Opini

Antara Pajak, Wakaf, dan Zakat

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Kanti Rahayu (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menarik perhatian publik. Dalam sebuah kesempatan, Sri Mulyani menyatakan bahwa pajak memiliki kesamaan dengan zakat dan wakaf karena ketiganya mengusung nilai keadilan sosial. Sri Mulyani memberikan contoh terkait penggunaan pajak untuk berbagai program pemerintah. Ini termasuk bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) yang mencakup 10 juta keluarga, bantuan sembako untuk 18,2 juta orang, serta subsidi modal bagi UMKM (JatimTimes 23/08/2025).

Zakat, wakaf, dan pajak pada dasarnya memiliki perbedaan penting yang tidak dapat disamakan. Zakat merupakan kewajiban yang bersifat religi yang ditentukan oleh Allah SWT dan menjadi salah satu komponen pokok dalam Islam. Jumlahnya juga sudah ditentukan, contohnya 2,5% untuk jenis harta tertentu, dan penyalurannya wajib diberikan kepada delapan kelompok (asnaf) yang sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an.

Zakat tidak hanya menyangkut pembagian kekayaan, tetapi juga merupakan ritual yang memiliki nilai spiritual. Di sisi lain, wakaf dianggap sebagai suatu anjuran (sunnah muakkad) yang bertujuan untuk memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi masyarakat. Dalam konsep wakaf, aset utama tidak diperbolehkan untuk dijual atau diwariskan, melainkan dipergunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit, dan lahan produktif. Sementara itu, pajak sama sekali berbeda. Pajak bukanlah suatu ibadah, melainkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah melalui undang-undang yang dibuat oleh manusia. Tujuannya adalah untuk mendanai kebutuhan negara, mulai dari gaji para pejabat, proyek infrastruktur, hingga pembayaran utang.

Tidak terdapat ketentuan syar’i yang mengatur pemakaiannya, sehingga sering kali terjadi ketidakadilan: masyarakat menengah ke bawah terus dibebani, sementara golongan atas dengan gampang menghindari kewajiban perpajakan.

Diduga, pernyataan yang menyamakan zakat dengan pajak muncul karena kondisi keuangan negara yang memprihatinkan, sehingga Menteri Keuangan Sri Mulyani ingin menggambarkan bahwa satu-satunya cara untuk memperoleh pemasukan adalah melalui pajak, yang dianggap sebagai hal yang wajar. Pertanyaannya, apakah memang bangsa ini hanya dapat dibangun dengan pajak? Bagaimana dengan sebutan Zamrud Khatulistiwa untuk negara ini?

Teriakan penolakan yang terdengar dari berbagai wilayah mengenai kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan menunjukkan bahwa pajak hanya meninggalkan dampak negatif. Cerita yang disampaikan benar-benar bertolak belakang dengan kenyataan. Pajak tetap diambil dari masyarakat kelas menengah ke bawah meskipun situasi hidup sangat berat. Sementara itu, kelompok kaya sering kali terhindar dari pembayaran pajak. Sangat disayangkan, kondisi ini dapat menjebak masyarakat ke dalam kemiskinan.

Dalam sistem ekonomi kapitalis, pajak dan utang menjadi sumber utama pendapatan negara. Sementara itu, kekayaan alam dijual dengan harga murah kepada kalangan swasta. Oleh karena itu, wajar saja jika menteri keuangan terus meningkatkan pajak di berbagai sektor karena pajak adalah inti dari kapitalisme. Bagaimana mungkin masyarakat tidak merasa jenuh dengan kehidupan yang sangat sulit, pengangguran di mana-mana, harga kebutuhan pokok meroket, sementara pajak tetap wajib dibayar, bahkan meluas ke banyak aspek. Sebagai gantinya untuk meningkatkan kesejahteraan, pajak malah membuat rakyat menderita.

Sistem kapitalisme yang berlandaskan sekularisme (pemisahan antara agama dan kehidupan) tidak memberikan tempat bagi agama (Islam) untuk diterapkan di ruang publik. Agama hanya dibatasi pada aktivitas ibadah di area pribadi seperti shalat dan puasa. Selain itu, kebijakan publik disusun melalui undang-undang yang dibuat oleh manusia yang berhubungan dengan kepentingan penguasa dan pemilik modal. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika berbagai regulasi dibuat untuk mendukung kepentingan segelintir orang walaupun harus merugikan masyarakat.

Lalu, bagaimana cara kita keluar dari belenggu kapitalisme yang menyengsarakan ini? Jawabannya hanya satu. Temukan alternatif lain. Sistem yang bisa bersaing, bukan hanya mengganti orang-orang yang terlibat. Sebab, sebuah mobil yang rusak tidak dapat berfungsi meskipun dioperasikan oleh pengemudi terbaik selama mobil tersebut tidak diganti.

Pada waktu itu, keuangan pemerintah berada dalam keadaan surplus. Karena keadaannya yang berlebih, seorang pemimpin merasa bingung tentang kemana sebaiknya uang yang berlimpah tersebut disalurkan. Bahkan burung-burung pun sudah merasa kenyang.

Itu adalah salah satu gambaran peradaban Islam di masa lalu. Saat khalifah Umar bin Abdul Aziz memimpin berdasarkan hukum Islam. Kesejahteraan masyarakat pada masa tersebut tidak terlepas dari aturan Islam yang sempurna dan lengkap. Diterapkan secara menyeluruh, mencakup semua aspek kehidupan. Termasuk dalam pengelolaan negara dan urusan rakyat.

Islam memperoleh pendanaan dari berbagai sumber, seperti zakat, fai’, jizyah, kharaj, dan ghanimah. Pajak (dharibah) hanya dikenakan pada pria Muslim yang kaya atau mampu ketika kas negara (baitul mal) kosong atau saat negara berada dalam keadaan darurat. Pemungutan pajak tersebut dihentikan ketika keuangan negara sudah stabil. Ini sangat berbeda dengan pajak yang diterapkan dalam sistem kapitalisme. Selain itu, negara mengelola sumber daya alam seoptimal mungkin dan hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain-lain dengan harga yang terjangkau bahkan gratis. Peluang kerja juga tersedia bagi mereka yang mencari nafkah.

Ini bukan sekadar cerita, tetapi sebuah fakta yang menunjukkan kejayaan Islam selama lebih dari empat belas abad. Oleh karena itu, kesejahteraan hanya dapat ditemukan dalam sistem Islam yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, kehidupan yang penuh penderitaan muncul ketika ajaran Islam diabaikan. Seperti yang diungkapkan dalam firman-Nya yang tercantum dalam surah Al A’raf 96,

“Seandainya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pasti Kami akan memberikan berkah dari langit dan bumi kepada mereka, namun karena mereka mengingkari ayat-ayat Kami, Kami menghukum mereka akibat tindakan mereka. ”

Kini sudah saatnya kita meninggalkan sistem kapitalisme yang dibuat manusia dan beralih kepada sistem Islam yang ditetapkan oleh Sang Pencipta Alam semesta, yaitu Allah SWT.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here