Oleh: Sitti Fatmawati Ilyas, S.Pd. (Pendidik dan Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com, OPINI--Indonesia tengah menghadapi berbagai tantangan pendidikan. Mulai dari krisis pembelajaran yang berdampak pada menurunnya kualitas pembelajaran, meski telah memiliki akses pendidikan dasar dan menengah yang sudah cukup baik. Pendekatan pembelajaran yang tidak efektif yang berdampak pada rendahnya kemampuan literasi membaca dan numerasi peserta didik Indonesia, seperti yang tercermin dalam hasil PISA. Literasi dan numerasi yang masih rendah sebab terdapat kesenjangan efektivitas pembelajaran di sekolah yang belum memberi kesempatan luas kepada guru untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Tantangan lain yakni kompetensi guru yang masih harus ditingkatkan agar guru memiliki pola pikir yang bertumbuh (growth mindset). Selain itu, beban kerja guru yang sangat berat dan lebih banyak berkaitan dengan tugas administratif, sehingga mengurangi fokus guru pada peran utama mereka sebagai pendidik.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, sistem pendidikan Indonesia perlu ditransformasi secara terstruktur, sistemik dan masif. Aapalagi untuk menghadapi momentum bonus demografi 2035 dan visi Indonesia Emas 2045. Hal ini turut menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi sistem pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan generasi menuju visi Indonesia Emas 2045. Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia berupaya dengan cepat dan tepat untuk mengakselerasi dampak pendidikan melalui berbagai pendekatan pembelajaran, salah satunya dengan pembelajaran mendalam.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pembelajaran mendalam sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang memiliki konsep mindful, meaningful, dan joyful. Dari padanan kata ini, Mu’ti menyebutnya dengan ‘kurikulum ful-ful’. Pendekatan ini diharapkan mendorong peserta didik untuk lebih termotivasi, fokus, dan mudah memahami materi pelajaran sehingga hasil pembelajaran bisa lebih optimal. Lalu mampukah pembelajaran mendalam menjawab tantangan pendidikan hari ini?
Realitas Pembelajaran Mendalam
Pembelajaran mendalam menjadi angin segar pendidikan, beberapa perubahan terjadi seperti adanya revisi capaian pembelajaran, ganti buku teks, perubahan modul ajar, pelatihan hingga beberapa perubahan platform pendidikan. Namun perubahan tersebut tidak dibarengin dengan peningkatan kapasitas guru sesuai timeline penerapannya, pendeknya waktu adaptasi guru mulai dari diluncurkan hingga diterapkannya. Hingga pada kurangnya persiapan sarana terutama terkait integrasi koding dan kecerdasan artifisial, serta asesmen seleksi (test kompetensi akademik).
Realitas yang lain, guru yang mengikuti pelatihan juga masih jauh dari target minimal, sebab pelatihan pembelajaran mendalam baru terlaksana di bulan september sedangkan bulan Juli 2025 semua guru harus sudah menggunakan pendekatan pembelajaran mendalam dalam kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya, pengurangan beban kerja guru dan tugas administrasif yang akan sulit terwujud. Sebab ketidakmerataan guru, mekanisme rekrutmen yang semakin rumit dengan kebijaksanaan PPPK dan perubahan kebijakan mata pelajaran menjadikan beban guru bukannya berkurangg namun semakin banyak apalagi dengan tugas tambahan sebagai wali kelas, guru wali dan lain-lain.
Selain daripada itu, tes kemampuan akademik yang dilaksanakan juga hanya berorientasi pada hasil bukan pada proses belajar. Kurang lebih seperti digunakan sebagai filter sumber daya manusia unggulan bukan untuk mengembangkan siswa, Padahal kebijakan pembelajaran mendalam tanpa kesiapan guru, anggaran dan sarana hanya akan menjadi sebuah jargon semata. Sehingga implementasinya akan lemah.
Melihat masalah dan solusi diatas yang diberikan tidak saling berhubungan, sebab persoalan generasi yang sesungguhnya tidak mampu dibaca oleh pemangku kebijakan. Standar PISA adalah arahan global yang tidak tuntas membaca kondisi generasi sebab tidak tepat jika memproyeksi outuput yang sebatas kognitif semata. Sebaliknya, masalah utama proses pendidikan justru tidak disentuh oleh kebijakan yang dijadikan solusi ini, seperti pemerataan pendidikan, peningkatan kualitas guru, pemenuhan guru dan pemenuhan anggaran pendidikan.
Kegagalan ini sebab buruknya sistem yang diterapkan yakni sistem sekuler kapitalis yang diterapkan saat ini. Dimana pendidikan yang menjadi hak asasi bagi setiap individu bergeser menjadi komoditas yang hanya mampu diakses oleh sebagian masyarakat. Sedangkan output generasi fokus mencetak tenaga ahli yang dibutuhkan, bermindset materialistik, krisis kepemimpinan, individualis, hedonis, apatis, serta semakin jauh dari kepribadian Islam.
Pendidikan dalam Islam
Pembelajaran mendalam dalam Islam menekankan pada pendidikan yang mendalam dan bermakna, bukan hanya pengetahuan tetapi juga pemahaman hakikat kehidupan, akhlak, dan tanggung jawab sebagai hamba Allah. Islam akan memastikan kurikulum berbasis wahyu dan akal, memastikan guru diberdayakan sebagai pendidik umat dan bukan sebagai buruh administratif.
Standarisasi dan kualitas pendidikan menjadi fokus utama dalam pendidikan Islam. Negara akan menjalankan fungsinya sebagai pengurus umat dengan menjamin standar pendidikan dasar dan pendidikan tinggi untuk semua warga tanpa terkecuali. Tidak membedakan antara kota dan desa, negeri atau swasta, karena tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di tangan negara. Adapun terkait pendanaan pendidikan bersumber dari baitul mal, bukan biaya mandiri. Penganggarannya berdasarkan kebutuhan. Demikian pula landasannya bersumber dari aturan Allah dan bebas intervensi dari negara lain. Dan semua hal ini akan terwujud, menjalankan fungsi dan tugasnya sebagaimana yang Allah perintahkan jika aturan Islam diterapkan dalam kehidupan secara menyeluruh.
Views: 1


Comment here