Syiar IslamTabligul Islam

Corona Menghantam Dunia

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Lestari Umar

Maret, 2020

Wacana-edukasi.com — Siang hari ini cuaca kota Jayapura sangat terik seperti biasanya. Tepat pukul satu siang, kuputuskan untuk membeli minuman dingin di kedai aneka jus milik tetangga dekatku. Jus buah naga adalah pilihan yang tak pernah salah untuk memberikan sensasi segar di cuaca seperti saat ini, aku memesannya empat gelas untukku dan anak-anak tercinta di rumah.

“MasyaAllah segarnya. Alhamdulillah.” Kuucap syukur kepada sang pencipta buah yang telah menciptakan maha karya luar biasa. Anak-anakpun terlihat senang ketika menyeruput jus yang memiliki rasa asam yang khas ini.

“Alhamdulillah,” ucap mereka secara serempak saat kuingatkan untuk bersyukur atas rezeki yang telah Allah berikan ini.

“Mi, saya mau mandi” ucap putri bungsuku yang berusia empat tahun, ia terlihat telah lebih dulu menghabiskan jus miliknya.

“Masih siang de, mau mandi?” tanyaku padanya.

“Panas, Mi,” ucapnya kemudian

“Oh, ade Khoirunisa kepanasan, ya? Oke kalau begitu, boleh. Sebentar saja mandinya yaa.” Kuturuti permintaannya seperti biasa. Tinggal di kota yang senantiasa memiliki cuaca panas seperti ini, membuat kami terbiasa juga mandi di siang hari sekadar untuk menyegarkan badan. Khoirunisa tampak melompat dengan riang.

“Yeee … asyiiik!”

“Mi, saya juga, ya?” Anak keduaku juga menginginkan hal yg sama seperti adik kecilnya.

“Saya juga, Mi.” Putra sulungku terlihat cepat-cepat menghabiskan jusnya dan lari lebih dulu ke arah kamar mandi.

“Tidak usah rebutan kamar mandinya. Tidak boleh mandi sama-sama, ya. Ayo bergantian.”

Begitulah keadaan rumah setiap harinya. Ramai oleh riuh suara malaikat-malaikat kecilku dengan berbagai polahnya.

Adzim, putra pertamaku. Lelaki satu-satunya di antara dua saudaranya yang lain. Pintar mengasuh adik-adiknya, sering ia ajak bermain dan tak jarang diganggunya juga. Namun, semua masih dalam batas kewajaran, sesuai usia mereka yang masih sekolah dasar dan taman kanak-kanak. Kurasa semua itu adalah bagian dari proses perkembangan mereka. Hanya saja, aku sebagai orang tua yang perlu banyak belajar lagi dan lebih sabar lagi dalam mendidik mereka.

Inqilaby, putri keduaku terlihat mengintip dari balik pintu kamar mandi. Gadis cilik berusia lima tahun itu sudah tampak segar dari sebelumnya. Ia adalah anak yang mandiri, bahkan sejak balita. Tak pernah rewel, selalu sehat, namun cenderung pendiam. Mungkin karena saking pendiamnya, jarang sekali kudengar ia merengek minta ini dan itu. Kuhampiri ia di pintu kamar mandi untuk memberinya handuk pink kesayangannya.

“Jazakillah khoiron Umi,” ucapnya.

Sekolah di taman kanak-kanak Islam terpadu membuatnya fasih melafalkan kalimat-kalimat sederhana dalam bahasa Arab. Alhamdulillah, pembiasaan-pembiasaan yang baik dari sekolah senantiasa ia praktikkan di rumah. Aku hanya bisa bersyukur melihat sikap putri keduaku itu.

“Sekarang gantian Kaka yang mandi, Nisa belakangan.” Adzim bergegas memasuki kamar mandi. Ia tampak berlari-lari kecil.

“Sabar, ya, Nisa. Kakak- kakak dulu,” ucapku pada si bungsu. Ia mengangguk.

Selesai mandi anak-anak sudah terlihat segar. Tak lama kemudian mereka sudah terlelap dalam tidur siangnya. Jika sudah begini, maka ini adalah waktu yang tepat untukku beristirahat. Sekadar meluruskan tulang punggung karena seharian berjibaku dengan aneka pekerjaan rumah.

Kuraih gawai milikku untuk melihat pesan masuk dalam aplikasi WhatsApp. Kubaca satu persatu. Satu di antaranya adalah pesan dari guru kelas Inqilaby di taman kanak-kanak. Kubaca pesan tersebut dengan perlahan, tertera pengumuman di sana. Sekolah diliburkan sampai batas waktu yang belum ditentukan.

“Astaghfirullah,” gumamku dalam hati. Apa yang kutakutkan terjadi juga. Serangan virus corona sampai juga di kota tempat tinggalku ini. Kini, aktivitas mulai dibatasi, termasuk kegiatan sekolah. Entah yang lainnya, tak tahu pula bagaimana nanti keadaannya. Apakah negeriku akan mengikuti jejak Wuhan tempat corona berasal? Akankah ada karantina wilayah atau bahkan lockdown total seluruhnya?

Pesan telah selesai kubaca. Kupejamkan mata dengan terus melafazkan zikir.

“Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal Maula wa ni’man nasiir.”

Ya Allah, Engkaulah Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, jauhkanlah kami dan keluarga kami dari virus berbahaya ini. Lindungilah kami, yaa Rabb. Aamiin.

Kucoba menenangkan pikiran dengan terus berzikir dan berserah kepada Allah. Menurut berita yang kusaksikan di media elektronik beberapa bulan ini, virus corona sangat menyeramkan. Dalam beberapa bulan sejak muncul di Wuhan Cina, sudah ribuan korban berjatuhan dan bahkan jutaan di seluruh dunia dengan begitu cepatnya.

Dan di Indonesia sendiri, virus ini pertama kali masuk sejak akhir Februari 2020. Bayangan gelap adanya wabah terlintas begitu saja dalam benakku. Akan ada berapa korban kiranya di sini nantinya? Apakah negeri ini sudah siap menghadapi wabah yang dahsyat seperti ini? Aah, memikirkan hal ini membuat air mataku menetes. Tak terbayang kesulitan apa lagi yang akan menimpa saudara-saudaraku saat wabah melanda. Sedangkan saat tak ada wabah pun kehidupan sudah sebegitu sulitnya.

Jam tiga sore anak-anak sudah bangun dari tidur siang. Segera kuberitahukan berita libur sekolah yang baru saja Ibu Guru kirimkan tadi kepada Inqilaby putriku.

“Dik, tadi Ibu Guru kirim pesan. Mulai hari Senin ini sekolah diliburkan”.

“Libur kenapa Umi?” tanyanya kemudian.

“Karena ada virus corona, Dik.”

“Virus corona itu apa, Mi?”

“Virus yang ada di berita itu. Yang kemarin kamu lihat di televisi. Virus berbahaya.” Kucoba menjelaskan dengan bahasa sederhana padanya.

“Iiih … ngeri,” ucapnya dengan membelalakkan mata kecilnya.

“Tidak apa-apa, Dik, yang penting kamu rajin menjaga kebersihan. Seperti yang kamu lihat di televisi itu. Harus cuci tangan dan pakai masker. Dan jangan main di luar dulu, ya. Main di dalam saja sampai virusnya hilang.”

“Iya, Umi.” Kalau sudah cuci tangan nanti tidak tertular, kan, Mi?”Ia bertanya lagi.

“Insyaaallah. Corona ini, kan, ciptaan Allah juga, kita juga harus terus berdoa kepada Allah, agar dilindungi dari virus berbahaya ini, ya.”

“Tapi, tidak seru mi kalau cuma main di dalam rumah. Tidak bisa main sepeda lagi nanti.” Adzim menanggapi obrolanku dengan adiknya.

“Ya, mau bagaimana lagi, Nak. Daripada kena virus, lebih baik kita diam di rumah dulu. InsyaAllah lebih aman. Kita, kan, tidak tahu di luar sana virusnya sudah menjangkiti siapa saja. Pokoknya sementara kita diam di dalam rumah dulu, ya. Harus nurut Umi, ya.”

“Iyaaa.” Ketiga anakku kompak menjawab.

Meski terasa berat, ini adalah pola hidup yang harus kami jalani untuk sementara waktu. Selama masih ada virus, entah sampai kapan. Mungkin keberadaan virus ini juga sebagai teguran dan pengingat dari Allah. Agar kita senantiasa berserah dan hanya tunduk kepada-Nya semata. Tidak berlaku sombong sebagai makhluk ciptaan-Nya. Pasti akan ada hikmah yang Allah siapkan untuk siapa saja yang mau merenungi kehadiran wabah ini.

“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?” Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.” (TQS. Al Baqarah:26)

(Bersambung)

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here