Opini

Pengendalian Angka Diabetes dengan Cukai Minuman Berpemanis, Solutifkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nur Octafain Nalbiah L. S.Tr Gz.

wacana-edukasi.com, OPINI-– Merujuk data International Diabetes Federation (IDF), orang dewasa, kisaran umur 20-79 tahun, yang mengidap diabetes di Indonesia mencapai 19,5 juta jiwa pada 2021. Nilainya bahkan diproyeksi menyentuh 28,57 juta jiwa pada 2045. Terdapat satu fakta penting dari studi IDF yang patut digarisbawahi. Dari total dewasa yang menderita diabetes, sebanyak 73,7 persen adalah kasus yang tidak terdiagnosa secara resmi oleh dokter. Pada 2020, Ibu Pertiwi menempati posisi ketiga sebagai negara dengan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan MDBK tertinggi di Asia Tenggara (Tirto, 5/2/2024).

Sehubungan dengan tingginya konsumsi MDBK yang menjadi salah satu pencetus tingginya kasus diabetes, pemerintah Indonesia lantas memutuskan untuk mengambil langkah upaya pengendalian dengan rencana mengimplementasikan kebijakan cukai bagi MBDK.
Sebagai mana dikutip CNN Indonesia (2/8/2023) Pemerintah bakal mulai mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024 mendatang. Minuman berpemanis yang kena cukai ini dikenakan terhadap minuman produk MBDK yang mengandung gula, pemanis alami, ataupun pemanis buatan.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023, target dari peneriman cukai tersebut sebesar Rp4,39 triliun di tahun pertama ditetapkan yakni 2024 (Tirto.id, 23/2/2024).

Bila menilik penetapan beacukai khas negara kapitalisme yang menjadi pendapatan negara, jelas ini bukanlah solusi jangka panjang untuk menekan kasus diabetes karena pada dasarnya sistem ini menjadikan negara lebih berfokus pada keuntungan daripada resiko kesehatan yang dapat menimpa masyarakat.

Karena pada faktanya ditengah kemiskinan dan rendahnya pendidikan, taraf berfikir masyarakat tentang kesehatan masih cukup sangat minim. Sehingga bisa saja masyarakat yang suka dengan minuman manis, akan beralih ke pilihan produk manis lainnya. Artinya, konsumsi tinggi gula tetap sama. Ditambah lagi kesadaran standar dan regulasi keamanan pangan yang rendah, justru membuka peluang adanya makanan dan minuman beredar dimasyarakat yang tidak terkontrol komposisi terutama kandungan gulanya. Sehingga upaya pengendalian angka kasus diabetes dengan penerapan cukai minuman berpemanis makin menimbulkan keraguan.

Padahal pengendalian dan pencegahan diabetes membutuhkan solusi mendasar dan menyeluruh.
Bila negara serius dalam pengendalian kasus diabetes, negara dapat berupaya maksimal untuk melakukan sosialisasi dalam meningkatkan kesadaran tentang kesehatan khususnya penyakit tidak menular (diabetes). Kemudian membuat standar mutu makanan yang boleh beredar di pasaran melalui pengawasan yang ketat, dengan mewajibkan industri ataupun gerai makanan dan minuman mencantumkan label nutrisi. Bagi industri yang melanggar regulasi yang telah dibuat dikenakan sanksi tegas.

Namun sayangnya negara mungkin tidak akan mempertimbangkan hal demikian, sebab industri minuman memberikan keuntungan cukup menjanjikan bagi negara, maka tidak heran saat ini menjamur industri makanan maupun minuman yang mengabaikan halal dan thayyib terhadap produknya. Hal ini makin memperlihatkan keberpihakan negara terhadap korporasi dari pada kemaslahatan masyarakat.

/ Solusi Islam /
Jauh berbeda dengan penerapan Islam yang sesuai dengan syariat, dimana Islam memposisikan negara sebagai pelindung dan pemelihara bagi rakyatnya. Maka wajib baginya menjaga kesehatan rakyatnya dengan upaya menyeluruh dan mendasar dalam meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan.

Dengan cara menjamin keamanan pangan rakyat, sehingga makanan yang di produksi kemudian di konsumsi masyarakat adalah makanan yang tidak membahayakan dan tidak keluar dari prinsip halal dan thayyib. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 88 :
Artinya : “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.

Pada dasarnya makanan dan minuman yang halal adalah semua makan dan minuman yang boleh di konsumsi kecuali ada larangan oleh syariat. Sedangkan Thayyib adalah makanan yang baik, sehat di konsumsi dan tidak menimbulkan bahaya bagi fisik dan akal. Artinya makanan dan minuman yang halal lagi thayyib adalah makanan yang dibolehkan secara syar’i dan menimbulkan dampak baik bagi jiwa dan raga.

Dalam implementasinya tidak mungkin di kembalikan pada individu semata, melainkan negara juga berkewajiban untuk menjamin perlindungan pangan atas terpenuhinya kebutuhan makanan yang halal dan thoyyib bagi masyarakat. Melalui mekanisme yang diatur dalam sistem ekonomi Islam dalam rangka memastikan setiap individu dapat memenuhi kebutuhan makanan halal dan bergizi bagi diri dan keluarganya.

Disamping itu negara akan mengupayakan setiap industri untuk menghasilkan produk makanan dan minuman yang halal dan thayyib dan memberlakukan sanksi tegas bagi para industri yang melanggar aturan.

Negara dalam Islam juga wajib menyediakan sarana kesehatan yang memadai dan gratis sebagai pelayanannya bagi masyarakat. Negara juga akan meningkatkan edukasi kepada masyarakat terkait pola hidup sehat sehingga masyarakat bisa menimbang dampak baik dan buruk dari apa yang mereka konsumsi bagi kesehatananya.

Negara dalam Islam tidak menjadikan pajak atau cukai sebagai pendapatan negara yang malah memberatkan rakyat sebagaimana sistem kapitalisme, negara pula memiliki regulasi yang baik terkait industri dan yang dihasilkannya, agar yang didistribusikan ke masyarakat hanyalah makanan dan minuman yang halal lagi thoyyib. Negara memiliki sumber pemasukan tersendiri yang di atur Baitul Mal salah satunya yaitu sumber daya alam yang melimpah. Wallahu ‘alam bishowab[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 9

Comment here