua atau menaruh mereka di panti jompo dengan alasan tak punya waktu untuk mengurus, sudah dianggap biasa. Melaporkan orang tua karena harta atau masalah dunia, kerap kali ditemui. Demikian juga perilaku orang tua terhadap anak. Kekerasan terhadap anak juga sering terjadi, dan mengakibatkan anak menjadi korban para orang tua. Tak jarang sampai menghilangkan nyawa.

Hal yang berbeda akan terlihat jika Islam yang dipergunakan dan menjadi landasan dalam membangun sebuah keluarga. Untuk memastikan berjalan dengan harmonisnya sebuah keluarga, hukum Islam bukan hanya mengatur tentang tanggung jawab dan tugas orang tua terhadap anak, tetapi juga kewajiban anak terhadap orang tua.

Islam telah memerintahkan seorang anak untuk taat dan berbuat baik kepada orangtua nya dalam seluruh hal kecuali kemaksiatan. Dengan kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang tua ini, jangankan memukul ataupun memenjarakan, bahkan berkata “ah” saja ataupun meninggikan suara, sudah menjadi sesuatu y ang dilarang.

Allah SWT berfirman:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Q.S. Al Isra’; 23).
Perintah yang sama juga kembali Allah Swt ulang dalam Surat Lukman ayat 14. “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kembalimu”.

Negara yang menerapkan Islam juga akan menjamin hak orang tua atau pun anak, sesuai dengan hukum-hukum Islam. Islam telah menjadikan bahwa dalam harta anak ada hak orang tua. Sehingga jika Islam diterapkan, tidak mungkin ada anak yang melaporkan orang tuanya hanya karena masalah harta atau pun sengketa dalam urusan warisan.

Oleh karena itu, marilah kita kembali kepada Islam dalam segala hal, dari hal yang kecil sampai yang besar. Dari urusan pribadi, sampai dengan urusan masyrakat dan negara. Karena dengan penerapan Islam secara sempurnalah maka keberkahan hidup akan kita rasakan.

Wallahu’alam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 19

Comment here