Opini

Marak Bunuh Diri pada Anak, Problem Serius Generasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Ditulis oleh : Watini Aatifah

wacana-edukasi.com, OPINI–
Seorang bocah di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri, Korban ditemukan sudah tidak bernyawa di dalam kamarnya, Rabu (22-11-2023) aksi bocah nekad bocah SD (sekolah dasar) itu diduga dipicu karena dilarang bermain HP (hand phone).

Menurut Isnovim, dari keterangan saksi yakni ibu korban, peristiwa tersebut bermula pada Rabu (22-11) pukul 12;30 Wib. ‘’awalnya anak ini terus bermain HP, oleh ibunya ditegur agar berhenti main HP untuk makan siang. Kemudian HP dimintanya,’’ katnya saat HP diminta, bocah ini marah dan lantas pergi masuk ke kamarnya dan mengunci diri. Sore harinya sekitar pukul 15.30 WIB, ibu korban berniat membangunkan anaknya yang dikira masih tidur, agar segera berangkat mengaji TPQ. Namun, setelah beberapa kali pintu kamar diketuk, tidak ada jawabn dari dalam kamar. Melalui lubang pintu, ibu korban mengintip kondisi dalam kamar. Dari celah pintu kecil itu, sudah tergantung dengan menggunakan kain selendang yang dikaitkan di jendela kamarnya yang terletak di atasnya Kasur. Detik.com ( 22-11-2023)

Astaghfirullah, ini miris sekali bocah SD yang umurnya masih di bawah belasan namun sudah berani bertindak nekad mengakhiri hidupnya. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Bocah seumuran anak SD yang sejatinya tidak memiliki beban hidup yang berat. Karena anak SD belum punya beban tanggung jawab seperti harus mencari nafkah atau memikirkan bagaimana membayar uang sekolah dan lain sebagainya karena mereka masih dalam pengawasan orang tua.

Salah satu faktor maraknya anak -anak dan remaja bunuh diri adalah tontonan. Anak bermain HP tanpa pengawasan orang tua ini bahaya sekali. Di HP apa saja ada tinggal pencet dari tontonan anak-anak sampai tontonan orang dewasa. Tontonan prank menyakiti orang lain hingga diri sendiri, joget-joget dan lain sebagainya. semuanya ada. Hal ini akan mempengaruhi cara berpikir anak. Anak menjadi kecanduan berlama-lama di depan layar HP dan berpikir jauh sebelum waktunya. Iya kalau hal positive tapi apakah kita bisa menjamin ketika anak bermain HP tanpa pengawasan orang tua hanya menonton tayangan positive? Tidak, justru yang mereka tonton adalah tontonan yang jauh dari aqidah Islam.

Seperti bunuh diri, mereka tahu dari mana jika bukan dari HP yang mereka tonton tanpa pengawasan orang tua. Sehigga mereka menjadi anak yang cara berpikirnya bersumbu pendek tanpa tahu konsekuensinya. padahal pemerintah punya kekuatan besar untuk mengendalikan tontonan di negeri ini. Namun apalah daya jika yang menjadi tujuan utama pemerintah bukan menciptakan generasi yang beraqidah Islam. tapi hanya soal materi. Ini adalah bukti nyata kegagalan pemerintah dalam mendidik generasi.

Seperti buah strawberi. generasi strawberi juga lembek dan mudah rusak. inilah kondisi anak-anak dan remaja saat ini. Mereka memiliki mental yang lemah dan rapuh. Hal ini diakibatkan dari aqidah yang tidak kokoh. Seperti bunuh diri yang dilakukan anak SD ini dia tidak tahu bagaimana konsekuensinya. Imam Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin melampirkan nabi SAW bersabda; ‘’barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka nanti pada hari kiamat ia akan disiksa dengan sesuatu itu.’’

Imam Nawawi menjelaskan hadits di atas keharaman bunuh diri. Dan bahwa pelaku bunuh diri akan diazab pada hari kiamat dengan cara ia membunuh dirinya sendiri. Demikian sebab balasan itu setimpal dengan perbuatannya. Pemahaman inilah yang tidak dimiliki oleh anak-anak dan remaja saat ini, sehingga mereka mudah sekali mengambil jalan pintas yang tidak jelas ini dan merugikan diri mereka di akhirat kelak. Padahal jika mereka paham akan balasan dari bunuh diri ini pasti mereka tidak akan mengambil jalan tersebut.

Lantas siapa yang harus menanamkan konsep aqidah yang benar?

Terbentuknya aqidah yang benar dan kokoh dimulai dari lingkungan kecil yaitu keluarga. lingkungan keluarga yang shalih dan shalihah. Pola didik dan pengasuhan yang berlandaskan aqidah Islam. Seorang ibu yang bertanggung jawab memberikan pendidikan Islam. dan seorang ayah yang melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya. Semua itu akan membentuk pola pikir dan pola sikap pada anak. Anak ibarat kertas kosong akan dijadikan seperti apa itu tergantung pada orang tuanya. seumuran anak SD belum memiliki filter untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga orang tua menjadi penunjuk arah bagi anak-anaknya tentunya ke jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT.

Pendidikan keluarga hanya lah lingkup kecil. Pada dasarnya negara lah yang memiliki tanggung jawab besar terhadap kesehatan mental anak-anak dan remaja. Negara memiliki peran besar karena negara memiliki kuasa untuk memilih tayangan yang ada di HP. Dalam sistem pendidikan Islam negara akan memperhatikan tumbuh kembang anak dan menjaga kesehatan mental anak dan remaja. Melalui pendidikan yang berkualitas yang berlandaskan aqidah Islam anak-anak akan tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang berkarakter Islam yang kokoh aqidahnya. Sehingga melahirkan generasi hebat dalam berkarya, kuat iman dan mentalnya. Dengan sistem pendidikan Islam tidak ada lagi nyawa yg hilang sia-sia karena mereka tahu tujuan hidup di dunia untuk beribadah dan mempersiapkan bekal pulang kembali ke negeri akhirat. Wallahualam bisowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 46

Comment here