Opini

Menyoal Fenomena “Marriage is Scary”

Bagikan di media sosialmu

Oleh : Bunda Annisa

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Google Trends mencatat “cerai” menjadi kata kunci dengan pencarian tertinggi sejak akhir Agustus 2025 hingga minggu ketiga Oktober 2025. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2024 terjadi lebih dari 400.000 kasus perceraian dan perdebatan terus menerus menjadi alasan perceraian tertingi. Sedangkan seperempatnya dipicu masalah keuangan (kompas.id 7/11/2025).

Tingginya angka perpisahan pasangan halal ini menunjukkan rapuhnya relasi dalam rumah tangga. Cita-cita awal saat menikah seperti membangun keluarga utuh yang harmonis, menjadi tempat tumbuh kembang yang aman dan nyaman bagi anak, dan lain sebagainya seakan mustahil direalisasikan. Padahal perceraian bukanlah perpisahan biasa. Efek yang dibawa perceraian tidak hanya terpaku pada psikologi pasangan itu sendiri, namun efeknya luas. Mulai dari silaturahmi antar keluarga, krisis kepercayaan diri, dan yang terburuk adalah psikologi anak yang terkorbankan.

Perceraian orang tua tentunya akan meninggalkan trauma psikologi bagi anak. Sering melihat orang tuanya berselisih, silent treatment, hingga puncaknya keduanya memutuskan untuk bercerai tentu meninggalkan kesan negatif dalam diri anak. Meski tidak semua anak mampu mengungkapkan emosi dan kecewa yang dirasakannya, namun akan ada perubahan pola sikap dan pola pikir pada anak baik terjadi secara langsung atau bahkan mengerogoti secara perlahan.

Fitrahnya, anak tumbuh dalam lingkungan keluarga yang harmonis dengan peran orang tua yang hadir secara lengkap dikehidupannya. Peran orang tua sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan pemikiran anak. Peranan ini akan bergeser menjadi bentuk trauma saat anak harus menyaksikan perceraian orang tuanya. Dikhawatirkan trauma psikologis ini jika tidak terdeteksi dan ditangani sejak awal akan berimbas pada berbagai aspek hidup anak kelak. Contohnya yang saat ini banyak terjadi adalah fenomena marriage is scary.

Marriage is scary adalah sebuah istilah viral yang awalnya digaungkan di platform media sosial TikTok. Istilah ini merujuk pada ketakutan netizen yang didominasi Gen Z lajang terhadap pernikahan. Hal ini disebabkan oleh ramainya pemberitaan perceraian dengan beragam alasan. Akibat perceraian diantaranya, banyaknya orang tua yang gagal memberikan pendidikan dan finansial yang layak untuk anak, serta pemberitaan-pemberitaan buruk dalam lingkungan keluarga lainnya (m.kumparan.com 14/08/2024).

Fenomena ini jelas memerlukan perhatian khusus dari pemerintah terkait, hal ini tidak bisa dibiarkan dan dianggap trend lewat semata. Upaya apa saja yang sudah dilakukan pemerintah? Bagaimana dampaknya terhadap fenomena takut menikah ini? Terpenting, bagaimana Islam menghadirkan solusi untuk persoalan ini.

Melihat data perceraian yang tinggi ini tentunya memaksa pemerintah membuat kebijakan-kebijakan untuk menekan angka tersebut. Beberapa upaya tersebut adalah bimbingan pranikah, mediasi di pengadilan, mempersulit proses perceraian, hingga pembinaan bagi ketahanan keluarga juga perlindungan hak anak yang diputuskan saat pengadilan.

Terbaru yang viral adalah tepuk sakinah yang menjadi salah satu prasyarat bagi pasangan yang akan menikah. Meski isi lirik memang menunjukkan pondasi penting dalam rumah tangga, namun nyatanya keberadaan kebijakan ini bukannya membuat gen z tidak takut menikah tapi justru mereka ramai-ramai membuat video parodinya. Kebijakan ini menjadi bukti ketidakseriusan pemerintah menangani persoalan fenomena marriage is scary ini.

Dalam Islam, ikatan pernikahan dianggap sebagai sebuah ikatan suci. Ada akad komitmen suami kepada Allah SWT untuk mengambil tanggung jawab istri dari ayahnya. Penting untuk menanamkan akidah dalam setiap diri individu sehingga tidak membuatnya bermudah-mudahan dalam bercerai. Modal akidah ini akan membuat setiap orang memperhatikan setiap keputusan apakah sesuai syariat atau tidak, terutama karena Allah SWT membenci perceraian.

Dengan sistem Islam, fenomena ini tentunya tidak akan terjadi. Hukum Allah SWT akan mampu menjaga hubungan dalam keluarga dan sosial tetap harmonis dengan berlandaskan ketakwaan. Apapun alasan perceraian akan mampu teratasi jika mau menegakkan syariat Alah SWT. Kaum muda tidak akan takut untuk menikah karena justru yang mereka lihat adalah banyaknya kesempatan ibadah dalam pernikahan. Tidak akan ada ayah yang lalai menafkahi karena negara akan mampu menyediakan lapangan kerja yang kondusif dan islami. Tidak akan ada pasangan suami istri yang terus berselisih dan berdebat, berselingkuh, apalagi KDRT, karena mereka paham peranan masing-masing dan mampu menekan ego karena Allah SWT.

Penjagaan keutuhan rumah tangga ini secara langsung akan membentuk generasi yang tidak takut menikah. Yang ada mereka justru akan mendamba rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warrohmah. Islam menghadirkan konsep keluarga yang utuh, terjaga, dan penuh rahmat. Hal ini bisa menjadi role model bagi generasi muda agar mereka memahami makna pernikahan sesungguhnya. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here