Surat Pembaca

Minyakita Bukan Minyak Untuk Kita

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Hastin N.

(Aktivis Muslimah, Depok, Sleman, DIY)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Minyakita yang diklaim sebagai solusi pemerintah menstabilkan harga demi mencukupi kebutuhan minyak goreng memicu permasalahan kompleks. Bermula dari kelangkaan minyak goreng di pasaran, kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan Permendag No. 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit (jdih.kemendag.go.id, 01/2/2022). Pemerintah menetapkan satu harga jual minyak goreng di pasaran domestik Rp14.000/kg, dan menyediakan 20% dari total produksi untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sementara dari harga produksi Rp15.000/kg mengalami selisih harga yang dijanjikan akan dibayar oleh pemerintah. Namun, faktanya pemerintah mengalami gagal bayar selisih harga produksi dengan harga jual (afraksi) tersebut. Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan belum ada titik terang terkait pembayaran utang pemerintah kepada peritel untuk pengadaan minyak goreng kemasan selama 2022 sebesar Rp 344 miliar (kompas.id, 23/4/2023). Ini menunjukkan pemerintah salah dalam mengambil kebijakan pada sektor komoditi minyak kelapa sawit dan produk turunannya.

Langkanya minyakita dan harga jual yang tinggi menjadi bukti nyata kegagalan pemerintah mengurusi rakyatnya. Berdasarkan penelusuran Komisi Pengawas Persaingan Usaha, terdapat kartel produksi dan distribusi minyak goreng di Indonesia. Pemerintah menemukan banyak penimbunan minyak goreng di berbagai daerah, di antaranya terdapat penimbunan minyak goreng di gudang produksi Deli Serdang sebanyak 1,1 juta triliun, belasan ribu liter di gudang distribusi Kendal, dan 17,5 triliun di gudang pasar Waleri. Pelaku usaha memilih melakukan penimbunan karena gagal bayar afraksi pada sektor produksi. Sementara harga jual CPO di pasar internasional lebih tinggi dan lebih menguntungkan. Selain itu, tahun 2023 diamankan 4 orang tersangka dari pejabat Kemendag dan pengusaha yang memanfaatkan masalah kelangkaan minyak goreng di pasaran untuk melancarkan izin ekspor guna meraup untung yang lebih banyak. Maka, sekali lagi kebijakan yang salah membuat produsen dan distributor memilih menangguhakan barang untuk dikeluarkan pada momen yang lebih menguntungkan, dan meloloskan ekspor daripada memehuhi kebutuhan rakyat tetapi harus merugi. Inilah permasalahan kompleks yang dibuat dengan sistem ekonomi kapitalisme yang hanya berorientasi pada materi. Sehingga, produk minyakita yang dicanangkan sejatinya bukanlah untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.

Komoditi kelapa sawit adalah hasil yang menyangkut hajat hidup rakyat yang seharusnya menjadi salah satu komoditi yang dikelola negara. Tetapi negara berlepas tangan dalam mengurusi dan mengelolanya, serta menyerahkannya kepada pihak swasta. Terlebih lagi orientasi pelaku usaha dan pejabat pemerintahan hanya mementingkan materi semata, adalah produk dari ekonomi kapitalisme yang bertentangan dengan Islam. Selain itu, kebijakan yang tidak solutif juga merupakan kebijakan yang sebaiknya dihindari dan diganti dengan kebijakan yang menyejahterakan rakyat.

Sistem Islam menjamin kepastian pengelolaan hukum ekonomi dan kebijakan politik yang baik tanpa merugikan pelaku usaha, maupun melancarkan gerakan kartel ekonomi. Mekanisme non pasar dibuat untuk mudah diakses dengan membuat penyusunan kebijakan melalui Biro Pertanian dan Kemaslahatan Umat dan Biro Subsidi Baitulmal. Kebijakan intensifikasi dan penggunaan sarana produksi yang lebih canggih. Kemudian ekstensifikasi lahan pertanian yang memperluas lahan yang diolah, sehingga produksi akan meningkat. Sedangkan pada mekanisme pasar dibuat aturan dan pengawasan yang sesuai hukum syariat. Menghilangkan hal yang mengacaukan pasar seperti kartel, monopoli, dan sebagainya. Takzir diberikan bagi pelaku pelanggar hukum syariat yang mengganggu mekanisme pasar yang menyebabkan harga tinggi dan kelangkaan, serta mengeluarkan semua barang yang ditimbun.

Negara akan memastikan permintaan dan penawaran terpenuhi. Jika permintaan belum terpenuhi, maka negara akan memasok barang sebagai intervensi pasar untuk menstabilkan harga. Umar bin Khaththab memasok bahan pangan berupa gandum dari Basrah dan ‘Amr bin ‘Ash. Bahan makanan didistribusikan kepada rakyat dengan baik. Negara juga akan menyerahkan harga pada mekanisme pasar dan tidak mematok harga bagi rakyat, sehingga harga akan mudah dijangkau dan menstabilkan harga pasar. Semua akan bisa terselesaikan jika diatur dengan kebijakan ekonomi Islam dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurna.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 7

Comment here