Surat Pembaca

Pelonggaran Miras, Moral Anak Bangsa Terancam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Unix Yulia (Komunitas Menulis Setajam Pena)

wacana-edukasi.com– Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Harusnya hal ini bisa berbanding lurus dengan penerapan aturan-aturan Islam dalam kehidupan. Namun baru-baru ini, Kemendag membuat peraturan baru dengan melonggarkan impor miras. Apakah hal tersebut mencerminkan negara muslim?

 

MUI mengkritisi terkait peraturan terbaru yang dikeluarkan Kemendag RI tentang impor minuman keras. Menurutnya, kebijakan impor terbaru lebih memihak kepada kepentingan wisatawan asing, dilain sisi merugikan anak bangsa dan pendapatan negara. Hanya karena keuntungan, apakah penguasa harus mengorbankan moral anak bangsa?

 

Ketua MUI Cholil Nafis mengungkapkan bahwa kerugian negara terletak pada perubahan pasal 27 Permendag tahun 2014 yang tentu akan menurunkan pendapatan negara. Namun lebih dari itu, kerugian bangsa juga terletak pada melonggarnya peredaran minol (minuman beralkohol) dan menganggapnya hal yang biasa karena wisatawan asing atau kita yang keluar negeri akan membawa minol lebih banyak (kumparan.com, 07/11/2021).

 

Dengan adanya pelonggaran ini, imbas yang bisa dirasakan yaitu pada moral dan akal anak bangsa. Karena semakin banyaknya peredaran miras yang terbawa wisatawan asing dan ketika berinteraksi bisa saja akan meracuni anak bangsa dan mereka ikut mengkonsumsinya. Ketika berlaku aturan yang lama saja miras masih marak beredar, apalagi ketika aturan baru ini? Apakah rela anak bangsa semakin kehilangan moral dan akal sehatnya?

 

Belum lagi dengan sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, yang pada dasarnya memisahkan aturan agama dengan kehidupan. Tak peduli halal haram, diperbolehkan syariat ataupun tidak, yang penting membawa keuntungan terutama keuntungan ekonomi, semua jalan akan ditempuh. Mau jadi apa generasi kita kedepannya?

 

Padahal jelas, dalam Islam minuman keras/khamr diharamkan. Allah akan melaknat siapapun yang tetap meminumnya.

 

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah rijsun termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90)

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Segala sesuatu yang memabukkan itu khamar. Segala sesuatu yang memabukkan itu haram. Siapa saja meminum khamar di dunia lalu ia meninggal dunia dalam keadaan kecanduan dan tidak bertaubat, maka ia tidak akan meminum khamar (yang penuh nikmat) di akhirat.(HR. Muslim, no. 2003)

 

Berdasarkan firman Allah SWT dan hadits diatas sudah seharusnya kita meninggalkan khamr, apabila tidak ingin mendapatkan laknat dari Allah. Tak hanya tidak mengkonsumsi, namun tidak menjual, membeli dan mengedarkannya. Karena bukan hanya yang mengkonsumsinya saja yang dilaknat namun yang bersangkutan pun akan mendapatkan laknat Allah SWT. Tentu kita tidak mau semua itu terjadi.

 

Dalam sabdanya yang lain, “Allah melaknat minuman keras, orang yang mengonsumsinya, yang menuangkannya (kepada orang lain), penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang meminta untuk memeraskannya (membuat minuman keras), pembawanya, orang yang meminta untuk membawakannya, dan orang yang memakan hasil dari penjualannya.” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim).

Dicontohkan dalam kisah kepempinan Khalifah Umar bin Khattab, beliau dengan tegas dalam menyikapi pembuat dan peminum khamr. Pada saat itu, Khaliah Umar menetapkan hukuman had peminum khamr yaitu 80 cambukan. Bukan hanya peminumnya saja yang mendapatkan hukuman berat, namun penjual dan pabriknya pun akan diadili. Sehingga akan menimbulkan efek jera pada pelakunya.

 

Seperti itulah seharusnya penguasa saat ini, tegas dalam menyikapi kemaksiatan yang merajalela, tegas menolak yang haram dan menegakkan kebenaran. Bukan malah memfasilitasi kemaksiatan. Apakah kita tidak khawatir apabila Allah menjatuhkan bencana yang lebih besar lagi dari akibat kemaksiatan ini?

Sebagai muslim, sudah seharusnya kita berjuang supaya kemaksiataan tak semakin merajalela, suarakan penolakanmu dengan cara sebaik mungkin. Selain itu berjuang untuk kebangkitan Islam, supaya semua masalah lekas terpecahkan dan mendapatkan solusinya.

Wallahua’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 3

Comment here