Surat Pembaca

Impor Beras Makin Deras

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nurlaini

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Semakin tinggi tingkat populasi penduduk, maka akan semakin tinggi pula kebutuhannnya. Baik itu sandang, pangan, maupun papan. Hal ini berarti pemerintah harus mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan tersebut tanpa bisa ditunda. Dalam pemenuhannya, Indonesia dikatakan membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras. Impor beras menjadi solusi pragmatis persoalan beras, dan bukan mendasar, bahkan cenderung menjadi cara praktis mendapatkan keuntungan. Kebutuhan memang terpenuhi, tetapi di sinilah petani lokal dirugikan.
Keberadaannya semakin terabaikan dan pemasaran hasil panennya harus bersaing dengan produk dari luar negri. Apakah kebijakan impor kebutuhan pangan ini satu-satunya solusi untuk pemenuhan kebutuhan? Lantas apa kabar nasib kedaulatan pangan kita?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia lyang terus bertambah dan mereka butuh beras.
“Yang kita harapkan adalah kita ini ingin tidak impor beras lagi, tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksinya gak mencapai karena setiap tahun. Kita bertambah yang harus diberikan makan,” kata Jokowi di acara Pembinaan Petani Jawa Tengah, Di Banyumas, Selasa (2/1/2024).

Menurut Jokowi setidaknya ada 4 juta – 4,5 juta bayi yang baru lahir setiap tahun. Sehingga kebutuhan akan pangan seperti beras akan bertambah setiap tahunnya.
“Semua butuh makan, penduduk kita sudah hampir 280 juta jiwa butuh makan, semua butuh beras, butuh beras semua,” tegas Jokowi. (www.cnbcindonesia.com/, 02/01/2024)

Seharusnya negara berusaha untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dengan berbagai langkah. Hal ini termasuk menyediakan lahan pertanian di tengah banyaknya alih fungsi lahan, berkurangnya jumlah petani dan makin sulitnya petani mempertahankan. Apakah begitu sulit mewujudkannya?

Indonesia terletak di daerah tropis yang mengalami musim hujan dan kemarau silih berganti. Hal ini membuat Indonesia mempunyai potensi pertanian yang baik. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air (2006) memperlihatkan total luas daratan Indonesia (adalah sebesar 192 juta ha, terdiri 123 juta ha kawasan budidaya, dan 67 juta ha sisanya kawasan lindung.
Namun yang terjadi, hasil pertanian masih belum bisa menutup kebutuhan pangan. Kenapa bisa demikian? Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah berkurangnya minat masyarakat pada bidang pertanian dan lebih memilih untuk menjadi pegawai serta membiarkan tanah miliknya terbengkalai tanpa diurusi. Turunnya minat masyarakat dalam hal ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, melainkan harus dicarikan solusi.

Masyarakat enggan mengurus lahannya tidak semata-mata karena malas, akan tetapi karena kurangnya perhatian dari negara. Ketika sudah membanting tulang untuk mengolah sawah dan berhasil memanen, petani masih harus menghadapi sulitnya menjual hasil karena bersaing dengan produk impor.

Sumber Daya Alam yang melimpah menjadi sia-sia ketika Pemerintah Neoliberal tidak memiliki kedaulatan pangan karena masih terus menggantungkan pangan pada impor. Kebijakan ini menunjukkan alih-alih memihak petani, pemerintah justru lebih memilih solusi jangka pendek yang menyengsarakannya. Padalah seharusnya negara berkewajiban menjaga dan melindungi rakyat. Dalam hal ini petani, negara sewajarnya berupaya mengoptimalkan produksi dalam negeri. Selain itu, tidak cukup dengan memajukan pertanian, negara juga perlu memiliki kebijakan untuk menolak tekanan asing yang akan memasarkan hasil pertaniannya ke dalam negeri, sehingga petani lokal tidak kesulitan dalam memasarkan hasil pertaniannya.

Adapaun ekstensifikasi pertanian bisa dicapai dengan mendorong agar masyarakat menghidupkan tanah yang mati. Rasululah SAW, bersabda:
“Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya maka hendaknya tanahnya diambil.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadist ini, maka tanah yang diabaikan oleh pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut, hendaknya pemerintah mengambil tanah tersebut dan dialihkan kepada mereka yang memiliki potensi bertani, tetapi tidak memiliki tanah. Jika hal ini diterapkan, diharapkan setiap pemilik tanah akan bertanggungjawab untuk mengolah tanahnya dan menghasilkan produk pertanian.

Permasalahan impor bahan pangan yang terus terulang, kita membutuhkan solusi yang mendasar untuk mengatasinya. Dalam pandangan Islam, negara berkewajiban melindungi kepentingan warga Negara dan mencegah ketergantungan kepada asing. Hal ini bisa dilakukan dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki, potensi alam, maupun sumber daya manusianya. Negara yang berdiri di atas landasan islam bertanggungjawab menyediakan kebutuhan pokok termasuk makanan. Oleh karena itu, negara Islam akan mencari berbagai jalan agar terwujud kedaulatan pangan. Terlebih lagi Islam akan mewujudkan negara adidaya sebagai cita-cita dalam perjalanan panjangnya. Jika demikian, bukankah sudah saatnya) menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam seluruh lini kehidupan.

Wallahu a’lam bi Showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 10

Comment here