Surat Pembaca

Overtolerance Warnai Wacana Politik, Untuk Apa?

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com,SURAT PEMBACA– Telah digelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemerintah Daerah dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tahun 2023 di Hotel Novotel Tangerang, Banten, Selasa 28 Februari 2023. Rakornas itu mengangkat tema “Sinergi Memantapkan Kerukunan Umat Beragama Dalam Mewujudkan Pemilu Yang Aman, Damai dan Harmoni” (Tribunnews.com 01/03/2023).

Usai Rakornas tersebut, Ria Norsan mengingatkan pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama, karena agama memainkan peranan yang penting dalam segala aspek kehidupan ini. “Kerukunan harus kita bangun sebagai modal utama menjaga integritas NKRI,” katanya. Ria Norsan juga menyampaikan menjelang Pilkada tahun 2024, kepedulian masyarakat dan tokoh agama di Provinsi Kalbar sangat penting dalam menciptakan suasana Pemilu yang aman dan kondusif.

Rakornas ini tak lepas dari persiapan PEMILU 2024 sekaligus tindak lanjut dari himbauan Presiden Jokowi terkait politik identitas dan politisasi agama yang dianggap berbahaya bagi kerukunan dan kesatuan NKRI.

Politik identitas adalah sebuah konsep yang mengacu pada upaya untuk memperjuangkan hak dan kepentingan kelompok tertentu yang memiliki ciri khas yang sama, seperti agama, etnis, gender, orientasi seksual, atau kelas sosial. Tujuan dari politik identitas adalah untuk menciptakan pengakuan dan keberagaman, serta mengatasi diskriminasi dan ketidaksetaraan yang dialami oleh kelompok-kelompok ini.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, politik identitas sering kali dihubungkan dengan konflik, polarisasi, dan ketidakharmonisan dalam masyarakat. Beberapa kritikus berpendapat bahwa politik identitas dapat mengabaikan perbedaan individu dan mengorbankan kesatuan nasional dalam rangka mengejar kepentingan kelompok.

Perdebatan seputar politik identitas menjadi semakin kompleks ketika dibawa ke dalam konteks politik yang lebih luas, seperti pemilihan umum, legislasi, atau kebijakan publik. Bagaimanapun, politik identitas tetap menjadi topik penting dalam diskusi tentang hak asasi manusia, keadilan sosial, dan pluralisme budaya.

Kita akui bahwa Indonesia dengan penduduk yang heterogen, khususnya Kal-Bar yang selalu terlihat seksi dengan isu SARA-nya. Selama ini negeri yang berpenduduk mayoritas muslim, selalu dituntut overtolerance terhadap golongan minoritas. Faktanya, Islam yang selalu dikambing hitamkan dengan isu radikalisme dan islamopobia, adil kah ini? Wajar saja jika umat Islam menginginkan keadilan dan menuntut agar sistem yang mengatur kehidupan sejalan dengan wahyu Allah SWT. Karena itu merupakan dorongan keimanan.

Realitanya konflik SARA selalu terjadi diakibatkan sistem Kapitalisme-Sekulerisme. Sistem ini menafikan aturan Allah SWT sebagai pengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Memberikan jurang antara si kaya dan si miskin, hingga ketidak-adilan bagi rakyat banyak.

Jika bicara tolerasi, Islam telah mengajarkan dan menerapkan tolerasi selama 13 abad dengan luas wilayah 2/3 dunia. Sudah barang tentu, sistem Islam yang diterapkan oleh Negara Khilafah bertolak belakang dengan sistem Kapitalisme yang diterapkan dalam Negara Demokrasi. Sudah 1 abad Kapitalisme memimpin dunia, namun kerusakan dan perpecahan semakin meluas di seluruh dunia. Apakah Indonesia yang merupakan sebagian kecil dari 2/3 dunia. Jelas Kapitalisme gagal menciptakan kerukuran dan kesatuan.

Sri Wahyu Indawati
Kuburaya-Kalbar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 16

Comment here