Opini

Pinjol Meningkat, Hidup Semakin Berat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Istikhomah, S.E. (Mantan Karyawati BUMN)

wacana-edukasi.com, OPINI– Pertengahan Maret 2020 menjadi awal munculnya virus Covid-19 di Indonesia. Hal ini memberikan dampak pada aktivitas di berbagai sektor menjadi lumpuh. Semula aktivitas berkumpul, bertatap muka, berubah menjadi via online. Di sektor ekonomi banyak yang melaksanakannya dengan online, lebih dari itu dijadikanlah ajang bisnis bagi para pengusaha di berbagai bidang dengan melakukan transakti via online.

Awal mula Pinjaman Online (Pinjol)

Berdasarkan data OJK (Otoritas Jasa Keuangan) hingga saat ini lebih dari 106 lembaga penyalur pinjol yang resmi terdaftar dan adapula yang tidak terdaftar atau ilegal. Tidak dipungkiri, bahwa kehadiran Lembaga Keuangan Digital, khususnya pinjol sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan akses keuangan dengan mudah, cepat, tanpa birokrasi yang berbelit-belit. Sehingga dalam keadaan mendadak langsung mendapatkan pendanaan melalui aplikasi di Handphone. Financial technologi (Fintech) inilah sebagai layanan keuangan mengandalkan teknologi sebagai basis operasinya dalam pinjaman online (pinjol) saat ini.

Peningkatan trend pinjol meningkat sejak diresmikannya Peraturan OJK Nomor:77/POJK.01/2016. Terbukti pembiayaan pinjol melalui fintech P2P lending pada Mei 2023 mencapai sebesar Rp 51,46 triliun. Tumbuh sebesar 28,11 persen year-on-year (YoY). Sebanyak 38,39% disalurkan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dengan penyaluran pelaku usaha perseorangan sebesar Rp 15,63 triliun dan badan usaha senilai Rp 4,13 triliun (jawapos.com, 20/7/2023). Positifnya pertumbuhan pembiayaan pinjol menunjukkan fungsi intermediasi telah berjalan. Serta, tingginya kebutuhan masyarakat, mulai dari pelaku UMKM terhadap akses keuangan yang lebih mudah.

Selain itu, fenomena pinjol disebabkan masyarakat mudah mengakses dan meminjam. Sehingga mengalami peningkatan jumlah pemimjam. Dilansir dari (databoks.katadata.co.id, 3/7/2023) 10 provinsi dengan utang pinjol terbesar per April 2023 diantaranya: Jawa Barat 13,6 T, DKI Jakarta 10,4 T, Jawa Timur 6,2 T, Banten 4,4 T, Jawa Tengah 4 T, Sumatra Utara 1,4 T, Sulawesi Selatan 1 T, Sumatra Selatan 1 T, Lampung 829,5 M dan DIY 764,7 M.

Penyebab Pinjol

Penyebab pinjol yang kian marak disebabkan beberapa hal, diantaranya:

_Pertama_: faktor tidak terpenuhinya kebutuhan hidup. Hal ini terjadi karena ketiadaan jaminan kesehatan pada warga masyarakat. Rakyat miskin kesulitan untuk mengakses layanan Kesehatan, sehingga harus meminjam uang termasuk via pinjol. Alhasil, sering kali berakhir pada kredit macet lantaran pemasukan yang tidak seimbang dengan pendapatan.

_Kedua_: Faktor lifestyle atau gaya hidup. Pinjol bukan hanya untuk kebutuhan mendesak, melainkan juga untuk gaya hidup, seperti fenomena pembelian tiket konser Coldplay atau Black Pink. Mereka terbujuk rayuan kehidupan liberal yang hanya menyodorkan kesenangan. Selain itu ada yang tergiur dengan pembelian gawai baru karena mengikuti tren, belanja pakaian terkini, rekreasi ke tempat-tempat terpopuler.

_Ketiga_: Sistem kehidupan kapitalis-sekuler. Saat ini, sistem yang mengedepankan asas manfaat menjadikan utang sebagai “solusi dewa” dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Akhirnya, hutang menjadi senjata utama yang dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemahaman yang buruk bagi para pengutang saat ini makin pudar. Hari ini, justru manusia modern adalah ia yang tidak takut berutang. Dengan berhutang, dianggap memiliki rencana untuk melunasinya. Padahal, nyatanya tidak mampu melunasinya bahkan hutangnya menjadi berlipat ganda dan menjadi bunga.

Menurut teori ekonomi kapitalisme, akumulasi modal adalah faktor terpenting dari pertumbuhan ekonomi, sedangkan pendanaan yang mudah dan cepat pada era digitalisasi ini yaitu melalui pinjol. Inilah yang pada akhirnya menjadikan pelaku UMKM terjerat pinjol sehingga tidak jarang berakhir dengan kebangkrutan dan utang yang kian menggunung.

Selayaknya negara hadir menyelesaikan urusan rakyatnya. Akan tetapi, negara dalam Sistem kapitalis- sekuler telah abai terhadap rakyatnya. Mereka para penguasa justru hidup bermewah-mewahan dan mendukung kebijakannya yang pro terhadap pengusaha.

Solusi Islam

Dari semua faktor yang mendorong fenomena pinjol, mulai dari kebutuhan yang tidak terpenuhi, gaya hidup, hingga menjadikan utang sebagai solusi, kita bisa menyimpulkan bahwa titik persoalannya terletak pada sistem kapitalis sekuler liberal yang makin mengakar. Juga minimnya peran negara dalam menjamin kebutuhan hidup masyarakat.

Sejatinya, persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan aturan Islam. Islam adalah agama yang mampu menyelesaikan seluruh persoalan manusia. Islam mengharamkan riba dengan cara apa pun. Dalam hal ini, pinjol termasuk aktivitas pinjam-meminjam online yang disertai bunga, Berarti ini semua merupakan aktivitas ribawi yang hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah:275:

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

Rasulullah SAW juga bersabda: “Telah melaknat pemakan riba, penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba, dan 2 saksi yang menyaksikan transaksi riba, Beliau saw. Bersabda: “Semuanya sama dalam dosa.” (HR Muslim, no. 1598).

Di dalam Islam, negara akan memberikan sanksi dalam bentuk ta’zir (hukum yang disyariatkan terhadap pelaku maksiat atau kejahatan lainnya) kepada pelaku riba, baik itu peminjam, yang meminjamkan, penulis transaksi, maupun saksi. Selain itu, negara menindak tegas pelaku ribawi. Negara juga berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan hidup rakyatnya. Negara akan sangat perhatian kepada rakyat miskin yang membutuhkan pertolongan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, menyediakan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang bisa diakses seluruh rakyat. Untuk kebutuhan primer individu rakyatnya, negara akan mempermudah rakyatnya untuk memiliki rumah. Dengan kekuatan Baitul Mal, bukan mustahil negara mampu mewujudkannya.

Santunan kepada fakir miskin terus dilakukan agar rakyat dapat keluar dari kemiskinan. Misalnya pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid Ketika beliau melihat harta yang menumpuk di Baitul Mal langsung memerintahkan para petugasnya untuk mendistribusikan harta itu kepada rakyat miskin. Setelah dibagikan, ternyata harta Baitul Mal makin banyak. Sebab rakyat yang asalnya miskin kini bisa membayar zakat. Beliau pun akhirnya meminta petugas untuk mencari siapa yang memiliki utang untuk dilunasi oleh negara, dan siapa saja yang membutuhkan harta untuk keperluan lain, seperti menikah, berbisnis dsb. Semua dipersilakan untuk mengambil harta sesuai kebutuhannya. Khalifah Harun ar-Rasyid mampu menorehkan sejarahnya sebagai pemimpin yang mampu membawa rakyatnya menuju kesejahteraan.
Maka, selayaknya bagi kita untuk membuang sistem ini dan menggantinya dengan sistem Islam Kaffah. InsyaAllah tidak hanya pinjol yang mampu diselesaikan, namun kesejahteraan pun akan dirasakan seluruh rakyat.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 22

Comment here