Opini

Dunia Pendidikan Butuh Solusi Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Bunda Dee (Ibu Rumah Tangga, Member Akademi Menulis Kreatif)

Wacana-edukasi.com — Dunia pendidikan kembali dirundung permasalahan pelik. Belumlah tuntas masalah kurikulum Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) akibat pandemi yang belum beranjak, saat ini ditambah dengan kurangnya tenaga guru. Seperti kita ketahui bersama pendidikan adalah kebutuhan pokok bagi setiap individu masyarakat. Di samping kematangan kurikulum, sarana pendidikan, anggaran yang mencukupi, dan lain sebagainya, ketersediaan guru yang memiliki kemampuan di bidangnya menjadi penunjang terpenting dalam dunia pendidikan. Namun sayang, semua komponen penunjang pendidikan tersebut tengah mengalami banyak masalah.

Dilansir dari PojokBandung.com. Yayat Sumirat, anggota DPRD Kabupaten Bandung terkejut melihat kekurangan guru di Kabupaten Bandung, sekitar 7.221 untuk guru SD dan 1.139 untuk guru pendidikan agama. Melalui Badan kepegawaian dan Pengembangan Sumber Manusia, Pemerintah Kabupaten Bandung mengajukan usul perekrutan tenaga kerja guru dan kesehatan sebanyak 1.780 orang.

Yayat pun meminta berbagai pihak terkait untuk mengakomodir guru honorer agar mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, hal ini masih mengalami kendala karena masih ada guru honorer yang belum sarjana.
Bila diamati, permasalahan kurangnya tenaga didik ini menjadi problem serius bagi dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini bukan pertama kali terjadi, karena pada tahun 2018 lalu pun pemerintah pernah merencanakan mengangkat sekitar 100 ribu guru honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menutupi kekurangan tenaga didik, dengan harapan di tahun 2024 mendatang tenaga guru sudah terpenuhi. Tentu saja, pelaksanaannya tergantung pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dengan mempertimbangkan biaya yang ada.

Tidak bisa dipungkiri selama ini anggaran biaya yang disediakan pemerintah bagi pendidikan sangatlah minim. Sehingga berakibat tidak mampu menggaji bagi guru-guru baru demi memenuhi kekurangan. Permasalahan bukan kosongnya calon guru. Kalau alasannya guru honorer belum semuanya sarjana, berarti harus ada upaya dari pemerintah agar mereka mencapai sarjana. Selain guru honorer, masih banyak calon guru dari alumni perguruan tinggi calon guru yang membutuhkan lapangan kerja terutama bagi laki-laki sebagai calon kepala rumah tangga tiap tahunnya.

Mengapa pemerintah begitu kesulitan memaksimalkan pembiayaan di bidang pendidikan, padahal semakin kesini biaya pendidikan yang harus ditanggung masyarakat begitu mahal? Pemerintah hanya memenuhi sekian persennya, tidak sepenuhnya?
Jawabannya pertama, karena pendidikan diprivatisasi, menjadi ajang bisnis. Tidak diposisikan sebagai kewajiban negara. Akhirnya tidak serius mengatasi kekurangan, sejalan dengan paradigma pendidikan yang kapitalistik. Kedua, ketidakmampuan negara membiayai pendidikan diakibatkan pengelolaan sistem ekonominya yang liberal, berpihak pada para kapital. Sumber daya alam tidak dinikmati oleh masyarakat tapi oleh para pemilik modal. Kekayaan melimpah tidak berimplikasi pada kesejahteraan rakyat sebaliknya menyengsarakan. Memenuhi kekurangan guru saja masih kesulitan apalagi menggratiskan seluruh biaya pendidikan bagi warganya.

Ada kuantitas, ada lagi kualitas, keduanya sama-sama penting. Kurang guru akan menghambat proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Kualitas guru yang rendah akan berpengaruh kepada out put, sebab guru berfungsi selain menyampaikan bahan ajar, juga menjadi contoh, membimbing dan mengarahkan. Artinya sedikit banyak berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak didiknya. Ada guru yang hedonis, melakukan pelecehan seksual, tidak taat syariat, mengajarkan pemahaman barat dan menjauhkan pemahaman Islam. Fakta yang sering kita temukan dalam kehidupan nyata ataupun dari berita.

Penyebab semua itu tiada lain karena Indonesia menerapkan sistem kapitalisme sekularisme. Kapitalisme menghasilkan perbuatan ditimbang dengan untung dan rugi. Pemerintah menganggap rugi kalau menggratiskan seluruh pembiayaan pendidikan, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh negeri-negeri Islam. Sekularisme yaitu paham memisahkan agama dari kehidupan, mau tidak mau berdampak kepada lepasnya aturan agama (Islam) sebagai panduan dalam melakukan aktivitas. Pendidikan semakin sekular, tenaga didiknya sekular, out put-nya pun sekuler: miskin akhlak, jauh dari ketaatan.

Negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler akan membentuk masyarakat termasuk generasinya juga kapitalis sekuler. Begitu pula sistem Islam/khilafah, secara pasti akan membentuk masyarakat dan generasinya islami. Artinya seluruh permasalahan pendidikan bermuara kepada ideologi apa yang diadopsi negeri ini. Tidak bisa yang diperbaiki hanya permasalahan cabang sedangkan hulunya tidak pernah dipersoalkan.

Oleh karena itu, sejatinya negara harus menyadari kesalahan mendasar bagi dunia pendidikan dan mencoba keluar dari kesalahan. Jika ternyata sistem kapitalis yang menjadi penyebab maka tentu solusinya negara harus menanggalkan sistem tersebut dan menggantinya dengan sistem yang benar.
Sistem yang dimaksud adalah Islam. Sejarah membuktikan ketika Islam menjadi pandangan hidup, maka seluruh permasalahan kehidupan mampu tersolusikan. Begitu juga dalam aspek pendidikan, negara khilafah pada masa lalu mampu menghasilkan generasi yang berkualitas.

Di dalam sistem pendidikan Islam, dari mulai kurikulum, pengadaan guru hingga pengelolaan sekolah, dijalankan sesuai aturan Islam. Perhatian negara pada guru begitu besar, terlebih lagi ditopang dengan sistem ekonomi yang tangguh sehingga negara memiliki anggaran cukup besar bagi dunia pendidikan.

Dalam sistem Islam, pendidikan dapat diakses oleh siapa pun secara gratis; kaya, miskin, tua muda, Muslim, bahkan nonmuslim sekalipun.

Demikianlah, betapa syariat Islam memposisikan ilmu sebagai investasi berharga. Mencari ilmu hukumnya wajib, maka negara akan sangat memperhatikan unsur penunjang suksesnya proses pendidikan. Sarana prasarana, kuantitas maupun kualitas guru. Sistem Islam menjamin terselenggaranya pemerintahan yang bersih, cepat dan siap melayani serta bekerja keras untuk segera menyelesaikan semua persoalan rakyat.
Dengan demikian jelas sudah, penyelesaian problem kekurangan guru ini hanya bisa diselesaikan melalui tegaknya sistem khilafah Islam. Keterpurukan ini harus segera diakhiri dengan kembali kepada penerapan aturan Allah Swt. Karena nyatanya, hanya syariat Islamlah yang menjadi hukum terbaik yang pantas untuk diterapkan, sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an surah Al maidah ayat 50 yang artinya:

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin.”

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 23

Comment here