Oleh Meitya Rahma
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Remaja merupakan masa pencarian jati diri. Banyak hal yang dilakukan mereka dalam proses pencarian jati diri. Jika tidak bisa memilah mana yang baik mana yang buruk maka remaja akan terjerumus dalam pengaruh buruk pergaulan. Seperti yang marak terjadi saat ini di Yogyakarta. Baru-baru ini Yogya menjadi sorotan karena tawuran yang melibatkan pelajar. Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo menyesalkan para pelajar melakukan tindakan tidak terpuji ini. Singgih mengatakan, tawuran pelajar ini dapat mencoreng citra Yogyakarta sebagai kota pendidikan. Menurut dia, tawuran pelajar juga mengganggu situasi Kota Yogyakarta yang terbilang kondusif. Menurut Singgih, perlu adanya evaluasi bersama untuk mencari solusi dari pihak sekolah, orang tua, masyarakat, pemerintah, kepolisian juga pihak-pihak terkait lainnya ( republika.co.id, 20/5/2024).
Kepala Divisi Humas Jogja Police Watch (JPW), Baharuddin Kamba, mengatakan, tawuran pelajar dapat merugikan banyak pihak, membuat resah masyarakat termasuk sekolah, serta citra Yogyakarta sebagai kota pelajar. Kamba pun meminta para pihak terkait mencari solusi atas tawuran pelajar itu. Seperti Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY, pihak sekolah, dan pihak kepolisian. Pihak terkait harus segera bertemu untuk mencari akar masalah dan mencari solusi bersama agar peristiwa serupa tidak terjadi kembali (republika.co.id, 20/5/2024).
Akar masalah yang biasa teridentifikasi biasanya adalah faktor keluarga/orangtua, teman sepermainan, lingkungan sekitar. Keluarga yang broken, orangtua yang tidak care kurang peduli dengan anaknya, pengaruh pergaulan diantara teman- temannya, lingkungan masyarakat yang apatis, masa bodoh. Mungkin hanya itu yang bisa terindra oleh para pendidik juga para pihak- pihak yang terkait masalah ini. Maka solusii yang dilakukan hanya sebatas sosialisasi di lingkungan sekolah, masyarakat (dari tingkat kabupaten sampai dusun). Misalnya sosialisasi di masyarakat, sekolah tentang bahaya klithih, kenakalan remaja. Di dunia pendidikan, bisa membuat kurikulum sekolah yang bisa meminimalisir kenakalan remaja. Program- program ramah anak, dari tingkat pemerintah sampai sekolah-sekolah. Menjamurnya label sekolah ramah anak, kota layak anak atau embel embel apapun yang disematkan adalah dalam rangka menciptakan iklim kondusif bagi generasi. Harapannya tidak ada lagi kriminalitas, semua aman terkendali. Namun bukan malah berkurang masalahnya tapi malah semakin bertambah masalahnya. Lalu efektifkan solusi yang diberikan oleh pemerintah dan fihak-fihak terkait lainnya? Sejauh ini, memang belum bisa menuntaskan masalah diatas. Tawuran, klithih, bulying pun masih kita dapati di beberapa sekolah. Ternyata semua solusi-silusi ini belum bisa menuntaskan kenakalan remaja. Hal ini dikarenakan solusi ini belum sampai menyentuh akarnya. Wajar jika masih terjadi klithih, dan kenakalan remaja lainnya.
Kerapuhan keluarga, minimnya peran merupakan salah satu faktor penyebab kenakalan remaja. Beratnya tekanan ekonomi memaksa para orangtua kususnya ibu membantu memenuhi kebutuhan hidup. Akibatnya peran ibu sebagai pendidik utama dan pertama menjadi tak berfungsi. Peran ibu digantikan ART ( asisten rumah tangga), nenek bahkan gadget. Orangtua sering menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada sekolah. Anggapan para orangtua, cukup disekolahkan saja anak akan jadi baik. Media sosial yang tidak ada filter membuat generasi makin rusak dengan tontonan yang tidak bisa menjadi tuntunan. Lingkungan pertemanan yang terlalu solid, karena hilangnya kasih sayang di keluarga. Kontrol sosial di masyarakat minim karena individualisme dan apatis sudah menjadi kebiasaan di era saat ini. Kurikulum pendidikan yang menuntut anak hanya cerdas secara akademik tapi dari sisi akhlak dan agama minim.
Faktor kerapuhan keluarga, kurikulum, lingkungan sosial, pertemanan dll ini hanyalah imbas saja. Imbas dari sistim kapitalis yang telah mengakar di semua lini kehidupan masyarakat. Jadi faktor- faktor tadi hanya imbas saja. Jika solusi ini hanya melihat dari imbasnya saja maka tidak akan bisa efektif menyelesaikan masalah. Tetapi jika melihat akar permasalahannya akan bisa menyelesaikan masalah. Akar permasalahan adalah bobroknya sistim kapitalis. Dengan kebijakan kebijakan yang selalu mementingkan para penguasa dan pemilik modal ( kapital) maka kebijakan yang dihasilkannyapun tidak dapat memberikan kemaslahatan bagi masyarakat. Yang ada adalah kemanfaatan bagi para kapital. Sudah banyak UU yang dihasilkan di meja dewan yang tidak memihak pada masyarakat, tetapi menguntungkan penguasa dan para kapital. Untuk itu perlu adanya sistim yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat. Sistim yang bersumber dari Sang Pencipta, Allah SWT tentunya tidak akan mendzalimi makhluknya. Itulah kenapa syariat Islam diturunkan melalui Rosulullah SAW bagi umat manusia. Pengaturan segala aspek kehidupan ketika mengambil dari syariat akan membawa kemaslahatan bagi semua umat. Solusi parsial hanya membuat kasus ini berualang kembali. Dengan demikian memang butuh sistim Islam untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut.
Views: 16
Comment here