Opini

Moralitas Terkikis di Negeri Kapitalis?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Neneng Sri Wahyuningsih (Pegiat Literasi)

“Ayah terima kasih ananda haturkan kepadamu, yang telah mendidik dan membesarkanku bersama ibu”

Lirik lagu “Kenangan bersama Ayah” yang dipopulerkan oleh salah satu grup nasyid di tanah air ini mengingatkan bahwa sedikit atau banyak, ayah telah berperan dalam kehidupan kita. Maka sudah sepantasnya kita sebagai anaknya untuk berterima kasih dan berbalas budi padanya.

Namun sayangnya, hal ini tidak dirasakan oleh Koswara. Deden anaknya, menggugat sebesar 3M karena ayahnya hendak menjual tanah warisan seluas 3000 meter persegi. Selama ini, Deden menyewa sebagian dari tanah tersebut untuk usaha. Adapun tanah yang akan dijualnya ini merupakan milik keluarga besar Koswara dan hasilnya nanti akan dibagikan untuk adik-adiknya (kompas.com, 20/1/2021).

Terjadinya kasus di atas pun menyorot perhatian banyak pihak, salah satunya Dedi Mulyadi (Anggota Komisi IV DPR RI). Beliau merasa heran dan sangat menyayangkan kasus tersebut. Pasalnya sesuai ketentuan dan aturan agama warisan itu baru dibagikan ketika orang tuanya meninggal, sedangkan ini masih hidup. Kenapa jadi persoalan? (pikiran-rakyat.com, 21/1/2021).

Miris. Aneh, tetapi kenyataannya memang terjadi dalam kehidupan ini. Kita bukan sedang menonton cerita dalam sinetron. Saat ini, kerap terjadi perselisihan dalam keluarga yang berawal dari warisan. Anak pun rela berbuat sadis kepada orang tuanya. Ya, kasus Koswara ini bukanlah yang pertama, sebelumnya dan beberapa bulan ke belakang pun pernah terjadi kasus yang serupa. Misalnya saja ada kasus seorang nenek yang digugat anak-anaknya karena pembagian harta warisan (kompas.com, 26/7/2020).

Padahal, jika diingat-ingat kembali, pengorbanan mereka selama ini tidak bisa dihitung dengan materi. Seorang ayah misalnya, rela banting tulang mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Panas, hujan tetap diterobosnya demi mendapatkan uang untuk dibawa pulang. Kaki jadi kepala, kepala jadi kaki, dan bermandikan keringat tak pernah ia hiraukan asalkan anaknya tumbuh sehat, kebutuhannya terpenuhi, bisa sekolah dan sukses. Mungkin saja pengorbanan ini pun dilakukan oleh seorang ibu. Selain itu, tak sedikit pula yang akhirnya mereka (para ayah atau ibu) ini menutup rasa malunya untuk meminjam uang ke kerabat atau tetangga demi menghidupi dan menyekolahkan anak-anaknya.

Namun, balasan yang diberikan anaknya ketika besar dan sudah sukses bukannya membahagiakan malah sebaliknya, membuat orang tua stres. Padahal harapan orang tua ketika anak-anak sudah besar dan mandiri, mereka tinggal menikmati masa tuanya dan tidak terlalu banyak pikiran. Kini, mereka pun harus rela menelan pil pahit itu.

Lantas kenapa peristiwa diatas kerap terjadi saat ini? Jika terjadi pada satu orang berarti kesalahan terletak pada dirinya, tetapi peristiwa ini banyak terjadi di mana-mana. Hal ini bisa jadi dikarenakan ada support system yang turut andil dalam berulangnya peristiwa yang sama.

Ya, di dalam keluarganya bisa saja ditanamkan agama. Namun ketika ke luar, ternyata di luaran sana menemui kondisi yang sebaliknya. Sehingga menjalani kehidupan pun menjadi pincang dan terseok-seok karena berjuang sendiri.

Tidak bisa dimungkiri, saat ini kehidupannya memang jauh dari agama. Agama tak lagi dijadikan pijakan dalam setiap perbuatan, apalagi untuk memecahkan permasalahan yang terjadi. Di samping itu, semuanya serba dinilai oleh materi. Sekolah saja ditanamkannya untuk bekerja (materi) bukan untuk paham dan ilmunya bermanfaat untuk umat. Akhirnya, tidak sedikit ditemukan yang ketika kuliahnya idealis tapi setelah bekerja jadi materialis.

Beginilah dampaknya ketika hidup dalam pusaran sistem kapitalisme sekularisme. Tuntutan hidup yang keras menghantarkan pada pribadi yang bringas. Maka wajarlah jika permasalahan yang serupa sering kita temukan.

Berbeda kondisinya jika agama, yakni Islam dijadikan sebagai landasan dalam setiap perbuatan. Islam datang untuk menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Islam datang untuk memberikan cahaya dan menghantarkan manusia pada kemuliaan. Dan Islam memiliki aturan dalam segala aspek kehidupan termasuk didalamnya bagaimana bersikap kepada orang tua.

Dalam Islam, anak harus menghormati dan memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik, lemah lembut, serta berendah diri ketika keduanya berusia lanjut. Jangankan berkata kasar, terucap kata “ah” saja dilarang.

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Isra: 23 yang artinya:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

Di samping itu, anak berkewajiban untuk mendoakannya baik ketika mereka masih hidup maupun sudah meninggal dunia (QS. Al Isra: 24). Selanjutnya, Rasulullah saw. juga pernah bersabda bahwa rida dan murka Allah bergantung dari rida dan murka kedua orang tuanya, “Rida Allah terdapat pada rida orang tua, dan murka Allah juga terdapat pada murkanya orang tua.” (HR. Tirmidzi) [No. 1899 Maktabatu Al Ma`arif Riyadh] Shahih.

Bersamaan dengan itu, orang tua pun mendidik dan memperlakukan anak-anaknya dengan baik dan sesuai tuntutan syariat-Nya. Masyarakat sekitar juga ikut mengingatkan dan mengontrol ketika ada yang melakukan pelencengan.

Adapun peran negara agar mendukung pelaksanaan di atas, yakni dengan membuat kurikulum pendidikan termasuk pendidikan agama di dalamnya yang tidak hanya sebatas transfer ilmu saja tetapi sampai menancap pada dirinya. Sehingga warganya memiliki pemahaman agama yang kuat dan benar. Selanjutnya, negara juga akan memenuhi kebutuhan hidup warganya, akhirnya tidak ada alasan untuk bertindak tidak sopan bahkan kasar kepada orang tua hanya karena terdesak tuntutan hidup. Ketika pun ada yang melanggar, maka sanksi yang diberlakukan oleh negara bersifat tegas.

Begitulah gambaran adanya support system yang terus menjaga agar tetap berada di jalur rel kebenaran. Semua elemen berusaha maksimal menjalankan perannya dengan baik agar mampu melahirkan generasi yang menghormati dan menyayangi kedua orang tuanya serta selalu mendapatkan keberkahan hidup. Semua ini bisa didapatkan ketika negara menerapkan sistem Islam secara keseluruhan.

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 3

Comment here