Opini

Miris! BPJS Kesehatan Menambah Beban Rakyat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Dewi Tisnawati, S. Sos. I. (Pemerhati Sosial)

Hidup dalam sistem kapitalisme sangat memprihatinkan. Layanan kesehatan menjadi komoditas bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Peran negara hanya sebagai regulator dan fasilitator demi kepentingan kapitalis, rakyat menjadi korban.

Wacana-edukasi.com — Pemerintah menerbitkan aturan baru berlaku mulai Maret 2022 nanti, anda wajib memiliki Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial atau BPJS Kesehataan agar bisa mengurus berbagai keperluan. Seperti mengurus Surat Izin Mengemudi ( SIM), mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan ( STNK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), hendak berangkat ibadah haji, dan jual beli tanah.

Kewajiban itu tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Peraturan tersebut telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari 2022 lalu. (TribunnewsBogor.com, 20/2/2022).

BPJS kesehatan adalah asuransi yang harus dibayar oleh rakyat. Seyogyanya, jaminan kesehatan mesti dijamin baik pelayanannya maupun pembiayaannya. Sayangnya, berbanding terbalik. Justru warga masyarakat harus antri mengurus administrasi bahkan cukup lambat dan sering mendapat perlakuan diskriminasi. Sedangkan non BPJS mendapat perlakuan cukup istimewa dan lumayan cepat.

Pada faktanya, kebijakan pemerintah soal BPJS/JKN ini alih alih memberi jaminan layanan kesehatan justru membebani rakyat dengan kewajiban asuransi dan menyulitkan pemenuhan kemaslahatan lain. Walhasil, kebijakan yang diambil oleh pemerintah selalu menzolimi rakyat. Semua itu, berawal dari penerapan sistem kapitalisme saat ini. Sistem buatan manusia yang meninggalkan aturan Pencipta dalam menjalankan pemerintahannya.

Hidup dalam sistem kapitalisme sangat memprihatinkan. Layanan kesehatan menjadi komoditas bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Peran negara hanya sebagai regulator dan fasilitator demi kepentingan kapitalis, rakyat menjadi korban. Inilah bentuk pengurusan layanan publik jika diatur dengan kepemimpinan kapitalis, rakyat makin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Berbeda halnya dengan kepemimpinan dalam Islam. Seorang pemimpin atau khalifah adalah periayah umat, yakni mengurusi urusan rakyat seluruhnya. Islam memandang kesehatan merupakan kebutuhan dasar publik selain pendidikan dan keamanan, yang harus dipenuhi mutlak oleh negara. Sehingga, tidak ada untung dan rugi dalam memenuhi urusan kebutuhan rakyat. Dalam pelayanan publik, rakyat juga tidak disyaratkan apapun. Maka, dengan mudahnya mereka mengurus apapun dalam urusan publik.

Dalam Islam, pelayanan masyarakat harus memenuhi tiga aspek, yakni pertama, kesederhanaan aturan yang akan memberikan kemudahan dan praktis. Kedua, kecepatan dalam pelayanan transaksi yang akan memudahkan orang memiliki keperluan. Ketiga, pekerjaan ditangani oleh orang yang mampu dan profesional, hal ini akan menjadikan pelayanan benar-benar optimal dimasyarakat.

Adapun BPJS dalam pandangan Islam dilarang. Sebagaimana, sabda Nabi SAW., Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar.” (HR. Muslim 1513).

Gharar adalah transaksi bisnis yang mengandung ketidakjelasan bagi para pihak, baik dari segi kuantitas, fisik, kualitas, waktu penyerahan, bahkan objek transaksinya pun bisa jadi masih bersifat spekulatif. Ketidakpastian ini melanggar prinsip syariah yang idealnya harus transparan dan memberi keuntungan bagi kedua belah pihak

Dengan demikian, Islam memandang bahwa gharar adalah hal yang merugikan para pihak, terutama pembeli. Hal ini karena jika konsumen sudah membayar terlebih dahulu tanpa melihat objek transaksi, jika ternyata barang tersebut tidak sesuai kehendaknya, tentu akan menimbulkan sengketa atau kerugian.

Dalam BPJS terdapat gharar di antaranya ada 3: Pertama, gharar (ketidak jelasan) bagi peserta dalam menerima hasil dan bagi penyelenggara dalam menerima keuntungan. Kedua, mukhatharah (untung-untungan), yang berdampak pada unsur maisir (judi). Ketiga, riba fadhl (kelebihan antara yang diterima dan yang dibayarkan). Termasuk denda karena keterlambatan.

Adapun yang dipermasalahkan MUI dalam BPJS adalah BPJS untuk 2 program, yaitu: untuk program jaminan kesehatan mandiri dari BPJS, peserta membayar premi iuran dengan tiga kategori kelas. Dan jaminan kesehatan Non PBI (Peserta Bantuan Iuran) yang diperuntukkan bagi PNS/POLRI/TNI, lembaga dan perusahaan, dana BPJS sebagian ditanggung oleh instansi yang bersangkutan dan juga sebagiannya ditanggung peserta. Inilah pelanggaran yang gamblang dilanggar oleh BPJS. Hal ini sudah tampak jelas.

Dengan demikian, sudah saatnya kita beralih dari sistem kapitalis dengan menegakkan sistem Islam Kaffah. Dengannya, semua aturan dari Allah Sang Pencipta menjadi aturan umum yang banyak maslahat di dalamnya. Sehingga, semua kebutuhan rakyat akan diurus dengan baik dan tidak membebani mereka. Termasuk dalam hal urusan publik.

Wallahu’alam bish-shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 6

Comment here