Surat Pembaca

Nasionalisme, Penghalang Kemerdekaan Palestina

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Munculnya gerakan Global March To Gaza (GMTA) menunjukkan kemarahan umat yang sangat besar. Hal itu menandakan bahwa sekarang kita tidak bisa berharap kepada lembaga-lembaga internasional dan para penguasa.

Tertahannya mereka di pintu Raffah justru makin menunjukkan bahwa gerakan kemanusiaan apa pun tidak akan pernah bisa menyolusi masalah Gaza, karena ada pintu penghalang terbesar yang menghalangi yang berhasil dibangun penjajah di negeri-negeri kaum muslimin, yaitu nasionalisme dan konsep negara bangsa.

Mengutip Republika.co.id, gerakan Global March to Gaza yang berlangsung dari Al-Arish menuju Gerbang Rafah menjadi sorotan dunia internasional sebagai bentuk estafet nurani kolektif yang menolak diam atas krisis kemanusiaan di Palestina.

Aksi ini melibatkan ribuan orang dari berbagai negara, yaitu dari Tunisia, Libya, Maroko, Amerika, Eropa, Asia, termasuk Indonesia. Mereka hadir sebagai representasi moral dan kemanusiaan, bukan sebagai perwakilan diplomatik resmi dan tak ada mandat dari negara. Mereka membawa keyakinan bahwa isu kemanusiaan di Palestina tidak bisa terus ditunda.

Gelombang nurani menuntun langkah mereka untuk melakukan aksi, karena tak tahan lagi melihat dan mendengar berita-berita memilukan dari Palestina. Kehadiran mereka adalah bentuk keberpihakan terhadap Palestina yang bukan hanya sekedar wacana dan kecaman, tetapi tindakan nyata (Republika.co.id, 14 Juni 2025).

Penghalang terbesar yang menghalangi bebasnya Palestina ialah nasionalisme. Nasionalisme telah mematikan hati nurani para penguasa muslim dan membuat mereka tidak empati terhadap penderitaan yang ada di Gaza, Palestina.

Dengan adanya aksi Global March to Gaza, menunjukkan bahwa kaum muslim sudah geram dengan kecaman yang tanpa aksi nyata, yang dilakukan oleh para penguasa muslim. Alhasil umat bergerak sendiri dengan tekad yang kuat ingin memberikan pertolongan pada kaum muslim Palestina.

Bahkan aksi ini dilakukan oleh masyarakat dari berbagai negara, karena mereka tahu bahwa para pemimpin mereka hanya bisa diam dan menganggap bahwa apa yang terjadi di Palestina bukan urusan mereka, yaitu dengan tetap menjalin hubungan kerja sama dengan Amerika dan sekutunya untuk keuntungan pribadi.

Juga menganggap bahwa Palestina tidak perlu diberi pertolongan karena bukan dari bangsa mereka, sekat ini yaitu nasionalisme. Nasionalisme ini telah memupus hati nurani para penguasa muslim dan tentara mereka, hingga rela membiarkan saudaranya dibantai di hadapan mata bahkan ikut menjaga kepentingan musuh (Amerika dan sekutunya) demi meraih keridhaan negara adidaya yang menjadi tumpuan kekuasaan mereka.

Paham nasionalisme ini sangat buruk dilihat dari sisi pemikirannya, yaitu menjadikan seseorang fanatisme yang buta terhadap terhadap bangsa sendiri. Merasa bangsa sendiri paling benar dan membiarkan bangsa yang lain ketika terjadi bencana, bahkan bisa merendahkan bangsa yang lain.

Alhasil tidak bisa memunculkan rasa empati, karena nasionalisme dan fanatisme ini membutakan mata dan hati nurani dari penderitaan orang lain. Mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi, meskipun harus bertekuk lutut di hadapan para musuh.

Nasionalisme ini bahkan dijadikan sebagai senjata oleh musuh-musuh Islam untuk meruntuhkan Khilafah dan melanggengkan penjajahan di negeri-negeri kaum muslim. Pada awal keruntuhan Khilafah juga dimulai dari mengubah persepsi umat bahwa mereka bukan satu kesatuan, melainkan kelompok-kelompok yang terpisah, jadilah umat terpecah belah hingga saat ini.

Maka kaum muslim harus paham bahwa arah pergerakkan mereka untuk menyolusi konflik Palestina harus bersifat politik, yakni fokus untuk membongkar sekat negara bangsa dan mewujudkan satu kepemimpinan politik Islam di dunia.

Dengan adanya kepemimpinan Islam, maka umat akan bersatu dalam satu pemikiran, peraturan dan perasaan yang sama, yaitu Islam. Dengan menempatkan cinta dan benci sesuai standar hukum syara dan semata-mata untuk meraih keridhaan Allah, bukan untuk manusia.

Karena sesungguhnya, masyarakat dalam Islam adalah satu kesatuan bagaikan satu tubuh, jika satu merasa sakit maka yang lain ikut merasakannya. Persatuan ini tidak memandang perbedaan antar bangsa, suku, budaya dan sebagainya, karena perbedaan ini justru akan disatukan dalam satu pemikiran, peraturan dan perasaan yang sama, yaitu Islam.

Dengan adanya kepemimpinan Islam, maka umat akan bersatu dalam satu komando yang sama dan dari pemimpin yang sama yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Maka urgen untuk mendukung dan bergabung dengan gerakan politik ideologis yang berjuang tanpa mengenal sekat dan terbukti konsisten memperjuangkan tegaknya kepemimpinan politik Islam di berbagai tempat.

Ilma Mahali
Bandung, Pangalengan

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 18

Comment here