Opini

Merubah Nasib Kelabu Partai Islam Baru

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ari Nurainun, SE. (Pemerhati Kebijakan Politik dan Ekonomi)

Wacana-edukasi.com — 7 November 2020, 75 tahun usia Partai Masyumi. Sejumlah tokoh menghidupkan kembali Partai yang pernah Berjaya di era orde lama ini. Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat telah menjadi saksi lahirnya kembali Masyumi. Dalam deklarasinya, Partai Masyumi “Reborn” berjanji akan berjihad demi terlaksananya ajaran dan hukum Islam di Indonesia melalui Masyumi. Sederet nama tokoh dan ulama turut hadir dalam pendeklarasian partai ini. Diantaranya Cholil Ridwan (Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia), M.S Kaban, Amin Rais (pendiri PAN dan Inisiator Partai Umat), serta Bachtiar Nasir.

Masri Sitanggang, Bachtiar Natsir, MS. Kaban, hingga Ahmad Cholil Ridwan menjadi anggota Majelis Syuro Masyumi. Sementara Abdullah Hehamahua Ketua Majelis Syuro. Ahmad Cholil Ridwan bahkan menjadi anggota Dewan Pembina PP Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), sebuah organisasi Islam yang dibentuk dan diketuai pertama kali oleh Mohammad Natsir, elite Masyumi lama.

Tak sedikit pengamat politik yang meragukan keberlangsungan partai ini. Yusril Ihza Mahendra, kepada tirto id menuturkan, “Yang punya dana besar itu para cukong, para pengusaha dalam maupun dalam negeri. Sepanjang pengalaman saya, tidak ada para cukong dan para pengusaha besar itu yang sudi mendanai partai Islam. Makanya, partai-partai Islam itu hidupnya “ngos-ngosan”. Zaman sekarang sangat jarang ada anggota partai membayar iuran anggota seperti zaman dulu. Dunia sudah berubah,” kata Yusril saat dihubungi wartawan, Senin sore (9/11/2020).

Sementara itu, Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai tidak ada persoalan yang berarti dengan dideklarasikannya Partai Masyumi Reborn. Namun, menurutnya terlampau nekat jika masih membawa isu-isu agama untuk menarik dukungan. “Kalau saya, sih, enggak ada persoalan Masyumi Reborn ini ya, atau Masyumi baru. Cuma memang terlampau nekat kalau masih menjual agama,” ujar Adi Prayitno saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/11/2020). “Nekat dalam arti ya memang ceruk pasar pemilihnya kan juga tidak banyak, bahkan cukup sempit ya,” kata dia.

Sejak reformasi, kemunculan Partai bernuansa Islam mulai marak di negeri ini. Meski dalam beberapa pemilu, partai-partai ini belum mampu menjadi pemenang. Lantas, apakah kemunculan Partai Masyumi Reborn ini kelak mampu menjadi harapan baru bagi kebangkitan Umat? Atau justru terpasung dalam kerangkeng yang sama?

Partai Baru, Harapan Baru?

Umat Islam di negeri ini sudah sejak lama menjadi korban kedzaliman dan ketidakadilan. Meski mayoritas, suara umat kerap dan selalu diabaikan. Para elite partai, hanya mendekat ketika menjelang pemilu. Wajar jika umat bersikap skeptic dan menganggap tidak ada perbedaan antara partai Islam dan Partai Nasionalis (sekuler). Sikap skpetis inilah konon menjadi salah satu penyebab, gagalnya partai-partai Islam mendulang suara.

Jika kita menengok kondisi kaum muslim di negeri-negeri Arab, ternyata kemenangan mereka di panggung pemilu tidak serta merta menjadikan kondisi kaum muslim membaik. Tentunya kita ingat revolusi arab atau Arab Spring. Revolusi yang diharapkan membawa perubahan musim di negeri-negeri arab, hanya mampu menjungkalkan para pemimpin tirani. Presiden Ben Ali di Tunisia, Hosni Mubarok di Mesir, Moamar Khadafi di Libya tumbang lewat revolusi Arab. Hanya terjadi perubahan rezim. Bukan perubahan sistem. Begitupun nasib Partai Hamas di Palestina. Tak dapat dipungkiri, meskipun kaum muslim berupaya bangkit untuk merubah keadaan, nyatanya mereka masih terjebak dalam penjara yang sama. Penjara demokrasi.

Penjara inilah yang menjadikan kaum muslim tak akan pernah merdeka dari penghambaan kepada manusia. Sehingga, partai politik berlandaskan Islam tak akan diberi ruang. Karena demokrasi adalah politik transaksional. Berbagai kepentingan beradu di sana. Sudah menjadi rahasia umum, lobi-lobi politik akhirnya memenangkan kepentingan oligarki.

Sehingga keberadaan partai-partai Islam di negeri penganut demokrasi, hanya menjadi pelengkap penderitaan umat. Umat akan makin terpenjara. Sudah saatnya para aktivis dakwah menyadari, bahwa mengawal demokrasi hanyalah membuang-buang waktu. Demokrasi tak perlu dikawal, justru harus dicampakkan. Selain karena demokrasi adalah sistem kufur, demokrasi juga bukanlah jalan perubahan yang hakiki. Revolusi Mesir seharusnya membuka mata kita. Peristiwa dikudetanya Muhammad Mursi, Presiden yang terpilih melalui proses demokrasi, menjelaskan realitas sesungguhnya demokrasi. Bahwa ia tak lebih hanyalah perangkap bagi perjuangan kaum muslim.

Kesadaran Politik Umat, Kunci Kebangkitan

Dalam buku berjudul “Demokrasi Tersandra, Menyingkap misteri 2 1/4 abad” Husain Matla menjelaskan tentang kesalahan pandangan demokrasi. Seolah demokrasi adalah pihak yang tersandra. Kapitalislah yang salah. Sekularismelah biang masalah. Padahal sejatinya, demokrasi lahir dari rahim sekularisme, sebuah sistem yang lahir dari sistem kompromi. Akibat perseteruan berabad-abad antara kaum cendekiawan dan rohaniawan.

Lantas, apa hubungan demokrasi dengan kapitalis? Demokrasi adalah bagian yang tak terpisahkan dari ideologi kapitalisme yang berasaskan sekularisme. Ekonominya bertumpu pada kepentingan pemilik modal. Budayanya liberal. Kebebasan adalah ruhnya. Dan demokrasi adalah wadah politik yang menjamin tetap langgengnya kepentingan para pemilik modal.

Inilah yang harus disadari oleh umat. Berhentilah berharap pada demokrasi. Karena demokrasi hanya menciptakan perangkap bagi kaum muslim. Berilah kepercayaan pada Islam, dengan seluruh pemikiran dan metodenya. Sebagaimana metode yang ditempuh oleh Rasulullah dalam membangkitkan bangsa Arab.

Rasulullah membangun kesadaran politik kaum muslimin dan bangsa Arab dengan menjadikan kedaulatan hanya di tangan Allah. Menjadikan halal dan haram sebagai tolak ukur perbuatan. Bukan kompromi dan lobi-lobi politik atau mencampurkan yang hak dan batil.

Kesadaran politik inilah yang membuat umat tak mudah tertipu janji-janji kosong demokrasi. Janji kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan hanyalah isapan jempol. Bangun dan lihatlah realitas. Praktik demokrasi di negara mana yang mampu membawa keadilan dan kesejahteraan bagi semesta alam.

Jika partai Islam sungguh-sungguh ingin merubah nasib kelabu umat ini, tempuhlah jalan yang benar. Jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Wallahu’alam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 0

Comment here