Opini

Filisida Maternal: Cermin Kehidupan Sistem yang Sakit

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Windih Silanggiri (Pemerhati Remaja)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Baru-baru ini, kita telah dikejutkan dengan kasus seorang ibu yang tewas bunuh diri setelah meracuni kedua anaknya. Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sebelumnya juga terjadi pada Jumat, 5 September 2025, seorang ibu berinisial EN (34) ditemukan tewas gantung diri dan dua anaknya usia 9 tahun dan 11 bulan diduga diracun di sebuah rumah kontrakan di Banjaran, Kabupaten Bandung (antaranews.com, 5-9-2025).

Kejadian serupa juga terjadi di Kabupaten Barang, Jawa Tengah. Dua anak perempuan kakak beradik berusia 6 dan 3 tahun ditemukan tewas di Pantai Sigandu. Ibunya berinisial VM (31) ditemukan bersembunyi di dalam toilet portabel di sekitar lokasi kejadian.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan bahwa kasus ini terkategori filisida maternal. Filisida Maternal atau Maternal Filicide adalah tindakan yang disengaja oleh ibu kandung atau ibu tiri untuk membunuh anak mereka sendiri.

Akibat Sistem Kapitalisme
“Kasih ibu sepanjang masa”

Sebuah judul lagu jaman dulu yang populer untuk mengenang jasa seorang ibu. Ibu yang seharusnya adalah orang yang paling besar kasih sayangnya pada anak, orang pertama yang menjaga, mengasuh, dan mendidik anaknya. Kini, judul lagu itu sudah tidak bermakna lagi.

Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman dan teraman bagi anak. Kini, menjadi tempat paling berbahaya. Pelaku pembunuhan bukan lagi orang luar, melainkan orang terdekat anak.

Banyaknya kasus yang terjadi akhir-akhir ini, tentu ada faktor penyebab, kenapa seorang ibu tega menghabisi nyawa anaknya sendiri. Menurut Psikolog Klinis Forensik lulusan Universitas Indonesia, A. Kasandra Putranto, menjelaskan bahwa faktor munculnya kasus ini bisa karena masalah psikologi, sosial ekonomi, dan minimnya dukungan kesehatan mental.

Jika ditelusuri kasus filisida maternal ini, setidaknya terdapat 5 istilah motif pembunuhan:

Pertama, Altruistic filicide, yaitu pembunuhan terhadap anak untuk mencegah penderitaan mereka. Karena sudut pandang orang tua bahwa mereka tidak ingin anaknya menderita di kehidupan yang penuh dengan kesulitan.

Kategori ini terbagi lagi menjadi dua yaitu Filicide–suicide, yaitu pembunuhan terhadap anak yang diikuti dengan bunuh diri orang tua dan filicide to relieve or prevent suffering, yaitu pembunuhan terhadap anak untuk mencegah penderitaan mereka, baik penderitaannya nyata maupun masih dalam persepsi atau khayalan mereka. Kondisi ini bisa terjadi akibat dari pernikahannya yang tidak harmonis bersama suaminya, ada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan himpitan ekonomi yang semakin hari semakin sulit dijalani.

Kedua, Acute psychotic filicide, yaitu pembunuhan terhadap anak oleh orang tua yang menderita gangguan psikotik akut tanpa motif yang jelas dan disertai dengan gejala delusi atau halusinasi.

Ketiga, Unwanted child filicide, yaitu pembunuhan terhadap anak karena tidak menginginkan kehadiran anak. Biasanya disebabkan oleh orang tua yang tidak merencanakan kehamilan, hamil di luar nikah, faktor tekanan finansial.

Keempat, child maltreatment filicide, yaitu pembunuhan terhadap anak yang terjadi akibat penganiayaan secara fatal.

Kelima, Spousal revenge filicide, yaitu pembunuhan terhadap anak sebagai bentuk balas dendam terhadap pasangan. Kondisi ini dipicu oleh suami istri yang saling membenci, tidak akur, faktor ekonomi, perselingkuhan, atau perselisihan hak asuh anak.

Jika kita melihat lebih dalam, maka kita akan temukan bahwa kasus filisida maternal ini bisa dilihat dari aspek:

Pertama, faktor krisis kesehatan mental. Banyak pelaku mengalami gangguan jiwa berat. Sayangnya, mereka tidak tertangani dengan baik akibat stigma negatif dan minimnya layanan kejiwaan. Mereka dianggap “lemah” atau “tidak stabil” sehingga enggan mencari bantuan karena takut.

Menurut data BPJS Kesehatan 2025, dengan kondisi ini hanya 10% fasilitas kesehatan mental di Indonesia yang memenuhi standar WHO, dengan mayoritas terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Pasien di daerah terpencil seringkali harus menempuh perjalanan 4-6 jam untuk mencapai psikiater terdekat. Selain itu, anggaran kesehatan mental masih di bawah 5% dari total APBN sektor kesehatan. (sekitarkaltim.id, 12-5-2025)

Kedua, faktor sosial masyarakat. Sistem Kapitalisme memandang bahwa standar kebahagiaan dalam hidup adalah terpenuhinya kepuasan materi. Gaya hidup hedonis dan konsumtif akan membuat setiap individu rakyat berlomba-lomba untuk hidup flexing.

Ketiga, faktor ekonomi. Sebagai akibat dari penerapan Sistem ekonomi Kapitalisme, banyak keluarga yang mengalami kesempitan hidup. Ketika kebutuhan dasar sulit terpenuhi, akan tercipta tekanan luar biasa pada kepala keluarga.

Keempat, faktor spiritual yang menggerogoti keluarga. Pasangan suami istri tidak memahami tujuan, hakikat, dan ilmu membangun keluarga sakinah mawadah wa rahmah (samara). Akibatnya rentan terjadi cekcok dalam rumah tangga yang berujung kekerasan, bahkan pembunuhan yang di lampiaskan pada anak.

Inilah wajah Sistem Kapitalisme. Sebuah sistem yang menjauhkan agama dari tatanan kehidupan, sehingga memunculkan watak seorang ibu yang jauh dari fitrah penciptaannya. Kapitalisme telah gagal melindungi keluarga, malah justru membuat keluarga menjadi rapuh.

*Islam Menjaga Kesehatan Mental Ibu*
Islam bukan hanya agama spiritual, melainkan sebuah agama politik yang memiliki seperangkat aturan untuk mengatur seluruh urusan manusia. Islam hadir sebagai solusi sempurna, menyentuh akar persoalan, dan menghadirkan sistem hidup yang adil dan penuh kasih. Islam akan mampu menciptakan keluarga yang kuat dan menyehatkan jiwa. Di antara pengaturan dalam Islam, adalah:

Pertama, pembinaan keluarga berbasis akidah.
Islam mengajarkan bahwa tujuan berumah tangga adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Kerangka berfikir demikian akan memunculkan pemahaman yang unik terhadap kehidupan. Ketika calon pasangan suami istri siap berumah tangga, maka mereka akan menjadikannya sebagai sarana untuk meraih rida Allah. Sehingga akan terwujud keluarga samara.

Jika mereka ditimpa ujian, maka mereka tidak akan mudah larut dalam kesedihan karena mereka memahami bahwa ujian yang Allah berikan adalah wujud kasih sayang Allah. Mereka akan menggunakan ujian ini sebagai sarana untuk meraih pahala.

Kedua, negara wajib menjamin kesejahteraan.
Dalam Islam, pemimpin adalah raa’in yaitu pengurus urusan umat.
Rasulullah saw. bersabda,
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).
Khalifah akan memastikan bahwa setiap individu rakyat akan mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar dengan mudah, yaitu sandang, pangan, dan papan.

Seorang ibu tidak akan dituntut untuk mencari nafkah, sehingga tugas ibu sebagai pendidik pertama dan utama bisa dijalankan dengan baik dan sempurna. Nafkah mereka akan dijamin oleh kepala keluarga atau para walinya. Khalifah akan memudahkan setiap kepala keluarga untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Bagi kepala keluarga yang lemah baik fisik maupun mental, akan mendapatkan bantuan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pemenuhan kebutuhan dasar secara jama’i yaitu kesehatan, pendidikan, dan keamanan akan diberikan oleh negara dengan gratis dan mudah untuk diakses. Semua itu akan bisa terwujud ketika menggunakan Sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, sumber daya alam akan dikelola oleh negara secara amanah. Sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh setiap individu rakyat bukan segelintir orang. Jika kebutuhan dasar terpenuhi, maka tekanan hidup yang menjadi pemicu stress akan bisa diminimalisir.

Ketiga, penegakan hukum yang adil dan manusiawi.
Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sungguh imam (Khalifah) adalah perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengan dirinya.” (HR Muslim).
Khalifah sebagai pelindung umat akan mengontrol setiap media informasi. Informasi yang merusak akal dan mental akan dilarang tayang. Jika ada pelanggaran, maka akan diberikan sanksi yang tegas.

Islam akan menetapkan hukuman tegas bagi pelaku filicide. Namun, jika terbukti mengalami gangguan jiwa, Islam memerintahkan untuk melakukan perawatan, bukan penghukuman.

Demikianlah pengaturan dalam Islam untuk menjaga kesehatan mental seorang ibu. Mereka tidak akan dibebani dengan pencarian nafkah. Seorang ibu akan menjalankan perannya sebagai madrasah ula sehingga akan mampu mencetak generasi yang tangguh dan siap mengisi peradaban mulia nan agung. Berharap pada sistem yang sakit untuk menyelesaikan masalah kesehatan mental, bagaikan menegakkan benang basah. Tidakkah para ibu ingin kesehatan mentalnya terjaga?

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here