Opini

Banyaknya Kasus Bunuh Diri

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Azmi (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Kehidupan memang tidak akan pernah selalu berjalan mulus. Akan selalu ada jalan yang berliku maupun kerikil tajam yang menemani terus. Butuh ketahanan diri yang kuat untuk menerjang badai agar tidak terjerumus.

Akan tetapi, ternyata tidak semua individu sanggup bertahan dalam guncangan hidup yang bertubi. Ada beberapa individu yang tidak kuat menahan tekanan hidup hingga hidupnya diakhiri. Seperti kasus bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini.

Dua kasus dugaan bunuh diri terjadi di Semarang, pertama dilakukan NJW (20) warga Ngaliyan, Semarang, mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri yang ditemukan tewas di Mal Paragon Semarang, Selasa (10/10/2023). Kasus kedua, seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Semarang berinisial EN (24) warga Kapuas, Kalimantan Tengah, yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya, Rabu (11/10/2023). (news.republika.co.id, 13/10/2023)

Kasus lainnya ada di Kampung Kupu-kupu, Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Seorang pria paruh baya berinisial IR (51) ditemukan meninggal gantung diri di rumahnya. (megapolitan.kompas.com, 13/10/2023)

Dan, ada lagi kasus dugaan bunuh diri lainnya. Aparat kepolisian Polres Malang, Polda Jatim, langsung menangani kasus meninggalnya seorang pemuda dengan dugaan bunuh diri di Desa Pamotan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. (news.republika.co.id, 12/10/2023)

Ada apa dengan mental individu saat ini? Kenapa sampai terjadi kasus bunuh diri?

*Sistem Hidup yang Rusak*

Ada banyak faktor yang membuat individu mengambil cara cepat seperti bunuh diri atas penyelesaian permasalahan hidup yang dialami. Salah satu faktornya ialah stres karena permasalahan hidup yang datang silih berganti, seakan hidup ini dipenuhi oleh masalah yang tidak pernah berhenti. Pikiran yang buntu untuk mencari jalan keluar dan mungkin juga beban mental yang berat dan tidak bisa lagi dipikul, membuat beberapa individu memilih mengakhiri hidup dirinya sendiri. Namun ternyata, bunuh diri bukanlah solusi.

Ada faktor utama dari banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi. Penerapan sistem sekuler kapitalisme merupakan faktor utama kasus bunuh diri yang meningkat sekarang ini, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem sekuler kapitalisme ini membuat generasi atau individu memiliki mental yang rapuh yang tak mampu menjaga dan menguasai diri.

Karena sistem sekuler kapitalisme memisahkan agama dari kehidupan, banyak dari individu yang berperilaku jauh dari tuntunan agama. Agama seolah dikesampingkan dalam urusan kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, maupun bernegara. Sehingga, dalam kehidupan sekuler kapitalisme, peran masing-masing individu pun rusak.

Dalam kehidupan pribadi individu, kehidupan yang sekuler membuat individu merasa agama tidak perlu banyak mengatur proses kehidupan. Banyak individu yang mengambil ajaran agama yang disenanginya saja, lalu meniadakan aturan lainnya. Kehidupan berjalan sesuai hawa nafsunya. Ditambah lagi dengan kapitalisme yang menjadikan materi sebagai kebahagiaan yang utama. Apabila materi atau kepuasan tidak tercapai, maka individu akan merasa gagal. Hingga akhirnya, perasaan gagal tersebut mungkin saja menjadi penyebab seseorang mengakhiri hidupnya. Beginilah jika individu sudah terperosok jauh ke dalam racun sekuler kapitalisme.

Sekuler kapitalisme pun dapat merusak keluarga. Generasi yang bermental lemah, biasanya lahir dari keluarga yang bermasalah, misalnya broken home, orang tua yang acuh, atau juga orang tua yang hidup terpisah dengan anak. Sehingga, anak kurang merasakan peran orang tua yang salah satu perannya adalah memberikan rasa kasih sayang pada anak. Orang tua yang kurang paham agama pun akan kurang peduli terhadap kondisi mental anak. Orang tua akan mungkin mendorong bahkan memaksakan anak mereka menjadi anak yang melebihi temannya, tanpa memikirkan anaknya tersebut sanggup atau tidak. Orang tua dalam sistem ini pun dimungkinkan akan kurang memberikan pemahaman tentang agama pada anaknya, sehingga anak pun akan kurang mendapat pencerahan jika memiliki masalah. Dan, anak menjadi rentan mengambil jalan pintas atas persoalan hidupnya.

Selain itu, sistem sekuler kapitalisme ini juga berpengaruh pada pendidikan dan kehidupan bermasyarakat. Pendidikan yang sekuler tidak akan menghasilkan generasi yang cerdas dan tangguh. Generasi tidak dibekali untuk takut pada Allah Swt., sehingga apa yang dilakukannya tidak dalam pertimbangan halal-haram. Generasi ini memandang materi dan kesenangan duniawi sebagai kebahagiaan. Dampaknya, jika hal tersebut tidak tercapai, generasi rentan mengalami stres.

Masyarakat dalam sistem ini pun akan sangat mungkin bertindak individualis. Mereka akan berperilaku cuek selama tidak merugikan dirinya dan keluarganya. Alhasil, aktivitas amar makruf nahi mungkar tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dan, masyarakat pun akan mungkin memilih pergaulan sesuai dengan kemampuan materinya. Karena yang menjadi ukuran bagi mereka adalah materi.

Lalu, negara dalam sekuler kapitalisme ini Juga tidak mampu untuk mencegah generasi melakukan bunuh diri. Negara seakan kurang berperan dalam memfilter konten maupun tayangan yang berada di internet, termasuk tayangan negatif yang merusak iman. Tidak dapat dimungkiri, saat ini internet ataupun media sosial sangat digandrungi oleh generasi. Namun, generasi ini tidak semuanya memiliki pemahaman yang cemerlang dalam merespon segala hal yang ada di dunia maya. Efeknya, tayangan atau konten negatif yang sedang viral, bisa saja diikuti oleh generasi, tanpa mereka tahu tujuan dari aktivitas tersebut. Generasi juga kadang tidak tahu apakah konten tersebut layak diikuti atau tidak. Dari sinilah, seharusnya negara memberikan aturan atau kebijakan dalam penayangan konten di internet agar generasi terjaga iman dan takwa nya.

*Islam dalam Kehidupan*

Setiap manusia pasti memiliki masalah. Dan, masalah tersebut harus diselesaikan dengan jalan Islam. Karena, Islam memberikan solusi atas setiap persoalan individu.

Untuk mencegah terjadinya bunuh diri, ada beberapa cara. Pertama yaitu orang tua harus menanamkan akidah Islam sejak kecil. Anak-anak yang memiliki akidah Islam yang kuat, mereka akan memahami tujuan hidupnya. Mereka tidak akan mudah goyah oleh cobaan hidup.

Kedua, menerapkan pendidikan yang berasaskan akidah Islam. Dengan pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, generasi akan memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan syariat Islam, serta cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Generasi akan memiliki benteng yang kukuh dan menyelesaikan masalah kehidupan sesuai syariat Islam.

Ketiga, para ibu akan dipastikan untuk menjalankan kewajiban mereka dalam hal mendidik anak-anaknya. Karena, ibu merupakan pencetak generasi peradaban yang gemilang. Ibu tidak akan dihadapkan dengan persoalan ekonomi. Negara dalam naungan Islam lah yang akan memastikan para ayah mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dan, negara pun akan memfilter konten dan tayangan yang akan merusak iman dan takwa.

Islam yang diterapkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan menjadikan manusia memiliki mental yang tangguh yang dapat menghadapi serta mengatasi persoalan hidup. Sehingga, persoalan bunuh diri akan teratasi secara tuntas. Karena, setiap individu memahami perannya sebagai hamba Allah dengan menjadikan Islam sebagai jalan kehidupan. Wallahu ‘alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 22

Comment here