Oleh: Rida Ummu Zananby (Pemerhati Sosial)
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA--Fenomena premanisme di Indonesia belakangan ini kian meresahkan. Aksi kekerasan seperti tawuran yang melibatkan senjata tajam semakin sering terjadi, terutama di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Hal ini bukan sekadar peristiwa kriminal biasa, melainkan sudah menjadi pola yang berulang dan terorganisir. Menurut data yang dirilis oleh tempo.com (16-5-2025), tercatat ada 45 kasus tawuran di wilayah hukum Polda Metro Jaya selama April 2025. Sementara di daerah lain seperti Sukabumi, Jawa Barat, aksi serupa juga terjadi, seperti tawuran berdarah di Desa Parungseah pada 19 Februari 2025 (pusiknas.polri.go.id, 5-5-2025). Ini membuktikan bahwa masalah premanisme sudah meluas dan tidak terbatas pada satu wilayah saja.
Premanisme juga menjalar ke ranah ekonomi. Para pengusaha dari berbagai sektor mengeluhkan tindakan sejumlah oknum ormas yang menekan mereka untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) atau jatah proyek. Mereka merasa diperas dan tidak memiliki perlindungan hukum yang cukup kuat. Keluhan ini datang dari berbagai asosiasi pengusaha, seperti Apindo, DMSI, PHRI, Aptrindo, HIMKI, dan API, sebagaimana dilansir cnbcindonesia.com (16 Mei 2025). Kondisi ini tentu saja menciptakan rasa tidak aman bagi para pelaku usaha dan berdampak pada stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Premanisme saat ini bukan lagi sekadar tindakan individu yang bersifat sporadis. Kini, ia hadir dalam bentuk kolektif dan lebih sistematis. Banyak dari aksi tersebut dilakukan dengan mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas), sehingga memperumit proses penanganannya. Masyarakat menjadi bingung membedakan mana ormas yang benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pengawal kebaikan, dan mana yang justru menjelma menjadi pelaku intimidasi.
Jika ditelusuri lebih dalam, maraknya premanisme tak bisa dilepaskan dari akar ideologis masyarakat hari ini, yang telah banyak dipengaruhi oleh paham Sekularisme-Kapitalisme. Dalam paradigma ini, agama dianggap tidak relevan untuk mengatur kehidupan publik. Akibatnya, masyarakat kehilangan pedoman moral dan spiritual dalam menjalani kehidupan. Segala sesuatu dinilai berdasarkan untung-rugi, bukan halal-haram atau baik-buruk. Pola pikir seperti inilah yang melahirkan manusia-manusia egois yang menghalalkan segala cara demi memperoleh materi.
Lebih parah lagi, sistem hukum yang berlaku dalam negara Demokrasi-Kapitalis cenderung lemah dan tidak konsisten. Hukum tajam ke bawah namun tumpul ke atas, dan sanksi yang dijatuhkan tidak memberi efek jera. Dalam sistem ini, kekuasaan dan hukum sering kali dikendalikan oleh kepentingan politik dan ekonomi. Maka tidak heran jika aksi premanisme terus berulang dan bahkan berkembang dalam bentuk-bentuk baru yang lebih rapi dan legalistik.
Berbeda dengan sistem Islam, yang memiliki panduan tegas dalam menanggulangi kejahatan. Premanisme dalam Islam dikategorikan sebagai tindakan kezaliman, perampasan hak, bahkan bisa termasuk dalam tindak kriminal berat seperti perampokan dan pembunuhan. Syariat Islam menetapkan sanksi yang adil dan menjerakan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Tujuannya bukan hanya menghukum pelaku, tetapi juga melindungi masyarakat serta mencegah kejahatan serupa terjadi kembali.
Negara dalam sistem Islam memiliki kewajiban utama untuk menjamin keamanan seluruh warganya. Negara tidak boleh membiarkan ada kelompok atau individu yang meresahkan masyarakat. Penegakan hukum dilakukan secara adil tanpa pandang bulu. Sanksi diterapkan berdasarkan ketentuan syariat, bukan berdasarkan kekuasaan atau tekanan politik.
Begitu pula peran ormas dalam sistem Islam sangat penting. Mereka tidak digunakan sebagai alat pemerasan, melainkan menjadi pilar masyarakat dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar—mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran: 110, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…”
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengambil langkah nyata dan menyeluruh untuk memberantas premanisme, bukan hanya dari permukaannya, tetapi dari akar sistem yang melahirkannya. Hanya dengan mengganti sistem yang rusak menuju sistem Islam dalam bingkai Khilafah, keamanan sejati dapat terwujud bagi seluruh rakyat. [WE/IK].
Views: 0
Comment here