Oleh : Irawati Tri Kurnia (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Akhir-akhir ini mencuat wacana untuk menaikkan tarif pajak motor berbahan bakar minyak (BBM).
Hal ini dilontarkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Menurutnya kenaikan pajak kendaraan motor BBM sebagai upaya peralihan dana subsidi ke transportasi publik (www.cnbcindonesia.com, Jumat 17 Januari 2024) (1). Namun tak lama setelah wacana ini dilontarkan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memastikan rencana kenaikan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar minyak BBM (bensin) tidak akan dilakukan dalam waktu dekat ini.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Jodi Mahardi menjelaskan wacana menaikkan pajak kendaraan bermotor merupakan rangkaian upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas udara. Terutama di wilayah Jabodetabek yang sudah sempat dibahas dalam rapat koordinasi beberapa hari lalu.
Menurut Jodi, usulan pajak kendaraan bermotor muncul sebagai upaya pemerintah untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong masyarakat beralih menggunakan transportasi umum. Termasuk juga dibahas mengenai insentif, seperti diskon tarif bagi pengguna angkutan umum. Jodi menyebut saat ini wacana untuk menaikkan pajak kendaraan bermotor masih dalam tahap kajian mendalam. Adapun pemerintah masih menghitung untung ruginya terkait dengan manfaat dan beban yang akan ditanggung masyarakat ke depannya.
Meski masih wacana dan belum ada kepastian waktu penerapannya, kebijakan pajak kendaraan ini tentu akan mempersulit kehidupan rakyat. Masalahnya masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah lebih memilih kendaraan bermotor karena berbiaya lebih murah. Pemerintah memang sudah mengembangkan moda transportasi yang terintegrasi, khususnya di daerah Jabodetabek seperti Transjakarta, KRL, LRT, hingga MRT. Namun untuk beralih antar moda transportasi, tarif baru cukup mahal dan tak terjangkau oleh rakyat.
Dalam penerapan ekonomi kapitalisme, pajak niscaya dijadikan sumber utama pemasukan negara. Hingga akhir Juli 2023 saja, kontribusi pajak untuk negara mencapai 64,6% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Artinya segala pembiayaan negara seperti pembangunan, gaji pegawai negara, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain; bersumber dari harta rakyat berupa pajak. Karena di tengah pajak yang semakin meluas di berbagai sektor, tidak kunjung berefek pada kesejahteraan rakyat. Karenanya, rencana menaikkan pajak motor berbahan bakar minyak (BBM) adalah kebijakan zalim yang jelas akan menyengsarakanrakyat.
Sejatinya akar permasalahannya adalah penerapan sistem kapitalisme, yang menjadikan pajak dan hutang ribawi sebagai sumber utama APBN. Selama sistem ini tetap dipertahankan, maka pajak akan terus membebani masyarakat. Apalagi pajak di negeri ini diwajibkan atas seluruh masyarakat, termasuk rakyat miskin. Mirisnya, orang-orang kaya justru sering mendapatkan tax amnesty (Pengampunan pajak atau amnesti pajak, yaitu sebuah kesempatan berbatas waktu bagi kelompok wajib pajak tertentu untuk membayar pajak dengan jumlah tertentu sebagai pengampunan atas kewajiban membayar pajak yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya tanpa takut penuntutan pidana, Wikipedia). Hal ini membuktikan bahwa negara dalam kapitalisme mengabaikan perannya sebagai pengurus (pelayan) rakyat. Mereka justru berpihak pada korporasi atau para pemilik modal.
Padahal negeri ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa melimpah, dan bisa menjadi sumber pemasukan yang besar dan melimpah bagi negara. Lagi-lagi kapitalisme meniscayakan seluruh kekayaan alam, diserahkan kepada pihak swasta atau korporasi. Nyatalah sistem kapitalisme merupakan penyebab utama dalam menetapkan pajak yang mencekik rakyat sebagai sumber utama pemasukan negara.
Masyarakat saat ini harusnya melihat, bahwa ada sebuah sistem hidup yang mampu mengeluarkan masyarakat dari jeratan pajak. Sistem kehidupan tersebut berasal dari Allah SWT, Al Khalik (Sang Pencipta) dan Al Mudabbir (Sang Pengatur), yakni sistem Islam.
Sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah Islamiyah, akan mampu membiayai negara tanpa pajak. Negara yang berfungsi sebagai raa’in atau pengurus urusan rakyat, akan memberlakukan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh, yang didukung oleh sistem politik Islam. Ada tiga sumber utama :
Pertama, Sektor kepemilikan individu, seperti sedekah, hibah, zakat, dan sebagainya. Khusus untuk zakat, tidak boleh bercampur dengan harta yang lain.
Kedua, Sektor kepemilikan umum, seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batubara, kehutanan, dan sebagainya.
Ketiga, Sektor kepemilikan negara, seperti jizyah (pemasukan dari pungutan rutin tahunan warga Khilafah kafir dzimmy), kharaj (pungutan tahunan tanah kharajiyah yang didapat dari hasil futuhat/penaklukan negara dengan perang), ghanimah (harta rampasan perang dari orang kafir melalui perang), fai’ (harta rampasan perang dengan jalan damai), usyur (pungutan dari tanah usyuriyah yang penduduknya masuk Islam), dan sebagainya.
Syariat Islam juga menetapkan jumlah kewajiban dan pos yang harus berjalan. Jika di Baitul Maal ada harta, maka akan dibiayai Baitul Maal. Jika tidak ada, maka kewajiban tersebut akan berpindah pada kaum muslim dalam bentuk dharibah (pajak). Pajak diambil dari kaum muslim yang mempunyai kelebihan harta, setelah mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar dan perlengkapan mereka secara sempurna, sesuai dengan standar hidup tempat mereka tinggal. Namun hal ini tidak berlangsung lama. Karena pungutan yang dikenakan sekedar menutupi kekurangan selisih, ketika ada suatu pembiayaan wajib. Ketika kebutuhan tersebut telah terpenuhi, dan pemasukan dari pos utama telah berjalan dan mencukupi, pajak akan dihentikan.
Syekh Abdul Qadim Zallum di dalam kitabnya Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 129, mendefinisikan Dharibah sebagai harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum muslim, untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka; dalam kondisi tidak ada harta di Baitul Maal maka kaum muslim wajib membiayainya. Karena itu dalam Khilafah, tidak akan ada penetapan pajak tidak langsung, pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak jual beli, pajak kendaraan bermotor, dan berbagai jenis pajak lainnya.
Demikianlah hanya Khilafah yang mampu membangun negara tanpa pajak yang mencekik rakyat.
Wallahu’alam Bishshawab
Catatan Kaki :
(1) https://www.cnbcindonesia.com/news/20240119162038-4-507346/pajak-motor-bensin-diwacanakan-naik-anak-buah-luhut-ungkap-maksudnya
(2) https://oto.detik.com/mobil/d-7148859/byd-janji-bangun-pabrik-di-indonesia-tahun-ini-investasi-rp-20-triliun
(3) https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20240119105014-603-1051624/pemerintah-minta-byd-jangan-impor-mobil-listrik-dari-china
Views: 16
Comment here