Surat Pembaca

Koruspi Lagi, Sampai Kapan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ahyani R (Pegiat Literasi)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA— Korupsi di negeri ini tidak pernah ada habisnya. Meski telah dibentuk lembaga khusus untuk memberantasnya, tapi belum cukup ampuh untuk menumpasnya. Berita mengenai pejabat terlibat kasus korupsi terus saja bermunculan dan menghiasi pemberitaan di media.

Baru-baru ini, dilansir dari Republika.co.id, Direktur Utama PT. Waskita, Destiawan Soewadjono (DES), ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi penggunaan fasilitas pembiayaan bank PT Waskita Karya Tbk dan PT Waskita Beton Precast Tbk. (29/05/2023). Padahal DES baru terpilih kembali sebagai Dirut di perusahaan konstruksi milik negara tersebut pada Februari 2023.

*Menggali Akar Korupsi*

Tidak malunya pejabat melakukan praktik korupsi tidak lepas dari faktor internal dan juga eksternal. Dari sisi internal, setiap indvidu berpotensi memiliki sifat serakah, tidak pernah merasa cukup, konsumerisme, dan keinginan yang tak pernah habis. Dengan kata lain setiap orang berpotensi untuk melakukan korupsi. Apalagi jika tidak dibentengi dengan self-control yang kuat.

Adapun dari sisi eksternal, erat kaitannya dengan sistem yang kontrol dan sanksi. Sistem pengendalian dan pengawasan yang tidak ketat, termasuk tumpulnya hukuman pada pelaku korupsi, tidak memberi efek jera pelaku. Akibatnya, kesempatan untuk berlaku curang terbuka. Kondisi ini membuka peluang besar bagi indvidu melakukan korupsi.

Jika ditelusuri lebih jauh, semuanya bermuara pada sistem aturan yang diterapkan di masyarakat. Kehidupan sekuler yang memisahkan antara agama dan kehidupan merupakan pusat dari munculnya perilaku menyimpang di masyarakat. Padahal ajaran agamalah yang bisa menjadi self-control bagi seseorang dalam menjalani kehidupan.

Sistem sekuler membentuk pola pikir yang menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa praktik suap menjadi jalan pintas untuk memuluskan urusan, termasuk meraih jabatan. Ketika jabatan diperoleh, pikiran selanjutnya adalah mengembalikan modal yang telah dikeluarkan. Jadilah jabatan menjadi alat untuk memperkaya diri. Dari uang, oleh uang dan dan untuk uang. Inilah bukti bahwa korupsi telah menjadi persoalan sistemis, maka butuh solusi sistemis pula untuk memberantasnya.

*Memberantas Korupsi*

Islam sebagai agama sempurna, memiliki mekanisme dalam mengatasi kemaksiatan. Pelaksanaan sistemnya ditopang oleh tiga asas. Asas ini merupakan kesatuan yang berfungsi sebagai preventif sekaligus kuratif. Sehingga masyarakat tetap berada dalam koridor syariat Allah Ta’ala.

Tiga asas itu adalah pertama, ketakwaan individu. Dorongan keimanan akan menjadikan mukmin berlomba meraih takwa. Iman atau akidah ini menjadi pengontrol tingkah lakunya sehingga tidak akan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan keimanannya. Sebab dia mengetahui pasti bahwa Allah selalu mengawasi. Demikian halnya jika seorang mukmin yang dberikan jabatan. Meski ada peluang untuk curang, keimanannya akan menjadi pengontrol diri untuk menghindarinya.

Kedua, kontrol masyarakat. Budaya amar ma’ruf nahi mungkar di tengah umat efektif mencegah perilaku yang bertentangan dengan syari’at. Ketika ada indikasi penyimpangan, masyarakat yang dilandasi takwa, akan segera bertindak untuk mengingatkan. Termasuk kritis terhadap pejabat atau penguasa. Dengan begitu perilaku yang menyimpang dari koridor Islam dapat dicegah agar tidak meluas. Alhasil, ketakwaan individu pun dipengaruhi dan dibina oleh pandangan masyarakat seperti ini.

Ketiga, ketegasan negara. Negara tampil sebagai pemelihara dan penjaga urusan masyarakat. Juga mengawasi dan mengontrol pelaksanaan hukum Islam. Penerapan sanksi hukum adalah tanggung jawab negara dalam memelihara dan menjaga masyarakat. Ketegasan aturan Islam, efektif memberikan efek jera. Sehingga perilaku kejahatan bisa diminimalisir.

Demikianlah, ketiga asas ini menjadi kekuatan sekaligus penjaga ekistensi hukum syariat di masyarakat. Semuanya dilandasi oleh satu pandangan yaitu takwa. Dengan begitu, kemaksiatan termasuk korupsi dapat dibendung hingga tidak ada celah bagi pelaku korup mengulangi kejahatannya. Wallahua’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 14

Comment here