Opini

Menyoal Peringatan Hari Ibu 2022

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ilma Mahali Asuyuti

wacana-edukasi.com, OPINI– Kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan sangat didukung, terutama saat ini pada Peringatan Hari Ibu (PHI) yang mengusung tema “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”.

Seperti dilansir dari kemenpppa.go.id, Selasa, 20 Desember 2022, Peringatan Hari Ibu (PHI) diselenggarakan setiap tahun pada 22 Desember. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan peringatan PHI merupakan momentum penting untuk mengenang dan memaknai kembali peran perempuan pejuang pergerakan Indonesia dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Dalam keseharian saat ini, PHI juga berarti penghargaan pada peran besar kaum ibu yang memiliki andil sangat besar dalam membangun generasi bangsa yang berkualitas.

“Hari ibu di indonesia tidak sepenuhnya serupa dengan _Mother’s Day_ sebagaimana negara-negara di belahan dunia lain merayakannya. Hari ibu di Indonesia memiliki makna yang jauh lebih besar. Hari ibu dilandasi oleh tekad dan perjuangan kaum perempuan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia sebagaimana di deklarasikan pertama kali dalam Kongres Perempuan Indonesia pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta,” ungkap Menteri PPPA saat melakukan Konferensi Pers PHI ke-94 Tahun 2022: “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju,” Selasa (20/12).

Menteri PPPA menjelaskan, PHI sejatinya adalah penanda pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam mendidik generasi bangsa sekaligus berperan besar dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan gender.

Menteri PPPA mengemukakan tema PHI ke-94 tetap konsisten dengan tema tahun sebelumnya, “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju” bersama dengan fokus 4 (empat) sub tema, yakni: (1) Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan; (2) Perempuan dan _Digital Economy_; (3) Perempuan dan Kepemimpinan; dan (4) Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya.

“Tema tersebut terus kami gaungkan karena sejalan dengan target dari Sustainable Development Goals (SDGs) dalam mewujudkan perempuan yang memiliki peran dan kedudukan setara serta memperjuangkan kesejahteraan di semua bidang pembangunan seperti bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik, dan hukum. Selain itu, situasi dan kondisi masyarakat kini pun yang mendasari tema tersebut dimana persoalan kekerasan terhadap perempuan, kesenjangan akses ekonomi perempuan, dan keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan masih sangat tertinggal dibandingkan laki-laki. Tema tersebut menekankan bahwa perempuan juga mempunyai kesempatan, akses, serta peluang yang sama seperti laki-laki sebagai sumber daya pembangunan,” ujar Menteri PPPA.

Lebih lanjut, Menteri PPPA menyampaikan selain sebagai langkah untuk memantik seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk terus bersama-sama memperjuangkan dan mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, rangkaian PHI ke-94 juga mendorong kaum ibu untuk terus menjalankan fungsinya sebagai pendidik pertama generasi penerus sekaligus memanfaatkan ruang yang setara agar para ibu pun dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi bangsa.
(Kemenpppa.go.id, Selasa, 20/12/2022).

Sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan telah mengeluarkan para ibu dari fitrah mereka yang sebenarnya. Seorang ibu yang seharusnya mengurus rumah tangga dan mendidik anak, dalam sistem sekularisme malah diberdayakan untuk mengurus kewirausahaan sehingga ibu atau perempuan lebih sibuk dengan pekerjaannya dibandingkan sibuk dengan urusan rumahnya.

Dalam sub tema PHI ke-94 ini pun jelas bahwa perempuan didorong untuk menjadi seorang wanita karir, yang fokus pada urusan ekonomi, untuk menjadi pemimpin dan perempuan berdaya.

Keempat sub tema itu memperjelas bahwa kesetaraan gender sangat dijunjung tinggi. Seolah mempromosikan bahwa perempuan bisa sama seperti laki-laki dalam segi apa pun, terutama perihal ekonomi.

Kapitalisme sekuler mendorong para perempuan untuk memajukan kinerja kewirausahaannya demi mengatasi kemiskinan dan mendukung perempuan agar mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki, juga untuk mendukung bahwa perempuan memiliki kekuatan agar tidak lagi mendapatkan kekerasan.

Padahal kesetaraan gender bukanlah solusi untuk setiap permasalahan kaum perempuan, tetapi kesetaraan gender malah membuat perempuan keluar dari fitrahnya sebagai seorang ibu dan menjadikan perempuan fokus pada satu titik, yaitu bekerja keras untuk menghasilkan materi.

Pada akhirnya, yang akan terjadi jika seorang ibu atau perempuan lebih mengutamakan mencari nafkah adalah ia akan gagal menjadi seorang ibu rumah tangga dan sebagai sekolah pertama bagi anaknya.

Kapitalisme sekuler memang tidak henti-hentinya membuat kaum muslim semakin jauh dari agama dan mengubah tujuan hidup manusia untuk menjadi orang yang mati-matian menggapai materi.

Islam telah memerintahkan bahwa tugas utama seorang perempuan adalah sebagai ibu pengelola rumah tangga yang mengurus rumahnya dan mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang ta’at dan bertaqwa kepada Allah.

Dalam Islam, seorang ibu yang baik adalah wanita yang senantiasa mena’ati Allah dan suaminya (dalam hal kebaikan) dan mendidik anak-anaknya yang akan menjadi penerus perjuangan Islam dengan memahamkan mereka tentang aturan-aturan Islam.

Jika seorang ibu hanya memikirkan karirnya saja, lalu kapan ia bisa mena’ati Allah dan perintah suaminya juga mendidik anak-anaknya?

Pastinya tidak akan ada waktu luang jika aktivitasnya padat untuk bekerja. Perempuan memang diperbolehkan untuk bekerja, tetapi semata-mata hanya untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuannya untuk kemaslahatan umat, bukan untuk bersusah payah mati-matian mengejar materi.

Misalnya, wanita yang mempunyai ilmu kedokteran, maka ia diizinkan bekerja untuk kemaslahatan umat, merawat dan menjaga orang yang sakit, dan tidak dengan sengaja menyibukkan dirinya dalam bidang tersebut.

Sementara mengenai kesetaraan gender, itu tidak dibutuhkan, sebab dalam Islam laki-laki dan perempuan adalah sama di hadapan Allah Taala karena telah memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Khusus aktivitas bekerja adalah kewajiban bagi seorang laki-laki untuk menafkahi keluarganya. Sedangkan perempuan memiliki amanah untuk mengatur rumah tangganya.

Perempuan begitu dijaga oleh Islam, sehingga Islam tidak akan membiarkan perempuan bekerja berat di luar, karena tugas perempuan adalah mengurus rumahnya dan berupaya menjadi yang terbaik untuk keluarganya dengan menjaga kehormatannya dan melakukan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik generasi penerus yang bertaqwa pada Allah SWT.

Terkait pahala, antara laki-laki dan perempuan mempunyai pahalanya masing-masing, laki-laki mempunyai pahala karena tanggung jawabnya, pun perempuan mempunyai pahala karena keta’atannya.

Begitu mulianya seorang perempuan dalam Islam. Kemuliannya terletak pada keta’atannya terhadap perintah Allah, termasuk mena’ati suaminya dan mendidik anaknya menjadi anak yang bertaqwa kepada Allah.

Untuk mengetahui ilmunya, kita hanya perlu bersama-sama mengkaji Islam untuk mengatur kehidupan agar sesuai dengan apa yang Allah perintahkan.

Maka ketika kita mengetahui arah tujuan hidup setelah kita mengkaji Islam, kita akan tahu apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan cinta dan keridhaan dari Allah SWT.

Wallahualam bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 11

Comment here