Opini

Mampukah Moderasi Beragama, Menyelesaikan Persoalan Bangsa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Siti Muslikhah

wacana-edukasi.com, OPINI– Penguatan moderasi beragama di negeri ini terus diaruskan. Beberapa waktu yang lalu Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai Ketua Pelaksana Sekretariat Bersama Moderasi Beragama. Penunjukan tersebut dilakukan melalui Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023. Adapun tugas dari Sekretariat Bersama Moderasi Beragama ini adalah mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan penguatan moderasi beragama di instansi pusat dan daerah.

Point yang ditekankan pada Perpres yang ditandatangani 25 September 2023 tersebut adalah penguatan cara pandang, sikap, dan praktik beragama secara moderat untuk memantapkan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan umat beragama. Selain itu juga penguatan harmoni dan kerukunan umat beragama, penyelarasan relasi cara beragama dan berbudaya, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, serta pengembangan ekonomi umat dan sumber daya keagamaan.

Sejumlah menteri yang tergabung dalam Pelaksana Sekretariat Bersama yaitu menteri dalam negeri, menteri luar negeri, mendikbudristek, menkominfo, dan menkumham akan membantu Yaqut dalam melaksanakan tugasnya untuk memperkuat moderasi beragama. Selain itu juga ada menteri perencanaan pembangunan nasional, menpora, menpan RB, menparekraf, menteri sosial, menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, menteri ketenagakerjaan, menteri koperasi dan UKM, serta jaksa agung.

Moderasi beragama sudah sering dikampanyekan oleh Presiden Jokowi. Dia terus mendorong para pemuka agar mengajak umat beragama secara moderat. Saat zikir dan doa kebangsaan di Istana Merdeka, Jakarta pada Selasa (1/8/2023) beliau mengatakan bahwa pemerintah terus berkomitmen untuk mewujudkan kehidupan beragama yang baik, nyaman, toleran, dan kondusif sesuai dengan amanat UUD 1945. Dia juga mengajak kita agar terus merawat kerukunan, toleransi, sikap saling menghargai, sikap saling menolong agar bangsa ini dapat menjadi bangsa yang bersatu (cnnindonesia.com, 29/9/23).

Penguatan moderasi beragama terus dilakukan, seolah bisa menjadi jalan keluar berbagai persoalan di negeri ini. Padahal persoalan utama negeri ini sesungguhnya bukanlah konflik horizontal antar umat beragama, melainkan belum terwujudnya kesejahteraan karena masih tingginya angka kemiskinan dan stunting, korupsi, rusaknya moral generasi, tingginya kekerasan dan berbagai tindak kriminalitas lainnya.

BPS pada bulan Maret 2023 merilis jumlah warga miskin di Indonesia mencapai 25,90 juta orang. Adapun kasus stunting di Indonesia yang dicatat oleh statistik PBB pada 2020 mencapai 6,3 juta balita. Selain itu kasus korupsi pun tinggi. Selama periode semester I 2023 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 2.707 laporan dugaan korupsi.

Kasus kekerasan yang tercatat di seluruh Indonesia menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), dalam periode 1 Januari-27 September 2023 mencapai 19.593 kasus.

Kasus pergaulan bebas remaja juga tak kalah mengenaskan. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendata remaja di Indonesia yang telah melakukan hubungan suami istri. Didapati 60 persen remaja usia 16-17 tahun telah melakukan hubungan seksual, 20 persen usia 14-15 tahun dan usia 19-20 juga sebanyak 20 persen.

Tentu persoalan ini tak akan bisa selesai dengan penguatan Moderasi Beragama. Yang ada, hadirnya moderasi beragama justru menambah persoalan bangsa ini. Sebab moderasi beragama yang digaungkan justru banyak menyerang ajaran Islam.

Bagaimana tidak, ajakan untuk beragama secara moderat justru menjadikan seorang muslim mau menerima pluralisme, menerima demokrasi, dan memiliki toleransi yang tinggi walau bertentangan dengan syariat Islam. Inilah sejatinya yang diinginkan dari moderasi beragama yaitu ingin menjauhkan muslim dari Islam.

Pluralisme agama mengajarkan bahwa semua agama itu adalah benar. Sementara Islam mengajarkan bahwa hanya Islamlah satu-satunya agama yang benar. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. QS. Ali-Imran ayat 19: “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam”.
Allah Swt. juga memberi peringatan kepada kita: “Barang siapa yang mencari Agama selain Agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima Agama itu oleh Allah dan dia di Akhirat pun termasuk orang-orang yang merugi (TQS. Ali Imran ayat 85). Maka pluralisme bertentangan dengan Islam dan harus ditolak oleh kaum muslimin.

Sikap toleransi dalam konsep moderasi pun berlandaskan pada pemikiran pluralisme. Seseorang dikatakan memiliki sikap toleran ketika memberikan ruang terhadap perbedaan, memberikan ruang bagi setiap orang untuk mengekspresikan keyakinannya dan pendapatnya.

Sekilas sepertinya itu tidak ada masalah. Namun jika kita telisik sikap toleransi ala moderasi seperti ini adalah sikap yang berbahaya. Sebab meragukan umat Islam terhadap agamanya sendiri.

Selain itu toleransi semacam ini juga akan menyebabkan pembiaran terhadap kemungkaran ataupun kemaksiatan atas nama toleransi. Misal ada seseorang yang melakukan sebuah penyimpangan seperti suka terhadap sesama jenis. Maka kita tidak bisa berbuat apa-apa.

Atas nama toleransi kita diminta untuk menghormati pilihannya, keyakinannya bahwa penyimpangan itu bukan masalah bagi dia. Hal ini membuat aktivitas amar ma’ruf nahi munkar tidak bisa kita lakukan. Akhirnya kita jadi membiarkan kemungkaran dan kemaksiatan terjadi di depan kita.

Jelas ini bertentangan dengan Islam. Sebab Islam memerintahkan kita untuk mencegah kemungkaran. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw.: “Barang siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya. Maka itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).

Tak hannya itu, toleransi ala moderasi juga berbahaya sebab menimbulkan ketakutan pada umat Islam. Pasalnya ketika ada muslim yang ingin menerapkan Islam secara kaffah maka dia dianggap tidak menghormati perbedaan dan dicap negatif. Dianggap radikal, intoleran.

Ketika ada ulama yang mendakwahkan Islam dan mengajak umat untuk menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka ulama ini langsung dilabeli ulama radikal dan intoleran. Hal ini otomatis menimbulkan ketakutan sehingga umat Islam yang tidak mau dicap radikal akhirnya meninggalkan ajaran agamanya sedikit demi sedikit. Bahkan para ulama akhirnya diam dan tidak berani menyampaikan kebenaran. Jika hal ini terus menerus dibiarkan maka lama kelamaan ajaran Islam pun akan lenyap.

Dengan demikian, sesungguhnya moderasi beragama tak akan mampu menyelesaikan persoalan bangsa. Diterbitkannya Perpres 58/2023 menunjukkan program ini tidak berjalan lancar. Wajar karena akidah sekularisme yang melandasi ide moderasi beragama dan toleransi yang digaungkan justru bertentangan dengan ajaran Islam.

Sesungguhnya persoalan yang mendera bangsa ini akan teratasi dengan menerapkan aturan Allah Swt. secara kaffah. Aturan Islam unggul dalam mengelola pluralitas. Sebab Islam diturunkan bukan hanya untuk kaum muslim saja, melainkan untuk seluruh umat manusia tanpa memandang keberagaman suku, agama, warna kulit dan sebagainya.

Sebagaimana firman Allah Swt: Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui (QS. Saba’: 28).

Islam juga tidak memaksa nonmuslim untuk memeluk Islam dan meyakini akidah Islam. Bahkan aturan Islam menetapkan pengakuan dan perlindungan atas keberagaman. Sebagaimana dinyatakan Allah Swt. dalam QS. al-Hujurat:13.

Maka seorang muslim hanya diwajibkan untuk mengajak nonmuslim masuk Islam. Jika mereka menolak, mereka tidak dipaksa dan dibiarkan memeluk agama yang diyakininya.

Dengan penerapan aturan Islam secara kaffah umat nonmuslim juga akan mendapatkan perlindungan, jaminan keamanan, kesejahteraan dan keadilan. Negara khilafah memberikan kebebasan dan perlindungan kepada mereka untuk melaksanakan ritual agamanya tanpa intimidasi maupun pemaksaan.

Demikianlah Islam mengatur secara rinci bagaimana kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. Dengannya akan terjamin kesejahteraan, keamanan dan keadilan bagi seluruh warga negara.

Wallahua’lamu bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 13

Comment here