Opini

Anak Durhaka, Salah Pola Asuh dan Sistem Pendidikan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nabila Zidane (Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)

Wacana-edukasi.com — Seorang pria bernama Hasbi usia 35 tahun di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, ditangkap polisi karena tega merampas kalung emas di leher ibu kandungnya, Tuo, yang berusia 62 tahun. Pelaku tega merampas kalung emas lantaran kesal tidak diberi uang oleh sang ibu untuk membayar biaya gadai motor (detiknews.com, 14/1/2021).

Perselisihan antara orang tua dan anak juga pernah terjadi di Nusa Tenggara Barat. Dilansir dari tribbunnews.com (29/6/2020), seorang anak tega melaporkan ibu kandungnya ke polisi hanya karena masalah motor. Akan tetapi, laporan tersebut ditolak oleh Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah AKP Priyo Suhartono. Dari dua kasus di atas dapat menunjukkan kepada kita, bahwa sistem sekuler menjadikan interaksi dalam keluarga hanya sebatas materi saja.

Jika kita menelisik lebih dalam, masalah utama dalam keluarga kerapkali disebabkan liberalisasi keluarga. Paham liberalisme berhasil menumbuhkan sikap serba bebas serta mengikis pemahaman tentang menjaga kewajiban dan hak antar anggota keluarga, nilai-nilai Islam sama sekali tidak ada di sana.

Liberalisme juga berhasil mencabut fitrah seorang ibu, demi memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin tinggi standarnya lalu mencapai kemandirian ekonomi, seringkali para ibu meninggalkan rumah dan mengabaikan peran utamanya sebagai pendidik generasi dan pencetak generasi cemerlang.

Bahkan sang ibu secara tidak langsung memberikan contoh teladan yang buruk bagi anak-anaknya. Anak-anak terbiasa tumbuh di dalam lingkungan manusia dewasa yang kekanak-kanakan, umpatan, cacian, kekerasana verbal ataupun fisik seringkali mereka rasakan.

Pertengkaran suami-istri, perselingkuhan hingga KDRT menjadi tontonan sehari-hari. Maka jangan terburu-buru memvonis anak durhaka jika tidak mengetahui pola pengasuhan yang diberikan oleh orang tua mereka.

Dahulu, seorang laki-laki menghadap Khalifah Umar bin Khatab ra. dengan maksud ingin mengadukan kedurhakaan anaknya. Kemudian Khalifah Umar memanggil sang anak dan menasihati akan bahaya (dosa) durhaka kepada orang tua.

Ketika ditanya sebab kedurhakaannya, anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, tidaklah seorang anak mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh orang tuanya?”

“Ya,” jawab Khalifah Umar.

“Apakah itu?”

“Ayah wajib memilihkan ibu yang baik buat anak-anaknya, memberi nama yang baik, dan mengajarinya Al-Qur’an.”

”Wahai Amirul Mukminin, tidak satu pun dari tiga perkara itu yang ditunaikan oleh ayahku. Ibuku Majusi, namaku Jaklan, dan aku tidak pernah diajar membaca Al-Qur’an walau satu huruf,” jawab sang anak.

Lalu Khalifah Umar memalingkan wajahnya kepada bapak yang mengadu sembari berkata, “Kamu datang mengadukan kedurhakaan anakmu, ternyata kamu telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu. Kamu telah berbuat tidak baik terhadapnya sebelum dia tidak berbuat baik kepadamu.”

Ditambah lagi sistem pendidikan di negara ini yang menganut sistem pendidikan sekuler yang memisahkan antara kehidupan dengan agama. Prototipe generasi muda dambaan yang dibentuk oleh peradaban kapitalis selalu tak jauh dari ukuran-ukuran materialistik. Populer, hidup bergelimang harta, selalu tampak gembira, tetapi kenyataannya mereka tak pandai dalam menghadapi berbagai persoalan hidupnya.

Hidup di dunia sebatas dinilai sebagai tempat untuk bersenang-senang. Bila mereka tertimpa masalah seringkali miras dan narkoba yang menjadi pelarian. Mereka tidak mengenal agama sebagai pedoman hidup dan solusi atas semua masalahnya. Karena memang peradaban kapitalis menjanjikan semuanya baik harta, tahta, ataupun wanita, tetapi tidak memberikan spiritualitas.

Maka wajar jika banyak bangsa tidak mampu berharap pada generasinya. Padahal ada sebuah pepatah Arab yang menyatakan, “Pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang.”

Karena itulah Islam terlebih Khilafah Islamiyah akan memberikan perhatian besar kepada masalah generasi. Sejak dini anak-anak kaum muslim dipersiapkan untuk siap menanggung beban menjadi mukallaf.

“Suruhlah anak-anakmu melakukan salat di waktu dia berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka kalau sudah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka (maksudnya antara anak laki-laki dan perempuan).” (HR. Abu Daud)

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa mendidik anak tentang salat di samping berbasis akidah Islam dan berbasis orang tua juga berbasis usia. Orang tua bukan hanya mengajari bab shalat saja tetapi juga pengajaran hukum syariat Islam

Strategi membangun kesadaran anak mendirikan shalat juga wajib memperhatikan tumbuh kembang, baik tumbuh kembang akal anak maupun naluriyah anak.

Keluarga muslim adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, tetapi yang tak kalah penting adalah kehadiran negara dalam pendidikan generasi.

Khilafah mengatur setiap sistem sehingga semuanya saling mendukung. Sistem ekonomi membawa kemudahan pada stabilitas keluarga muslim dan pendanaan pada setiap jenjang pendidikan dengan berkualitas dan gratis.

Sistem sosial juga memisahkan kehidupan antara perempuan dan laki-laki. Sehingga tidak akan dijumpai kasus-kasus kesusilaan seperti saat ini. Berbagai celah yang membawa peluang maksiat ditutup rapat-rapat. Karena itu kehidupan masyarakat dalam khilafah sangat terhormat, mulia, dan terjaga. Masyarakatnya juga masyarakat “sehat” yang senantiasa menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Masyarakat “sehat”inilah yang ikut berperan menjaga lingkungan bebas dari perbuatan maksiat.

Ilmu, ketakwaan, sikap yang baik benar-benar menghiasi kehidupan masyarakat. Sejarah telah mencatat generasi muda pada masa khilafah adalah generasi yang produktif. Karena mereka sibuk dalam ketaatan dan tidak memberi tempat bagi kebatilan.

Contohnya, Imam Nawawi yang telah menghasilkan berjilid-jilid kitab dalam usia 20 tahun. Imam Bukhari juga mengumpulkan jutaan hadis dalam umur yang belia. Bahkan Imam Syafi’i telah memberikan fatwa saat usianya belum genap 15 tahun. Muhammad Al-Fatih diangkat menjadi Sultan pada saat berumur 12 tahun dan menaklukkan konstantinopel saat berumur 21 tahun.

Semua realitas itu adalah pembuktian bahwa tidak ada peradaban yang mampu menghasilkan generasi unggul kecuali peradaban Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 144

Comment here