Opini

Sampah dan Pungli, Permasalahan yang Tak Kunjung Teratasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Semua ini sebab sistem yang diterapkan saat ini yakni sistem kapitalis yang mengusung ide sekularisme, sebuah ide yang memisahkan agama dari kehidupan, sebuah keyakinan yang meniadakan peran Tuhan dalam kehidupan.

Oleh Ade Karmila

wacana-edukasi.com, OPINI– Penumpukan sampah di wilayah kabupaten Bandung tepatnya di pasar Baleendah Kabupaten Bandung sudah sangat memprihatinkan, menurut camat Baleendah, saat ini pihaknya sedang berupaya melakukan koordinasi lewat telpon dengan dinas pasar dan UPT nya untuk segera menangani permasalahan sampah, karena intensitas penumpukan sampah semakin tinggi.

Namun, hingga saat ini upaya koordinasi itu tidak direspon oleh pihak UPT seakan menutup mata dan malah melimpahkan kepada mitra pengelola sampah. Padahal alat berat sudah ada, tinggal menambah armada. Dikabarkan pula, adanya isu pungutan biaya kepada warga dan pihak luar yang dipakai untuk biaya operasional. Dan hal itu dibenarkan ketua RT setempat, karena mitra/pengelola sampah tidak menerima biaya oprasional dari UPT pasar untuk penarikan sampah hampir 8 bulan lamanya.

Sampah menjadi permasalahan yang tak kunjung usai. Banyak ditemukan sampah yang menggunung dengan bau yang menyengat, bukan hanya di pasar-pasar tetapi juga terlihat di lokasi tempat lalu lalang pejalan kaki. Entah kapan permasalahan sampah akan terselesaikan. Kelalaian dan lambat dalam penarikan pengangkutan sampah oleh Dinas Lingkungan dan Kebersihan (DLHK) menjadi salah satu penyebab terjadinya penumpukan sampah.

Namun sejatinya permasalahan sampah ini adalah permasalahan hulu hingga ke hilir. Pemerintah yang senantiasa memberikan ruang kepada para pengusaha untuk mengembangkan usahanya baik itu di bidang industri, tekstil, makanan, pakaian dan lain sebagainya yang pada akhirnya semua itu menyisakan limbah dan sampah baik organik ataupun anorganik.

Sementara, masyarakat saat ini yang dibentuk dengan karakter kapitalistik yang sifatnya hedonis lebih mengutamakan gaya hidup konsumtif, tak memahami mana kebutuhan dan mana keinginan. Sehingga sampah rumah tangga menjadi salah satu pemicu penumpukan sampah. Walaupun edukasi dan himbauan juga sanksi diterapkan kepada masyarakat sebagai upaya menjaga kebersihan lingkungan akan tetapi, semua itu hanya sebatas wacana. Karena pada dasarnya masyarakat tak memahami akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

Begitupun dengan isu pungli yang terjadi tidak hanya isapan jempol belaka. Sebab pungli saat ini seakan sudah menjadi aktivitas yang biasa dilakukan oleh oknum-oknum. Dimana ada celah di situlah aksi mereka dilakukan. Tak peduli halal haram, baik atau buruk. Kemaslahatan menjadi dalih bagi mereka, padahal sebenarnya hanya manfaat/keuntungan yang mereka cari. Lemahnya pemikiran pada ajaran Islam di diri individu-individu, masyarakat juga para penguasa membuat mereka merasa berhak untuk mengatur dan membuat aturan hidupnya sendiri dan di landasi dengan hak kebebasan berprilaku dan kebebasan kepemilikan.

Semua ini sebab sistem yang diterapkan saat ini yakni sistem kapitalis yang mengusung ide sekularisme, sebuah ide yang memisahkan agama dari kehidupan, sebuah keyakinan yang meniadakan peran Tuhan dalam kehidupan. Sehingga tidak ada rasa takut dan rasa berdosa ketika berbuat kerusakan ataupun kemaksiatan.
Jelas, penerapan idiologi kapitalis sekuler ini sumber dari berbagai permasalahan yang terjadi, termasuk masalah penumpukan sampah yang juga disinyalir adanya pungli di dalamnya.

Sementara Islam mengajarkan kepada manusia untuk menjaga kebersihan lingkungan. Segala aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan wajib manusia jauhi. Dalam tataran individu, menjaga lingkungan dapat diawali dengan memilah kebutuhan dan keinginan. Dengan sendirinya, masyarakat tidak akan membeli apa yang tidak mereka butuh.

Dalam aspek kenegaraan, penting bagi penguasa menggalakkan edukasi mengenai pola hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan. Islam memang tidak membatasi seseorang untuk memiliki barang tertentu, tetapi Islam juga memiliki lensa khas bagaimana merawat lingkungan. Maka jelas, penanganan sampah sesungguhnya tidak akan selesai jika hanya fokus pada individu saja. Butuh peran negara dalam membangun paradigma keimanan untuk menangani masalah sampah.

Selain itu negara dalam Islam secara prinsip, seorang pemimpin wajib menetapkan kebijakan yang tepat dalam mata rantai perindustrian, mulai dari hulu sampai hilir. Pemimpin berhak memutuskan dibolehkan atau dilarangnya peredaran produk kemasan di dalam wilayah negara. Namun, jika pemimpin bukan pakar masalah ini, pemimpin wajib berkonsultasi dengan para pakar di bidangnya untuk menimbang opsi mana yang paling bijak.

Atas dasar ini, masyarakat—produsen maupun konsumen—akan memperhatikan lingkungan dengan landasan keimanan. Pemerintah pun akan menyediakan dana yang kemudian dikumpulkan untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas pengelolaan sampah maupun limbah, maka dengan begitu tidak akan terjadi pungutan-pungutan liar yang berdalih untuk biaya alat pengoperasian sampah. Dana ini dapat juga dijadikan insentif bagi komunitas atau individu masyarakat untuk menemukan teknologi pengolahan limbah atau sampah plastik yang bisa didaur ulang.

Demikianlah, betapa Islam dapat membereskan masalah sampah secara tuntas. Individu, masyarakat, maupun negara memiliki perannya masing-masing yang saling mendukung. Seluruh peran ini hanya akan berjalan sukses dalam sistem kenegaraan yang ideal untuk penerapannya, yakni sistem Islam
Wallahu” alam Bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 15

Comment here