Oleh: Noor Jannatun Ratnawati, S.Kom.I.
Wacana-edukasi.com, OPINI–Visi Indonesia emas 2025 sebagai target untuk memperingati 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Mewujudkan Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat adil dan makmur, merupakan visi mulia bagi sebuah bangsa yang besar. Gagasan yang dicanangkan dimasa presiden Joko Widodo melalui kementerian perencanaan pembangunan nasional pada tahun 2019. Hal ini menjadi harapan besar bagi seluruh masyarakat akan terwujudnya kesejahteraan yang telah lama dicita-citakan sejak bangsa ini berdiri.
Ada empat pilar visi Indonesia emas 2025, dua diantaranya tentang pembangunan manusia serta penguasaan ilmu dan teknologi, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan banyaknya tantangan yang dihadapi Indonesia untuk dapat mewujudkan visi tersebut.
Bagaimana tidak, ketika generasi kita telah terjebak dalam sistem pendidikan yang justru minim dalam memfasilitasi guna perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Alih-alih tersibukan untuk mengembangkan ilmu, generasi kita ketika menempuh pendidikan lebih berorientasi pendidikan untuk legalitas mencari pekerjaan. Gelar kesarjanaan yang mereka dapatkan sebagai bagian dari kebutuhan untuk mencari peluang meningkatkan kesejahteraan.
Nyatanya, keadaan ini diperburuk persaingan ketat dan sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Menjadikan ini sebuah paradoks yang memilukan bagi generasi muda.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik ( BPS), sejak tahun 2014 hingga 2024 lonjakan lulusan sarjana yang menganggur mengalami kenaikan angka dari 495.143 menjadi 842.378 orang, yang tidak bisa dianggap kecil. Belum lagi dari kalangan lulusan SMA justru lebih dominan sebanyak 2,51 juta pada tahun 2023. Sedangkan dari lulusan diploma angka penganggurannya kisaran 170.527 orang pada tahun 2024 (cnbc indonesia.com/01/05/25).
Bahkan tidak sedikit dari kalangan sarjana yang kemudian banting setir kepada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kualifikasi keahlian pendidikannya, karena tuntutan untuk mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan. Pekerjaan seperti menjadi sopir mobil rental, office boy perkantoran, ojek online, dan lainnya menggambarkan betapa sulitnya lapangan pekerjaan hari ini. Belum lagi dari kalangan yang sebelumnya sudah mendapatkan pekerjaan, dihantam oleh gelombang PHK yang melanda banyak sektor usaha.
Menurut data dari kementerian ketenagakerjaan, sejak 2022 sudah lebih dari 25.000 pekerja yang di rumah kan bahkan angka ini terus bertambah dari tahun 2023 yang sudah menembus angka 64.855 menjadi 77.965 pada tahun 2024. Menurut pengamat ekonomi dari bright institute Muhammad Andri Perdana, menyatakan imbas perlambatan ekonomi Indonesia sudah dimulai sejak 2020 karena adanya pandemi covid-19, 85% sektor usaha terdampak secara langsung (bbc.com 30/4/25).
Hampir semua sektor usaha mengalami kelesuan, terlebih industri manufaktur yang dalam proses produksinya mengandalkan jasa seperti tekstil dan garmen, harus merumahkan puluhan ribu karyawannya, seperti yang belum lama ini terjadi pada PT Sritex. Hal ini tak lain akibat dampak dari serbuan barang impor baik ilegal dan legal yang membanjiri Indonesia dari Cina.
Tajuk Indonesia Gelap, Potret Suram Bangsa
Tingginya pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan menjadikan visi lainnya yaitu pembangunan ekonomi berkelanjutan, dirasa panggang jauh dari api. Timpangnya ekonomi antara masyarakat dengan para pejabat sangat menyakiti hati rakyat. Hal ini memicu ketidakpuasan masyarakat, sehingga sering terjadi gelombang demo yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat.
Tajuk Indonesia gelap sesungguhnya bentuk kekecewaan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang cenderung hasilnya tidak memihak kepada kepentingan rakyat. Kenyataan ini semakin diperkuat dengan data dari international monetary fund (IMF) mencatat Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di kawasan ASEAN pada tahun 2024. Peringkat pengangguran Indonesia itu merujuk pada laporan Word Economic Outlook pada April 2024, berdasarkan persentase angkatan kerja atau penduduk berusia 15 tahun ke atas yang sedang mencari kerja pada tahun 2023, ada besaran 5,3% pengangguran dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 229,96 juta jiwa (Kompas.com, 30/4/25). Tak berlebihan, sebagaimana dikatakan koordinator BEM SI. Satria Naufal, tajuk Indonesia gelap adalah bentuk ketakutan warga Indonesia akan nasib masa depan bangsa (Tempo.co/8/2/25).
Negara Adalah Pelayan dan Penjamin Kemakmuran
Masalah pengangguran menjadi masalah pelik yang memang hakikatnya dilahirkan oleh sistem kapitalis. Dimana akan selalu ada ketimpangan pada dua sisi kelompok masyarakat. Dalam pandangan kapitalis negara hanya berfungsi sebagai regulator bagi para korporat. Wajar, darinya akan melahirkan ketimpangan pada masyarakat salah satunya adalah masalah pengangguran yang justru semakin bertambah.
Dalam konsep sistem Islam, negara adalah pelayan untuk rakyat. Tanggungjawab untuk pemenuhan segala hak warga yang bersifat mendasar menjadi keharusan mutlak. Selain kebutuhan dasar aspek ekonomi pemenuhan sandang, pangan dan papan, termasuk didalamnya kesehatan dan pendidikan.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar tersebut, maka negara menyiapkan lapangan pekerjaan bagi para laki-laki sebagai penanggung nafkah. Negara tidak boleh melepaskan tanggung jawab kepada korporasi atau swasta untuk membuka lapangan pekerjaan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Negara memastikan setiap generasi dapat mengakses pendidikan baik dasar hingga perguruan tinggi. Sistem pendidikan mengedepankan pemahaman tsaqofah dan ilmu pengetahuan, untuk dapat mengembangkan sains dan teknologi bagi kemajuan dan kemudahan manusia.
Dalam hal ini, negara mengerahkan seluruh potensi dan kemampuan sebagaimana yang telah disyariatkan di dalam Islam untuk mengelola bagi penyelenggaraan jaminan kesejahteraan masyarakat. Melalui penerapan sistem Islam seperti inilah yang akan dapat menjadikan tercapainya cita-cita untuk mewujudkan masyarakat makmur dan sejahtera secara merata, sebagaimana visi Indonesia emas 2025. [WE/IK].
Views: 2
Comment here