Opini

Kemaksiatan Generasi Muda Merajalela, Bagaimana Peran Negara?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Galuh Metharia

(Aktivis Muslimah DIY)

wacana-edukasi.com– Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu daerah, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab bagi diri mereka sendiri.” (HR. Hakim, Al Baihaqi, Thabrani).

Sungguh miris, bumi Indonesia makin subur dengan aksi mesum. Kabar berita tentang kejahatan para generasi muda semakin memprihatinkan. Baru-baru ini masyarakat dikagetkan dengan ditemukannya tujuh janin aborsi oleh pihak kepolisian Makassar di kamar kos remaja wanita berinisial NM. Menurut pengakuan NM, janin hasil hubungan gelap di luar nikah dengan kekasihnya SM tersebut telah disimpan selama 10 tahun (detiknews.com, 10/06/2022).

Kasus seperti ini bukanlah yang pertama kali. Masih segar di ingatan masyarakat, seorang anggota polisi berpangkat Bripda pada awal tahun 2022 juga terseret kasus aborsi. Kasus aborsi tersebut mencuat setelah ditemukannya mayat seorang mahasiswi asal Mojokerto yang meninggal di sebelah makam ayahnya. Pada laman halosehat.com pada pertengahan tahun 2021 berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi di Indonesia mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. Lebih parah lagi dalam skala dunia, setiap tahun, tak kurang dari 56 juta kasus aborsi di seluruh dunia.

*Hukum Aborsi di Indonesia*

Di Indonesia sendiri, undang-undang mengenai aborsi telah diatur dalam Pasal 75 UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa aborsi di Indonesia tidak diizinkan kecuali dalam situasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin serta bagi korban pemerkosaan.

Sementara segala jenis aborsi yang tidak termasuk dalam ketentuan aturan undang-undang di atas merupakan tindakan aborsi ilegal. Sanksi pidana yang ditetapkan bagi pelakunya diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang menetapkan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Adapun pihak yang terjerat di dalamnya antara lain oknum dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, pihak perempuannya sebagai klien, dan pihak-pihak lain yang terkait. Memang benar, tindakan aborsi tak melulu soal menggugurkan kehamilan hasil perzinaan di luar nikah, namun bagaimana fakta yang terjadi di tengah masyarakat sekarang?

Mengutip dari Kompas.com 2009, jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2,3 juta. Dari jumlah tersebut 30 persen di antaranya dilakukan oleh remaja. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan peningkatan dan masih menjadi dilema yang belum bisa diselesaikan secara tuntas. Tidak jarang banyak kalangan yang akhirnya memojokkan para remaja sebagai pelaku tunggal. Benarkah demikian?

*Buah dari Rusaknya Kehidupan Sekularisme*

Tak bisa dipungkiri, pergaulan bebas di semua kalangan dan usia saat ini menyebabkan berbagai kasus imoralitas. Pacaran, pelecehan seksual, kehamilan yang tidak diinginkan, perkosaan, hingga aborsi semakin merajalela. Jika kita telaah pemicu dari rusaknya tatanan kehidupan saat ini tidak terlepas dari penerapan sistem sekularisme (pemisahan aturan agama dari kehidupan). Kebebasan dalam berperilaku menjadi standar kehidupan mereka. Bukan lagi agama yang menjadi dasar perbuatannya tapi hawa nafsu (suka dan tidak suka). Akidah sekuler hanya menghasilkan manusia-manusia minus iman dan krisis moral.

Faktor lain yang tak kalah penting yakni pemanfaatan kemajuan teknologi yang tidak bijak. Dunia digital menjadi setengah bagian hidup generasi muda. Namun, produk digital saat ini sudah banyak tercemar dengan sekularisme. Tontonan pornografi pornoaksi mudah diakses, tayangan dan ajang tak mendidik nyaris menjadi konsumsi masyarakat setiap hari.

Rusaknya moral generasi muda juga tidak terlepas dari peran orang tua. Sebab, keluargalah institusi pertama dalam membentuk kepribadian seseorang. Jika keluarga abai, maka anak-anak di dalamnya sangat rentan terbawa arus kemaksiatan. Faktanya, lingkungan masyarakat sekuler menjadikan individu dan keluarga jauh dari nilai-nilai agama dan lebih disibukkan dengan urusan materi duniawi.

*Perubahan Sistem dan Peran Penting Negara*

Rentetan permasalahan yang menyangkut generasi muda sekarang ini merupakan permasalahan sistemis. Jadi, penyebabnya bukan hanya pelaku tunggal, tapi saling terkait satu sama lain. Undang-undang dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah pun tidak mampu menghalau tingginya kasus pelecehan seksual, aborsi, dan tindakan amoral lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasinya dibutuhkan solusi yang sistemis pula.

Negara merupakan pengatur dan pemangku kebijakan. Kehadirannya haruslah menjamin kualitas generasi masa depan. Dari sistem pendidikan harus mampu mencetak generasi terbaik dan membentuk karakter mulia. Negara juga yang mempunyai kekuasaan untuk menyaring dan mengontrol konten dan tontonan yang mengandung kemaksiatan. Namun sayang, dalam sistem kapitalis sekuler peran negara dalam hal ini sangat minimalis. Karena dalam sistem ini yang menjadi patokan hanya kepentingan dan keuntungan bukan keimanan.

Akar permasalahan maraknya kemaksiatan yakni penerapan sistem kehidupan yang salah. Di sinilah peran negara sangat penting. Sistem kapitalis sekuler yang diadopsi oleh kebanyakan negara saat ini telah membuang keimanan yang berakibat maraknya kasus kejahatan. Kapitalisme juga merusak ketahanan keluarga sebagai benteng pertama. Untuk itu dibutuhkan sistem pengganti yang tegak di atas akidah yang lurus yaitu keimanan kepada Allah SWT sebagai Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur.

Islam memiliki aturan yang sempurna. Aturan Allah inilah yang dipastikan mampu menyelesaikan seluruh permasalahan hidup manusia secara komprehensif. Syariat Islam tegak di atas standar halal haram, beda halnya dengan sistem kapitalisme yang menjunjung kebebasan dan hak asasi manusia ataupun kemanfaatan saja. Dalam hal ini implementasi sistem Islam mencakup seluruh aspek di antaranya pendidikan, pergaulan, ekonomi, kesehatan, informasi dan teknologi digital.

Sistem dan ideologi Islam telah terbukti melahirkan individu dan masyarakat yang beradab dan berakhlak mulia. Islam melarang tegas adanya pergaulan bebas, perzinaan dan aborsi akibat KTD dan perkosaan. Penyaluran naluri seksualitas dalam Islam dibingkai dengan perkawinan sah sesuai syariat. Hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan juga tegas dan memberikan efek jera. Inilah bentuk perlindungan dan penjagaan berlapis dalam sistem Islam untuk melawan kasus kejahatan dan tindakan asusila yang ada. Penerapan hukum Islam ini tidak dapat terlepas dari tiga pilar penting yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat yang melakukan amar makruf nahi mungkar dan peran negara. Tentu saja, negara dengan naungan sistem Islam (khilafah) seperti inilah yang dirindukan umat saat ini.

Wallahu A’lam Bish-shawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 18

Comment here