Oleh: Herni Kusmiati, S.Pd.I. (Praktisi Pendidikan, Kota Banjar)
Wacana-edukasi.com — “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. At-Tirmidzi).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengumumkan kepengurusan baru periode 2020-2025 pada Rabu (26/11). Dari susunan kepengurusan yang diumumkan ke publik, ada beberapa nama yang hilang di antaranya Din Syamsudin, Yusuf Muhammad Martak, Tengku Zulkarnain, dan Bachtiar Nasir. Keempat ulama ini dikenal sebagai tokoh yang sering menyampaikan kritik kepada pemerintah (CNN Indonesia, 27/11/2020).
Wajar jika akhirnya hal ini memicu adanya dugaan bahwa MUI kini telah “dikuasai” oleh pemerintah dengan duduknya wapres K.H. Ma’ruf Amin pada jabatan Ketua Dewan Penasihat MUI periode 2020-2015. Ujang Komarudin, pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, menyatakan bahwa adanya dominasi dan kekuatan Ma’ruf Amin di MUI membuka dugaan kuat adanya campur tangan pemerintah di payung besar ulama tersebut sehingga kekritisannya akan hilang dan bisa dikendalikan (CNNIndonesia.com, 27/11/2020).
Pewaris Para Nabi
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Nabi saw. tidak mewariskan harta atau pun materi dalam bentuk lainnya, tetapi Nabi saw. memiliki misi menyampaikan Islam ke seluruh alam. Risalah Islam inilah yang menjadi warisan nabi kepada alim ulama.
Setelah wafatnya Nabi saw. estafet perjuangan menyampaikan Islam ada di pundak para sahabat, kemudian dilanjutkan oleh para pengikutnya dari kalangan tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Estafet perjuangan dakwah untuk menyebarluaskan Islam kemudian dilanjutkan oleh para ulama di seantero dunia. Jadilah Islam tersebar luas ke seluruh dunia dan tetap terjaga kemurniannya sebagaimana pada awal dakwah yang diemban oleh Nabi saw.
Warisan Nabi saw. ini tentu saja lebih utama dan lebih berharga jika dibandingkan dengan apa pun. Karena dengan sampainya risalah/ajaran Islam kepada kita, akhirnya kita bisa menjemput hidayah dan hidup dalam keteraturan mengikuti ajaran Beliau yang ada dalam Al-Qur’an ataupun As-sunah. Bisa dibayangkan jika umat manusia tidak mengenal Islam, mungkin kehidupan manusia berjalan layaknya binatang. Na’udzubillaahi min dzalik.
Melanjutkan Perjuangan Nabi saw.
Meski saat ini perjuangan untuk mendakwahkan Islam menghadapi penghadangan dari berbagai pihak yang tidak menginginkan kembalinya kejayaan Islam ke pangkuan kaum muslim, namun hal ini tidak boleh membuat para ulama (termasuk di dalamnya Majelis Ulama) gentar dalam berjuang mendakwahkan Islam. Para ulama harus menjadi teladan dalam perjuangan ini.
Seyogianya para ulama, baik menjadi pengurus MUI ataupun tidak, tetap menjadi pioneer dalam menyampaikan kebenaran, menentang kezaliman dan muhasabah lil hukkam (mengoreksi penguasa).
Nabi saw. bersabda:
“Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah bin ‘Abd al-Muthallib dan orang yang mendatangi penguasa zhalim lalu memerintahkannya (kepada kebaikan) dan mencegahnya (dari keburukan), kemudian ia (penguasa zhalim itu) membunuhnya.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath)
Ulama sebagai pewaris para nabi yang memahami ilmu agama juga harus mewaspadai arus moderasi Islam yang memanfaatkan posisi mereka di hadapan umat. Ulama harus terus berupaya menjaga kemurnian ajaran Islam dari pemikiran-pemikiran liberal yang merongrong pemikiran dan tsaqofah Islam. Itulah peran penting ulama dalam menjaga agama ini. Tetap berani menyampaikan kebenaran dan menunjukkan kebatilan meski risiko yang dihadapi cukup berat.
Warisan Nabi berupa ajaran Islam dan ilmu agama yang digenggam oleh para ulama hendaknya tidak membuat ulama kehilangan daya kritisnya meski tak lagi diberi “panggung”. Tetaplah berjuang melanjutkan dakwah Islam demi izzul Islam wal muslimin (kemuliaan Islam dan kaum muslimin).
Wallaahu a’lam bishawab
Views: 118
Comment here