Wacana-edukasi.com — Kepemimpinan adalah amanah termasuk dalam bernegara, ketika harus mengurus kemaslahatan umat agar sesuai dengan tuntunan syariat-Nya. Namun sayangnya, saat ini perilaku munafik ini semakin subur di kalangan para penguasa, pejabat negara, dan politisi. Hal ini merupakan salah satu dampak dari politik demokrasi karena sejak awal politik demokrasi lebih mengutamakan faktor kepentingan. Banyak orang yang memutuskan untuk terjun ke dunia politik pada akhirnya menjadi pemimpin munafik yang terbukti ingkar janji dan menghianati amanah.
Demokrasi sebagai turunan dari ideologi kapitalisme yang di dalamnya juga mengakui sekularisme, menjadi akar masalahnya. Sekularisme yang menolak campur tangan Tuhan (agama) dalam berbagai aktivitas kehidupan, menggiring siapa pun untuk berperilaku bebas tanpa batasan agama maka tak heran jika sekularisme mencetak manusia munafik tak terkecuali para penguasa, pejabat, atau wakil rakyat di negeri ini. Sulit menghentikan segala kemunafikan yang terjadi selama Indonesia masih menerapkan paham sekularisme yang mendewakan hawa nafsunya untuk mengatur kehidupan. Padahal Allah Swt. selalu menyebut kaum munafik dalam makna yang buruk atau negatif. Dalam Al-Qur’an pun Allah Swt. menyebutkan beberapa perilaku orang munafik di antaranya: dusta; khianat; ingkar janji; riya (pencitraan); mencela orang taat; bersumpah palsu; menyebarkan hoax; sombong dalam berbicara dan yang lainnya.
Rasulullah saw. sendiri menyebutkan tiga ciri orang munafik, yakni:
“jika berkata, ia berdusta; jika berjanji, ia mengingkari dan jika diberi amanah, ia khianat.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Hukum yang dibutuhkan untuk mengatur kehidupan tentu tidak bisa bersumber dari manusia yang lemah. Persoalan kemunafikan ini hanya dapat diatasi apabila bangsa ini menerapkan syariah Islam sebagai sistem terbaik, sistem yang diturunkan oleh Sang Maha Pencipta Manusia. Sebagaimana yang difirmankan Allah Swt. dalam Al-Maidah ayat 50 yang artinya:
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
Sabna Balqist Budiman- Bandung
Views: 29
Comment here