Opini

Gender Netral, Ilusi Pejuang Kesetaraan Gender

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Novianti

wacana-edukasi.com– Publik dihebohkan oleh ulah mahasiswa baru (maba) Universitas Hasanuddin (Unhas) dalam video yang tersebar di media sosial. Pasalnya, ia mengaku bergender netral. Maba tersebut menolak disebut laki-laki meski sudah diingatkan oleh dua dosennya tentang jenis kelamin yang tertulis di KTP nya.

Asrullah, Ketua Umum PP Lingkar Dakwah Mahasiswa (Lidmi) beranggapan tindakan dosen terhadap maba Unhas merupakan hal yang tepat. Dalam Sisdiknas disebutkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Sedang pengakuan gender netral merupakan perilaku menyimpang yang melanggar norma-norma agama. Menurutnya, konstitusi memberikan kebebasan berekspresi namun tidak boleh melanggar norma kesusilaan, norma agama, norma hukum dan norma sopan santun. Hingga saat ini, negara hanya mengakui dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. (liputan6.com, 22/08/2022)

Namun, sayang sekali peristiwa ini menimbulkan polemik bahkan Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa, justru memberikan sanksi terhadap kedua dosen yang telah mengusir maba tersebut. Sedang maba tetap bisa mengikuti kegiatan belajar di kampus. (kumparan.com, 22/08/2022)

Peristiwa ini memicu banyak pertanyaan tentang konsep gender netral. Istilah yang masih belum popular di Indonesia namun mendadak jadi perbincangan khalayak ramai.

Apa itu Gender Netral

Istilah gender berbeda dengan jenis kelamin, ia adalah sifat atau perilaku yang dilekatkan pada seseorang yang dibentuk secara sosial atau budaya. Gender adalah keadaan individu yang lahir sebagai laki-laki atau perempuan yang kemudian memperoleh pencirian sebagai laki-laki atau perempuan berdasarkan atribut maskulinitas atau feminitas yang melekat padanya.

Identitas gender sendiri adalah perasaan internal seseorang tentang dirinya apakah laki-laki atau perempuan atau bukan keduanya. Mereka yang tidak mendefenisikan dirinya sebagai laki-laki atau perempuan disebut non-biner atau netral. Saat ini berkembang 8 identitas gender sebagaimana yang dilansir oleh cnnindonesia.com (22/08/2022).

Sebelumnya sudah ada yang mengaku sebagai non-biner diantaranya penyanyi Demi Lovato, Sam Smith, Janelle Monae, dan Roby Rise. Secara tampilan, semuanya menunjukkan sebagai seorang laki-laki atau perempuan tapi mereka menolak diidentikan dengan jenis kelaminnya.

Tidak diketahui kapan istilah ini muncul namun erat kaitannya dengan sejarah panjang perilaku penyuka sesama jenis yang akhirnya menimbulkan kekacauan berpikir dan kerusakan pola hubungan manusia. Ada yang merasa memiliki gender selaras dengan jenis kelaminnya, tetapi ada yang tidak ingin dikategorikan sebagai laki-laki atau perempuan karena tidak merasa sebagai salah satu dari keduanya. Seseorang bergender netral, bisa memiliki ketertarikan seksual kepada yang berlain jenis atau sama jenis, bahkan bisa biseksual yaitu ketertarikan seksual terhadap keduanya.

Sistem Demokrasi Lahan Subur bagi Penyimpangan Perilaku

Kejadian di Unhas itu sangat memprihatinkan mengingat Unhas adalah PTN terbesar di wilayah Indonesia Timur. Tidak ada sanksi yang diberikan malah maba tersebut tetap diizinkan mengikuti perkuliahan dengan alasan Unhas adalah kampus inklusif. Ketidaktegasan kampus dikhawatirkan membuat kelompok dengan perilaku menyimpang semakin berani menunjukkan eksistensi dirinya. Kondisi yang juga tidak lepas dari pembiaran oleh negara selama ini bahkan terkesan melindungi.

Sebelumnya, masyarakat sempat dihebohkan oleh podcats Deddy Corbuzier yang mengundang pasangan gay Ragil Mahardika dan Frederik Vollert. Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan negara tidak memiliki kewenangan melarang Deddy menampilkan L68T di akun YouTube-nya dengan alasan Indonesia adalah negara demokrasi dimana setiap orang bebas berekspresi.
Pernyataan Mahfud MD sebagai bagian dari pemerintah, saat menyikapi podcats Deddy Corbuzer mengonfirmasi sistem demokrasi tak akan mampu memberantas pelaku kemaksiatan termasuk yang mengaku gender netral. Kebebasan berekspresi sangat dijunjung dalam sistem demokrasi meski melanggar aturan agama.

Bukan mustahil, suatu ketika Indonesia bisa seperti negara terdekatnya Thailand dan Vietnam yang sudah melegalkan hubungan sesama jenis. Sebentar lagi Singapura mengikuti. Keputusan ini diumumkan PM Lee Hsien Loong di TV nasional setelah bertahun-tahun menjadi perdebatan sengit (republika.co.id, 22/08/2022). Apalagi kesetaraan gender menjadi sebuah kampanye global yang didukung PBB dan berbagai lembaga internasional.

Sistem demokrasi akan mengakselerasi kontruksi sebuah masyarakat di mana hukum agama sudah tidak lagi bernilai. Tak heran, kemaksiatan, perilaku menyimpang termasuk yang mengaku bergender netral akan terus berkembang biak dengan bersembunyi di belakang dalih hak asasi.

Kasus pengakuan maba bergender netral seharusnya menjadi bahan kontemplasi bagi penyelenggara negara. Pengelolaan negara yang tidak berbasis pada dimensi transenden memunculkan berbagai kekacauan pemikiran dan perilaku. Manusia semakin sulit berfikir sehat, jiwanya sakit, sehingga kehidupan di masa depan terancam.

Islam Menanamkan Identitas Jenis Kelamin

Allah berfirman hanya ada dua jenis manusia yaitu laki-laki dan perempuan sebagaimana disebutkan dalam surah Al Hujurat ayat 13,” “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal….” Dalam surah Ali Imran ayat 36, Allah menegaskan laki-laki tidak sama dengan perempuan, masing-masing memiliki tugas khusus sesuai kodratnya.

Kedudukan amal sholeh keduanya tidak dibedakan sebagaimana disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 195 , “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” Dalam Syariat Islam terkandung aturan-aturan khusus perempuan dan laki-laki serta bagaimana interaksi diantara keduanya.

Karenanya, pengenalan identitas jenis kelamin harus dikuatkan sejak dini kemudian ketika memasuki usia mumayyiz dilatih melaksanakan syariat Islam sesuai dengan jenis kelamin. Batasan aurat laki-laki dan perempuan berbeda, kewajiban laki-laki dan perempuan ketika sudah baligh dan berkeluarga tidak sama, ada aktivitas yang bisa dilakukan oleh laki-laki tapi tidak berlaku bagi perempuan atau sebaliknya. Bahkan Islam melarang seseorang berperilaku tidak sesuai jenis kelaminnya seperti yang disebutkan dalam hadis,” Rasulullah saw. telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang berpenampilan seperti laki-laki ,”(HR Bukhari).

Karenanya, tidak ada tempat bagi seseorang yang mengaku bergender netral dalam Islam. Hal ini tidak ada dalam pembahasan kitab-kitab para ulama kecuali yang disebut khunsa yaitu orang yang berjenis kelamin ganda atau yang tidak memiliki alat kelamin sama sekali.

Pengakuan gender netral merupakan pelanggaran terhadap fitrah yang sudah Allah tetapkan dan hanya merupakan ilusi dari para pelaku kesetaraan gender. Ini harus menjadi keprihatinan sangat besar karena akan menghancurkan hubungan antar manusia dan sendi-sendi dalam keluarga. Karenanya, kehidupan manusia dalam bingkai sistem demokrasi harus segera diakhiri karena menjadi pangkal dari berbagai kerusakan di bumi ini.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 35

Comment here