Opini

Muslimah Millenials Tersihir Standar Kecantikan para Kapital

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh  Asih Senja

Islam sendiri telah menyediakan para shahabiyah yang mampu menjadi role model bagi millennials dalam mengarungi jalan takwa ini. Salah satunya adalah ibunda Khadijah ra.

Wacana-edukasi.com — Waktu berlalu, peradaban manusia semakin maju. Perkembangan zaman melahirkan generasi baru yang disebut generasi millennials. Generasi millennials atau generasi Z ini memiliki karakteristik yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya. Dikutip dari Hardiono,dkk (2020:9), generasi ini cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan. Mereka sangat suka berkomunikasi melalui jejaring sosial seperti Facebook, Instagram, atau pun Tik Tok. Melalui media ini, mereka lebih bebas berekspresi secara terbuka dan spontan.

Namun sayang, generasi yang dikenal cepat tanggap pada teknologi ini memiliki masalah degradasi kepercayaan diri yang sangat tinggi. Dari hasil survey tahunan ‘Attitudes oleh GirlGuiding dalam surat kabar The Guardian Newspaper menyatakan bahwa sepertiga gadis muda enggan mengunggah foto selfie mereka tanpa filter atau aplikasi untuk memperindah penampilan. Mereka mengungkapkan bahwa alasan utama editing yang mereka lakukan adalah penerimaan dan pengakuan dari follower mereka. Bahkan, sekitar 44 persen dari mereka takut mendapat kritik akan tubuh dan penampilan wajah mereka. Seorang responden berkata, “Saya merasa sulit untuk menggunakan insta karena semua orang terlihat sempurna dan itu menurunkan kepercayaan diri saya”. Maka wajar bila generasi Z ini disebut generasi yang paling banyak mengidap gangguan kesehatan mental, terutama terkait perundungan di media sosial (Hardiono,dkk).

Hasil statistik ini tentu saja mengerikan karena ternyata hampir semua millennials mengalami hal yang serupa, tak terkecuali perempuan Indonesia yang sebagian besar merupakan muslimah. Dikutip dari liputan6.com (26/08/2018), suatu riset yang dilakukan oleh Dove dalam Indonesia Beauty Confidence Report 2017 menyatakan bahwa sekitar 38 persen wanita Indonesia suka membandingkan diri dengan orang lain. Diantara mereka sering merasa rendah diri terutama dalam bidang kecantikan wajah yang dimiliki. Bahkan, sebanyak 72 persen wanita Indonesia percaya bahwa untuk mencapai kesuksesan, wanita harus memenuhi standar kecantikan tertentu. Tentu saja standar ini adalah standar umum yang diletakkan oleh manusia tanpa asas Islam di dalamnya.

Islam sendiri menjadikan perempuan sebagai tonggak peradaban karena dari tangannya lah mampu dicetak para pahlawan umat agama ini. Namun, potret buram mentalitas perempuan muslimah saat ini sangat memilukan. Mereka lebih fokus pada paras dan lekukan badan daripada kecerdasan dan keterampilan dalam kehidupan. Keadaan muslimah saat ini tentu saja jauh dari fungsi perempuan yang islam harapkan. Bila terus berlanjut, bukan tak mungkin umat ini akan kehilangan masa depan. Rusaknya perempuan adalah gerbang awal kehancuran suatu bangsa. Tanpa ibu yang cerdas, suatu peradaban akan kehilangan para pemimpin yang berkualitas. Tanpa perempuan yang cerdas, suatu bangsa akan menjadi selemah kapas.

Bila ditelisik lebih mendalam, sistem kapitalisme yang dianut hampir seluruh dunia saat ini menjadi tantangan besar dalam kehidupan iman para muslimah. Kapitalisme memandang bahwa kebahagiaan dunia dilandaskan pada materi semata. Mereka menyandarkan standar kecantikan terbatas pada bagusnya rupa dan lekuk tubuh yang sempurna. Rasa cemas dan insecure (tidak aman) perempuan dieksploitasi sebagai target pasar untuk menjual berbagai alat kecantikan dan pelangsing badan. Siklus ini terus berlanjut dan menjadi ladang cuan bagi para kapital. Namun sebaliknya, para muslimah semakin buta dan tersesat dalam menentukan akar permasalahan mereka yang sebenarnya.
Sejatinya, akar permasalahan dalam hal ini hanyalah satu yakni kesalahan pengambilan standar kehidupan yang dijadikan pegangan muslimah millennials. Muslimah saat ini seolah tersihir dengan pesona kehidupan barat yang liberal dan mengagungkan materi sebagai standar kebahagiaan. Standar kehidupan seperti ini tentu saja fana’ dan bertentangan dengan nilai-nilai islam. Dalam islam, standar kebahagiaan hanyalah ketika dirinya memperoleh rida dari Allah sebagai Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan manusia. Rida manusia tak jadi soal dalam kehidupan. Selama Allah rida, maka itu cukup bagi dirinya. Allah berfirman :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu”. (QS al-Hujurat: 13).

Allah menjadikan semua manusia setara. Tidak ada pembeda harta dan rupa dalam derajat mereka di sisi-Nya. Yang membedakan mereka hanyalah derajat ketakwaannya saja. Semakin kamu bertakwa, semakin tinggi kedudukanmu di sisi-Nya. Maka, tak akan ada lagi cerita di mana wanita muslimah merasa buruk rupa ketika wajahnya tak semolek kawan sebaya, tak merasa berharga ketika pencapaian dunianya tak setinggi anak tetangga, tak merasa bersyukur atas anugerah kehidupan yang telah Allah berikan padanya. Muslimah millennials yang menjadikan Islam sebagai standar kehidupan akan tetap kuat dan istikamah meski diterjang badai pemikiran liberal yang tak sesuai Alquran. Ketakwaan yang tinggi inilah yang menjadi tameng muslimah millennials untuk senantiasa istikamah dan tak mudah goyah.

Islam sendiri telah menyediakan para shahabiyah yang mampu menjadi role model bagi millennials dalam mengarungi jalan takwa ini. Salah satunya adalah ibunda Khadijah ra. Beliau adalah salah istri Rasulullah saw dan termasuk ke dalam orang-orang yang pertama masuk ke dalam Islam. Ketakwaan beliau pun tak usah diragukan lagi. Beliau meyakini dengan sepenuh hati seluruhnya yang Rasulullah sampaikan. Disaat semua orang melecehkan dakwah beliau, Ibunda Khadijah selalu sigap melawan segala tuduhan tersebut. Beliau selalu mendukung dakwah Rasulullah dengan sepenuh jiwa raga tanpa pernah mengeluh sedikitpun. Rasulullah saw pun pernah bersabda tentang istri yang beliau sangat cintai ini:

“Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Ia membenarkan ajaranku ketika orang-orang mendustakan. Dan ia adalah perempuan yang selalu membantu perjuanganku dengan harta kekayaan ketika orang-orang tiada memedulikan.” (HR Ahmad)

Ketakwaan ibunda Khadijah merupakan bentuk penghambaan total kepada Allah dan Rasul-Nya. Pengorbanan jiwa dan raga beliau untuk dakwah ini tentu berada di level yang jauh dari keadaan muslimah saat ini. Ibunda Khadijah hanya fokus tentang kemenangan dakwah Islam. Tak ada resah karena paras wajah atau bahkan lemak badan. Kebahagaian beliau hanyalah bila beliau mampu memperoleh rida dari Allah, hanya itu saja.

Ketakwaan total ibunda Khadijah inilah yang seharusnya dicontoh para muslimah millennials dalam mengarungi perahu iman di tengah lautan zaman. Badai liberal yang menjadikan materi sebagai standar kehidupan akan mampu dihempas dengan mudah bila takwa menjadi pegangan. Tugas mulia sebagai pendidik dan pencetak para pemimpin umat menjadi tanggung jawab muslimah sebagai ummu wa rabbatul bait. Maka, siapkan dirimu wahai muslimah. Umat ini menanti Khadijah-Khadijah millennials yang membimbing umat Islam kembali dalam kedigdayaan di masa lampau.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 24

Comment here