Surat Pembaca

Penistaan Agama Makin Subur

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Negeri ini kembali dihadapkan pada penistaan agama yang berujung pada penyesatan umat Islam. Viral video beredar di media sosial tentang Abuya Ghufron Al-Bantani, disapa Abuya Mama Ghufron yang mengaku telah merilis 500 kitab yang bertuliskan bahasa Suryani. 500 kitab Abuya Mama Ghufron bertuliskan bahasa Suryani itu pun hingga kini diperdebatkan di media sosial, (www.tvonenews.com).

Mama Gufron dan pengikutnya terus menyebarkan kesesatan di media sosial, diantaranya berdakwah dengan bahasa semut dan jin serta bisa mengubah air biasa menjadi air zamzam, (www.detik.com).

Seorang aktivis Islam, Farid Idris menyatakan, bahwa masyarakat dengan pemahaman Islam yang masih lemah bisa terpengaruh ajaran sesat Mama Ghufron. Menurut Farid, ajaran Mama Gufron telah meresahkan masyarakat dan pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama harus bertindak. Farid menyarankan agar MUI Banten memanggil Mama Ghufron atas penyebaran ajaran sesat, (suaranasional.com).

Penistaan agama Islam yang kembali terjadi ini bukan tanpa sebab. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya sanksi tegas dan menjerakan sehingga tidak mampu mencegah kejadian serupa. Umat pun terancam bahaya yang dapat merusak akidahnya. Di sisi lain, kemudahan sebagian orang menyesatkan umat didukung oleh adanya jaminan kebebasan berpendapat yang diakui dalam sistem hidup hari ini, yaitu sistem Demokrasi-sekuler.

Sekulerisme adalah paham yang memisahkan urusan agama dari kehidupan. Paham ini telah meletakkan urusan kehidupan untuk diatur oleh akal manusia yang lemah dan terbatas. Alhasil, manusia diberi bahkan dijamin kebebasannya dalam mengatur kehidupan oleh negara. Salah satu kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan berpendapat dan berekspresi. Meski negara ini menggolongkan penistaan agama sebagai tindak pidana, namun tidak ada sanksi tegas yang membuat jera.

Dalam pasal 156a KUHP, tindak pidana penistaan agama hanya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun penjara, artinya hukumannya bisa lebih ringan lagi dari penjara 5 tahun. Sungguh penistaan agama dapat tumbuh subur atas nama kebebasan berpendapat dan berperilaku.

Di sisi lain, negara yang berlandaskan pada sistem Demokrasi-sekuler mengabaikan perannya sebagai penjaga akidah umat. Hal ini tampak dari penistaan agama yang nyata melukai dan mendiskriminasi kaum muslimin sangat bisa ditolerir. Tak ayal bahwa nilai HAM, demokrasi dan toleransi yang dijunjung sistem hari ini, seolah omong kosong ketika dihubungkan dengan Islam dan kehormatan kaum muslimin.

Berbeda dengan negara yang berlandaskan pada Islam. Islam menjadikan negara sebagai penjaga akidah umat dan menetapkan semua perbuatan wajib terikat hukum syariat. Islam tidak mengakui adanya kebebasan berbuat dan berbicara, sebab seluruh anggota tubuh manusia mutlak milik Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga hanya Dia yang berhak menetapkan aturan bagi manusia, termasuk cara bertindak dan berbicara.

Penistaan terhadap Islam termasuk pelanggaran hukum syariat atau kemaksiatan. Negara Islam (Khilafah) wajib hadir sebagai penjaga kemuliaan agama dengan menerapkan mekanisme berlandaskan syariat untuk menindak melakukan maksiat atau kejahatan.

Sebagai sebuah ideologi, syariat Islam memiliki mekanisme untuk membuat jera penista agama dengan tetap berpegang pada prinsip toleransi yang ada padanya. Bahkan dalam sejarah Khilafah tidak ditemukan penguasa yang lemah menghadapi penista agama, sebab Khilafah adalah institusi yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan, mengemban dakwah ke seluruh dunia, melindungi kaum Muslimin dan mengurus kemaslahatan mereka.

Di belakang Khalifah, kaum Muslimin akan berperang melawan setiap pihak yang yang merusak kehormatan Islam dan kaum Muslimin. Hal ini didukung oleh adanya sistem pendidikan yang mampu membangun keimanan yang kuat pada generasi sehingga melahirkan generasi yang berkepribadian Islam dan turut serta menjaga kemuliaan Islam dan umatnya.

Khilafah sekaligus mengantisipasi dan menutup semua celah terjadinya penyimpangan melalui penerapan sanksi yang tegas sesuai Al-Qur’an dan as-Sunnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menerapkan sanksi bunuh terhadap pelaku penistaan agama. Pada masa Khilafah Utsmaniyah negara bersikap tegas dengan menyiapkan pasukan perang untuk menyerang Prancis, ketika diketahui bahwa di sana akan diadakan pertunjukan Opera yang isinya menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sungguh, hanya Khilafah yang mampu menghentikan dan menuntaskan segala bentuk penistaan agama, khususnya Islam yang menggejala dalam sistem Demokrasi-sekuler.

Wallahu a’lam bishshawab

Sumariya (Aktivis Muslimah)

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here