Opini

Diskon Vonis Pinangki, Hukum Sekuler Menyayat Hati

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ekky Marita, S.Pd.    

(Pendidik)

Islam dengan kesempurnaan aturannya menyediakan solusi atas berbagai persoalan manusia

Wacana-edukasi.com –Persoalan korupsi yang melanda negeri ini semakin tak terkendali. Bermunculannya para aktor baru sebagai terdakwa kasus suap membuat publik hilang kepercayaan pada petinggi negeri. Demi kepentingan sepihak mereka halalkan berbagai cara dan keputusan yang berujung pada kesengsaraan rakyat. Tak cukup sampai di situ, baru-baru ini masyarakat dibuat geram akan adanya indikasi kuat “discount punishment” diseputar para koruptor.

Dikutip dari detiknews (21/06/2021), “Vonis jaksa Pinangki Sirna Malasari disunat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi hanya 4 tahun penjara dari semula dihukum 10 tahun oleh majelis hakim tingkat pertama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jaksa penuntut umum belum bersikap terkait vonis banding penerima suap Djoko Tjandra itu. Padahal Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. terbukti secara sah melakukan korupsi, suap USD 450 ribu dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA), tindak pidana pencucian uang, dan pemufakatan jahat”.

Beberapa pertimbangan hakim mengurangi hukuman Pinangki. Pertama, Pinangki mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya, serta mengikhlaskan dipecat dari profesinya sebagai jaksa. Kedua, ia seorang ibu dari anaknya yang masih balita (usia 4 tahun), sehingga dianggap layak diberi kesempatan mengasuh dan memberikan kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan. Ketiga, sebagai wanita ia harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil. Alasan tersebut (nasional.tempo.co, 14/6/2021).

Jelas nampak makna keadilan hukum saat ini adalah tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Meski terbukti korupsi jelas – jelas mengkhianati amanah jabatan, dan rakyat. Namun, penegak keadilan menutup mata dan menganggap ringan persoalan ini.

Berdalih potongan hukuman karena ia seorang ibu dan memiliki balita sehingga butuh perawatan, juga terlihat pilih kasih. Sebab ada beberapa ibu yang memiliki anak juga ditahan dan tanpa potongan hukuman. Sebut saja Angelina Sondakh yang sama – sama terlibat skandal korupsi, tetapi pengadilan menolak alasan single parent dan kebutuhan merawat anak. Bahkan meski single parent, ada pula ibu yang akhirnya bersama anaknya di penjara.

Jika memperhatikan profesi sebagai jaksa, Pinangki lebih layak dijatuhi hukuman berat karena dia adalah penegak hukum yang harusnya sebagai garda terdepan menegakkan keadilan malah menjadi pelaku korupsi. Mengapa saat ini keadilan telah mati di tangan penegak hukum sendiri ?

Hukum Sekuler Rawan Pesanan

Keputusan hakim pengadilan telah menyayat hati rakyat. Kejahatan pidana yang dilakukan oleh seorang jaksa bisa diringankan hingga pemotongan hukuman. Padahal hukumannya tak sebanding dengan kerugian negara dan rakyat yang ditanggung akibat kejahatannya. Lalu kemana publik mengharapkan keadilan?

Wajar jika publik menilai keadilan berputar mengikuti kehendak kekuasaan. Siapa yang berkuasa merasa leluasa memanipulasi hukum sesuai kepentingan. Sekelas kekuasaan dilingkup kehakiman pun mampu disetir pihak berkepentingan. Inilah yang terjadi jika hukum sekuler diterapkan.

Hukum berputar pada poros hegemoni kepentingan. Hukum dibentuk dari suara terbanyak yang mana suara terbanyak sebagai standar kebenaran. Bahkan belum tentu mayoritas suara adalah keadilan. Dari sinilah hukum sekuler tak akan membuat efek jera dan menghentikan tindak kejahatan. Melainkan hukum sekuler rawan dengan kepentingan. Lalu bagaimana keadilan bisa ditegakkan?

Islam Tegakkan Keadilan

Islam dengan kesempurnaan aturannya menyediakan solusi atas berbagai persoalan manusia. Aturannya berasal dari Pencipta manusia yaitu Allah SWT. Sehingga hukum di dalamnya dan kebenaran dari Allah SWT yang Mahaadil. Rasulullah SAW memberikan contoh nyata penerapan hukum Islam yang membawa rahmat dan keadilan.

Hukum digali dari Al-Qur’an, sunnah, ijma’ sahabat dan qiyas. Kejelasan sumber hukumnya menghindarkan dari perselisihan, karena rujukannya adalah wahyu Allah. Sanksi yang diberikan tegas sebab tegaknya hukum sebagai pencegah untuk berbuat maksiat dan penebus dosa di akhirat. Tentunya sanksi (jarimah) dalam aspek hukum tidak bisa berdiri sendiri, tapi butuh terintegrasi dengan aspek lainnya seperti ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya. Semua aspek harus diatur pula dengan syariat Islam yang terhimpun dalam satu sistem Islam yaitu khilafah.

Hukum Islam tidak boleh pandang bulu terhadap siapapun. Rasulullah SAW bersabda,
“Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun, jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Bukhari no 6788 dan Muslim no. 1688).

Oleh karena itu solusi mengakhiri kedzaliman yang terjadi adalah tegaknya hukum Islam di bawah naungan khilafah. Sudah saatnya mengganti hukum sekuler yang hanya menyayat hati rakyat.

Wallahua’lam Bisshowa’ab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 1

Comment here