Surat Pembaca

Miris, Perempuan Menjadi Pelaku Bullying

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Sari Ramadani, S.Pd (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Belum lama ini Polresta Barelang telah menetapkan empat tersangka kasus bullying atau perundungan di Batam yang videonya tengah viral di media sosial. Berdasarkan hasil penyidikan sementara, kelompok remaja putri tersebut menganiaya korban karena sakit hati, di mana korban disebut merebut pacar pelaku. Namun demikian, polisi masih mendalami dugaan tersebut. Selain itu, korban EF juga dituduh mencuri barang milik pelaku RS. Ia menjelaskan bahwa korban mengalami luka, memar, dan bekas sundutan rokok pelaku (kompas.tv, 02/03/2024).

Kasus bullying sungguh menjadi luka pilu yang mendalam bagi dunia anak khususnya di Kota Batam. Anak yang seharusnya menjadi masa menyenangkan berubah menjadi masa yang pilu dengan adanya kasus perundungan (bullying) yang kerap kali terjadi. Nina selaku Wakil Ketua Divisi Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) dan Pengasuhan Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Kota Batam menjelaskan bahwa kasus ini bisa terjadi disebabkan kurangnya pengawasan dan perhatian kepada anak, dan tingginya angka anak yang putus sekolah.

Permasalahan ini pula yang menjadi sebab anak berkumpul pada tempat atau lingkungan yang tidak semestinya hingga melakukan perilaku yang menyimpang. Mirisnya lagi, anak-anak tersebut berada pada usia 14 tahun. Bahkan, mereka juga sudah pernah melakukan praktik Open BO. Tidak dapat dimungkiri bahwa kondisi ekonomi yang lemah, sehingga anak tersebut putus sekolah menjadi faktor anak melakukan hal-hal yang menyimpang untuk mendapatkan sesuatu yang memang diinginkannya (batamnews.co.id, 02/03/2024).

Pada umumnya, anak diidentikkan dengan sosok lucu yang menggemaskan, tetapi kenyataannya hari ini banyak anak yang malah menjadi pelaku kekerasan. Mereka tega melakukan perundungan pada temannya, tidak hanya anak laki-laki, anak perempuan pun sama. Sungguh sangat miris, anak perempuan di bawah umur menjadi pelaku bullying terhadap sesama perempuan. Karena pelaku anak-anak, maka diberlakukan hukum peradilan anak yang tentu saja dengan sanksi yang lebih rendah.

Model sistem peradilan seperti ini, yang merujuk pada definisi anak adalah di bawah usia 18 tahun menjadi celah banyaknya kasus bullying yang tidak memberikan efek jera. Anak menjadi pelaku kekerasan, hal ini merupakan potret lemahnya pengasuhan dan gagalnya sistem pendidikan dalam mencetak anak didik yang memiliki kepribadian mulia. Tampaknya jelas, bahwa sekularisme menjadi akar dari segala permasalahan karena asasnya menjauhkan agama dari kehidupan.

Hal ini pun mengakibatkan anak hanya menerima informasi seputar materi pelajaran, tetapi tidak mendapatkan pendidikan terkait dengan baik dan buruk dalam bertingkah laku. Anak-anak disuguhkan aneka materi pelajaran, tetapi mirisnya, mereka tidak dibentuk untuk menjadi pribadi bertakwa. Tentu saja hal ini mengakibatkan anak berbuat sesukanya, termasuk melakukan perundungan, sebab sanksi yang ada tidak memberikan efek jera.

Jadi jelas, bahwa maraknya perundungan yang terjadi disebabkan oleh sistem sekuler yang menjamin sebuah kebebasan yang akhirnya anak pun merasa dirinya bebas dalam berbuat sesukanya, tanpa harus merasa takut dengan dosa dan azab neraka. Padahal, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَاۤ اَنَّ النَّفْسَ بِا لنَّفْسِ ۙ وَا لْعَيْنَ بِا لْعَيْنِ وَا لْاَ نْفَ بِا لْاَ نْفِ وَا لْاُ ذُنَ بِا لْاُ ذُنِ وَا لسِّنَّ بِا لسِّنِّ ۙ وَا لْجُرُوْحَ قِصَا صٌ ۗ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهٖ فَهُوَ كَفَّا رَةٌ لَّهٗ ۗ وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisasnya (balasan yang sama). Barang siapa melepaskan (hak qisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 45).

Islam memiliki seperangkat sistem yang benar-benar mampu mencegah tindakan bullying. Dari sisi pengasuhan, Islam mewajibkan para orang tua agar mendidik anaknya menjadi anak saleh dan salihah sehingga jauh dari azab neraka. Islam juga memiliki sistem sanksi yang sahih yang dapat memberikan efek jera termasuk dalam menetapkan pertanggungjawaban pelaku dalam batas balignya seseorang atau usia 15 tahun.

Islam juga memiliki sistem yang sempurna yang dapat memberikan jaminan dalam terbentuknya kepribadian yang mulia. Dari bidang pendidikan, sistem Islam tidak hanya mencetak generasi yang cerdas akalnya, tetapi juga memiliki kepribadian mulia yang takut akan dosa. Selain itu, masyarakat dalam sistem Islam juga memiliki peran dalam melakukan amar makruf nahi mungkar ketika melihat pelanggaran syariat di sekelilingnya, maka tidak akan dibiarkan. Sungguh, penerapan sistem Islam dalam kehidupan ini merupakan langkah untuk menutup pintu perundungan oleh anak. Untuk itu, marilah kita memperjuangkannya.

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 3

Comment here