Oleh: Wiwi (Pelajar)
Wacana-edukasi.com — Tik-tok adalah platform sosial musik video yang berasal dari Tiongkok. Aplikasi ini dirilis pada September tahun 2016 lalu oleh Zhang Yiming, pendiri Tiutiao. Aplikasi ini sudah tidak asing lagi bagi rakyat Indonesia. Dikutip dari laman The Guardian, jumlah pengunduhnya sudah mencapai 2 miliar pada kuartal pertama tahun 2020.
Meskipun sudah banyak yang mengunduh aplikasi tersebut. Usut punya usut, di balik membuminya Tiktok ternyata aplikasi tersebut pernah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada pertengahan tahun 2018. Alasannya, tiktok bernilai negatif untuk anak “Pelanggaran konten yang ditemukan antara lain bola, asusila, agama peran, dan lain-lain,” kata Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Pangerapan kala itu (kompas.com, 25/2/2020).
Keputusan itu didasari oleh laporan Kominfo dari Kementerian Angkun Perempuan dan Anak (Kemen PPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta masyarakat luas. Namun, pemblokiran tersebut tidak belangsung lama, hanya terhitung satu pekan (3 Juli 2018-10 Juli 2018).
Setelah pemblokiran dibuka kembali, kini Tiktok semakin booming khususnya di kalangan anak muda. Media sosial satu ini memang dikenal sebagai platform-nya generasi z. Karena, secara demografi penggunanya berusia 16-24 tahun. Sejak awal, Tiktok memang menyasar kelompok anak muda di bawah usia 18 tahun.
Dengan dalih berkreativitas dan berkarya, tidak sedikit orang rela menanggalkan rasa malu demi sebuah konten. Baik laki-laki, perempuan, remaja, sampai ibu rumah tangga ikut membuat musik dan video di Tiktok. Tidak ada rasa malu sedikit pun dalam diri mereka ketika membuat konten dengan gerakan-gerakan yang nyeleneh.
Remaja muslim pun ikut meramaikan Tiktok dengan membuat berbagai video yang melecehkan syariat. Membuat video dengan tampilan bertabarruj, bersama yang bukan mahram, bahkan ada juga konten cewek cowok berkumpul. Melanggar hukum syara memang sudah sangat wajar di sistem demokrasi sekuler dengan alasan kebebasan perperilaku.
Miris, hidup di akhir zaman dimana orang-orang berlomba untuk mencapai popularitas. Seseorang berani menjatuhkan harga dirinya atau harga diri orang lain, mengolok-olok sebuah syariat bahkan seorang wanita tidak lagi ragu untuk melepas mahkotanya, yakni rasa malu. Berlomba meruntuhkan rasa malu, beradu menyiarkan maksiat, bersaing menghilangkan fungsi akal demi tercapainya sebuah popularitas.
Membela diri dengan alasan membuat sebuah karya, laki-laki berlagak serperti perempuan. Padahal, dalam sebuah hadis, dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari)
Bermain Tiktok menyerupai perempuan sama saja menjatuhkan harga diri seorang laki-laki, yaitu sikap kepemimpinan. Perempuan yang menampilkan kemolekan diri pada Tiktok dengan menggunakan pakaian layaknya laki-laki. Mereka juga termasuk orang yang dilaknat sebagaimana yang dinyatakan rasul pada hadis di atas.
Malu bagian dari iman, seseorang yang beriman pasti memiliki rasa malu. Malu kepada Allah, seseorang yang malu pada Allah ia akan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Seseorang yang punya rasa malu kepada manusia dan dirinya sendiri tidak akan berani melakukan dosa di hadapan orang lain. Jangankan dosa, melakukan kebiasaan jelek saja dia malu jika ada orang yang melihatnya. Orang yang memiliki rasa malu cenderung dihargai dan disegani, pendapat dan nasihatnya juga didengar masyarakat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah figur yang sempurna dalam akhlak malu. Beliau tidak pernah menjulurkan kakinya ketika sedang duduk bersama sahabatnya. Pada suatu hari beliau lewat dan berpapasan dengan orang yang sedang mandi. Lalu beliau bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah Mahahidup, Mahalembut, dan Mahamenutupi. Allah cinta pada rasa malu dan menutup diri. Jika kalian mandi maka lindungilah diri kalian dari pandangan orang.”
Aisyah radhiallahu ‘anha adalah putri yang sangat pemalu dan menjaga kehormatan dirinya. Suatu saat beliau pernah bercerita, “Ketika aku masuk ke rumahku yang di dalamnya terdapat makam Rasulullah (suamiku) dan ayahku Abu Bakar, aku menampakkan sebagian auratku, dalam hati aku berkata, “Sesungguhnya aku sedang berada di kuburan suamiku dan ayahku.” Akan tetapi, ketika Umar bin Khattab meninggal dan dimakamkan di samping suami dan ayahku, aku tidak pernah menampakkan auratku lagi, karena malu kepada Umar.” Bisa dibayangkan akhlak malu yang dimiliki Aisyah, hingga kepada orang sudah berada di dalam kubur.
Oleh karena itu, patutlah kita sebagai kaum Muslim berkaca dari para sahabat agar tidak terjerumus pada hal berbau maksiat. Gunakanlah media sosial untuk kebaikan dan menebar kebaikan. Bukan mengumbar keburukan
Wallahua’lam bishshawab
Views: 275
Comment here