Opini

Solusi Pragmatis, Kriminalisasi Nikah Dini

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Isnawati (Muslimah Penulis Peradaban)

Wacana-edukasi.com — Makna pernikahan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa pernikahan atau perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hukum pernikahan dalam Islam sering kali menjadi bahan perdebatan bahkan menjadi sebuah polemik, salah satunya seperti yang dialami Aisyah Weddings hingga membuat banyak pihak merasa gerah karena mempromosikan nikah dini. “Promosi untuk nikah di usia muda yang dilakukan Aisyah Weddings membuat gerah Kemen PPPA dan semua LSM yang aktif bergerak di isu perlindungan anak. Tidak hanya pemerintah, tetapi masyarakat luas juga resah karena Aisyah Weddings telah memengaruhi pola pikir anak muda,” kata Bintang (Suara.com, Rabu 10/2/2021).

Menteri kader PDI Perjuangan juga mengatakan bahwa tindakan Aisyah Weddings telah mengurangi upaya pemerintah menurunkan angka perkawinan anak yang dampaknya sangat merugikan anak, keluarga, dan negara, Dia juga khawatir data pribadi anak-anak dan remaja yang tertarik dengan promo Aisyah Weddings tersebut justru disalahgunakan dan mereka menjadi target tindakan pelanggaran hukum lainnya, seperti eksploitasi seksual, ekonomi kepada anak hingga perdagangan anak.

Kekhawatiran yang dirasakan banyak kalangan menjadi bukti ada pengaturan yang salah pada negeri ini, sebab faktanya bayak pernikahan dini karena hamil di luar nikah, bahkan menempati peringkat ke 7 menurut berita Sindonews.com tertanggal 27 November 2020. Pernikahan adalah bagian dari Syariat Islam yang sudah diatur sedemikian rinci. Upaya melarang pernikahan dini bisa dianggap sedang mengkriminalisasikan ajaran Islam.

Pernikahan dalam Islam boleh dilakukakan kapan pun tanpa batasan umur, selama tidak ada paksaan, ada kesiapan ilmu, kesiapan memberi nafkah, kesiapan fisik walaupun belum haid. Hari ini narasi keburukan pernikahan dini seolah-olah benar karena melihat fakta yang ada berdasarkan pandangan sekularisme kapitalisme.

Agama jika dipisahkan dari kehidupan akan menghasilkan masyarakat dan peraturan yang memuja syahwat, untung rugi menjadi pertimbangan. Kebebasan berbicara dan bersikap menghantarkan pada penyimpangan dan kerusakan moral. Pergaulan bebas, pemerkosaan, pencabulan, hamil di luar nikah yang berujung aborsi semakin menjadi budaya. Parahnya lagi solusi yang diberikan berupa sosialisasi alat pencegah kehamilan.

Larangan pernikahan dini syarat dengan kepentingan politik global yaitu mengurangi populasi penduduk muslim dengan dalih demi kesehatan reproduksi. Sebenarnya kematangan mental dan fisik bermula dari pola pikir dan pola sikap yang benar. Fakta kematangan reproduksi yang tidak dibarengi kematangan pola pikir akan membenarkan pelarangan nikah dini sebagai solusi pragmatis.

Kebijakan yang tidak berorentasi pada penyelamatan generasi, pencegahan apalagi penjerahan pada pelaku kemaksiatan menghantarkan pada kegagalan nikah dini. Kebijakan yang ada berupa imbauan-imbauan saja tanpa mengindahkan syahwat yang bisa muncul kapan dan pada siapapun. Untuk meletakkan batasan kemaksiatan dan batas usia pelaku saja tidak jelas. Bagaimana bisa usia 18 tahun dikatakan masih anak-anak karena merujuk pada konvensi hak anak dalam PBB?

Solusi tuntas hanya ada dalam penerapan Islam kaffah, jelas dan semua ambil peran secara terintegritas mulai dari individunya, masyarakat bahkan negara. Kebolehan pernikahan disertai penjagaan dari semua sisi oleh keluarga dan negara. Keluarga menanamkan tanggung jawab, negara memfasilitasi pendidikan pra nikah, penjagaan akidah umat, bahkan pemenuhan lapangan kerja bagi laki-laki. Dalam khasanah kehidupan Islam tidak ada pelarangan nikah dini dengan alasan-alasan yang sebenarnya bisa diatur, dirubah dan diperbaiki. Bagaimana keberkahan rumah tangga bisa didapat sementara kemuliaan negerinya bukan milik Allah, rasul-Nya dan bukan pula milik kaum muslim. Keluarga sakinah, mawaddah, warahmah hanya ada dalam penjagaan negara yang berperadaban tinggi dari semua sisi.

Di dalam Shahih Muslim dituturkan sebuah riwayat dari Aisyah, beliau berkata:

“Rasulullah saw. menikahiku pada usiaku yang keenam. Dan beliau tinggal serumah denganku pada usiaku yang kesembilan.” (HR. Muslim)

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 94

Comment here