Opini

Kelaparan Papua Akibat Cuaca, Benarkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Penerapan sistem ekonomi dan politik yang salah akan membahayakan kehidupan rakyat, seperti pemilihan penerapan sitem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme yang menghendaki negara tidak ikut campur dalam hal kepemilikan apapun termasuk kekayaan alam.

Oleh: Asham Ummu Laila
(Relawan Opini Andoolo, Konawe Selatan)

wacana-edukasi.com, OPINI–Potret “Sedia payung sebelum hujan” pepatah ini mengingatkan kita untuk selalu waspada sebelum terjadi. Seperti hal pemberitaan fenomena El Nino yang diduga akan memicu musim kemarau di tahun 2023 lebih kering dan berkepanjangan.

Sebagaimana di sampaikan oleh kepala pusat infomasi perubahan iklim A Fahcri Radjab (Republika, 31/7/2023). Untuk itu BMKG mengingatkan pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait dan juga kepada masyarakat untuk mengantisipasi dampak dari El Nino yang diprediksi masih akan berlangsung hingga september 2023. Walaupun belum disimpulkan bahwa musim kemarau ini berkaitan dengan fenomena perubahan iklim, namun hal ini sudah terjadi di beberapa wilayah ditanah air, dan berdampak salah satunya bencana kekeringan di Kabupaten Puncak, provinsi Papua Tengah.

Kelaparan yang terjadi di Kabupaten Puncak, tepatnya Distrik Agandugume dan lambewi, provinsi Papua Tengah, memakan korban jiwa 6 warga yaitu 5 dewasa dan 1 bayi berusia 6 bulan. Para korban tesebut megalami lemas, diare, panas dalam dan sakit kepala akibat tidak ada makanan dampak dari musim kemarau. Keadaan ini juga berdampak pada sedikitnya 7.500 orang yang gagal panen akibat kekeringan yang telah terjadi selama 2 bulan terakhir.

Lebih menyedihkan lagi bencana kelaparan itu terjadi di atas tanah Papua yang kaya sumber daya alam. Jika hendak diungkap kekayaan SDA Papua, menurut kementrian ESDM mencatatat (2020), Papua memiliki tambang emas terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 229.893,75 ha atau senilai 52 persen dari total cadangan biji emas Indonesia. Selain itu Papua juga diketahui kaya akan tembaga berdasarkan data Freeport (2021) tambang Grasberg memproduksi 1,34 miliar pon tembaga. Begitu juga perak, berdasarkan data kementrian ESDM (2020), Papua memiliki 1.76 juta ton biji perak dan 1.875 juta ton biji untuk cadangan perak dan masih banyak cadangan lainnya berupa batu bara, besi, dan batu kapur.

Belum lagi, sumber daya minyak dan gas bumi (migas) di area Warim, Papua. Menurut data kementrian ESDM, area tersebut menyimpan potensi minyak sebesar 25,968 miliar barel dengan nilai US$ 2,06 triliun atau Rp.30.646 triliun (mengacuh harga minyak mentah Indonesia per April 2023). Hanya amat disayangkan melimpahnya alam Papua tersebut selalu menjadi incaran target asing, kalaupun dikelola oleh pemerintah juga terjebak oleh jejaring oligarki. Hingga ujung-ujungnya rakyat hanya bisa gigit jari.

Meski perubahan cuaca dan musim disebut-sebut sebagai katalisator terjadinya kelaparan, namun sejatinya krisis Papua sudah terjadi sejak lama. Karenanya sungguh terlalu naif jika cuaca menjadi kambing hitam terjadinya kelaparan di Papua. Demikianlah hidup dalam sistem kapitalis hari ini sering kali menjadikan faktor kelangkaan barang sebagai dalih saat terjadi krisis kesejahteraan, padahal sebenarnya ada persoalan mendasar mengapa hal itu bisa terjadi.

Apalagi Papua termasuk wilayah yang problematikanya kompleks. Sesungguhnya yang dibutuhkan oleh warga Papua tidak hanya sekedar pada penyaluran bantuan makanan namun lebih pada seluruh aspek termasuk penanganan dan penyelesaian masalah kelompok kriminal bersenjata (KKB), kemiskinan, kristepatis pendidikan, kesehatan, liberalisasi seksual, krisis, serta kasus kriminal lainnya. Sesungguhnya hal itu memngambarkan adanya ketimpangan pembangunan pada rakyat Papua.

Penerapan sistem ekonomi dan politik yang salah akan membahayakan kehidupan rakyat, seperti pemilihan penerapan sitem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme yang menghendaki negara tidak ikut campur dalam hal kepemilikan apapun termasuk kekayaan alam. Tugas negara hanya sebagai pembuat kebijakan (regulator) yang memuluskan para korporator menguasai SDA yang notabenenya milik rakyat.

Privatisasi SDA menimbulkan kemiskinan yang sitemik buktinya kondisi rakyat negeri ini khususnya Papua yang semakin terpuruk, kapitalisasi SDA oleh pihak swasta telah melahirkan kesenjangan yang semakin lebar antar rakyat dan pemilik modal. Di sisi lain politik demokrasi yang mahal meniscayakan pemilik modal semakin muda mengendalikan kebijakan pemerintah.

Masalah papua dan kaum muslimin sejatinya hanya akan selesai jika rakyatnya hidup dalam naungan Islam, sebab penerapan Islam kaffah akan menjamin hidup sejahtera dan aman. Islam memandang bahwa kesejahteraan dan keamanan warga negara adalah tanggung jawab negara. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw: “Imam (khalifah) adalah raa’iin (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” ( HR. Al-Bukhari).

Dalam Islam kaffah akan menerapkan konsep kepemilikan, di mana sumber daya alam yang menguasai hajat umum memiliki deposit yang terus mengalir menjadi kepemilikan umum yang haram dikuasai individu atau korporasi. Negara diwajibkan mengelola kepemilikan umum tersebut untuk kesejahteraan rakyat melalui anggaran belanja negara yang disebut Baitul Maal.

Pengelolaan tersebut sesuai dengan hadis Raulullah SAW: “kaum muslim berserikat (sama-sama membutuhkan) dalam tiga perkara (padang, air, dan api).” (HR. Abu Dawud dan ibnu Majah).

Penerapan Islam kaffah melalui sistem ekonomi dan politiknya akan mendistribusi kan hasil pengelolaan kekayaan milik rakyat tersebut disemua wilayah tanpa melihat potensi ekonomi dari wilayahnya. Hasil pengelolaaannya kemudian didistribusikan dalam bentuk jaminan kebutuhan dasar rakyat yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang dipenuhi oleh negara secara langsung. Sedangkan Pangan, sandang, dan papan dipenuhi secara tidak langsung.

Sistem Islam akan mewujudkan ketahanan pangan untuk menghindari terjadinya kelaparan termasuk ketika terjadi kekeringan dengan berbagai sebabnya karena itu Islam akan sangat memperhatikan sektor pertanian, menghitung kebutuhan pangan nasional dan akan memetakan daerah yang potensial untuk wilayah pertanian kemudian akan menunjang kebutuhan mereka dan mengoptimalkan industri-industri terkait. Setelah di disitribusikan hasil pangan sesuai dengan kebutuhan perwilayah. Dengan demikian seluruh rakyat bisa hidup sejahtera. Wallahu’alam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 14

Comment here