Opini

Lemahnya Mitigasi Bencana, di Mana Peran Negara?

blank
Bagikan di media sosialmu

oleh : Apt. Eva Sanjaya

wacana-edukasi.com, OPINI-– Negeri ini masih sering dilanda bencana, mulai banjir, tanah longsor, gunung meletus, dll. Diberitakan sebelumnya, Kabupaten Lumajang diterjang banjir dan tanah longsor pada Kamis (18/4/2024). Data BPBD Lumajang, terdapat sembilan kecamatan di Lumajang yang terdampak bencana banjir dan longsor. Sebagai informasi, banjir yang terjadi pada Kamis (18/4/2024) tidak hanya berupa banjir lahar hujan Gunung Semeru. Namun, terdapat juga banjir akibat meluapnya debit air sungai yang letaknya berdekatan dengan aliran yang dilewati lahar (surabaya.kompas.com, 20/4/2024).

Banjir juga terjadi di Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah dan Lebong Provinsi Bengkulu. Bahkan, Pemkab Sigi melalui BPBD telah menetapkan banjir bandang ini masuk dalam tanggap darurat bencana selama 14 hari. Penetapan status tanggap darurat itu mengacu kepada data 173 rumah terendam air bercampur lumpur dengan total 487 jiwa, dan 419 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak (palu.tribunnews.com, 19/4/2024).

Secara geografis, Indonesia merupakan negara dengan banyak potensi bencana, diantaranya banjir dan tanah longsor. Sadar dengan potensi wilayah ini, selayaknya negara memiliki keseriusan dalam penyelenggaraan mitigasi bencana, baik itu sebelum, ketika dan setelah bencana datang, agar resiko yang diakibatkan oleh banjir dan longsor tidak berakibat kerusakan yang sangat besar, hingga hilangnya nyawa. Meskipun bencana termasuk ketetapan Allah yang tidak dapat dipastikan kedatangannya, setidaknya manusia dapat memperkirakan dan memiliki alarm pertama menghadapi bencana alam.

Oleh karenanya, keberadaan mitigasi bencana sangat penting sebagai alat ukur awal membaca kebencanaan. Mitigasi bencana sendiri merupakan segala upaya untuk mengurangi risiko bencana. Program mitigasi bencana dapat dilakukan melalui pembangunan secara fisik maupun peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Bencana banjir merupakan fenomena berulang. Penyebabnya sebenarnya bisa diprediksi, yaitu curah hujan yang tinggi. Waktu kejadian juga bisa diprediksi, yaitu pada musim hujan. Bahkan, teknologi sudah bisa memperkirakan waktu terjadinya hujan dengan curah yang tinggi sehingga masyarakat dan pemerintah bisa berjaga-jaga. Salah satu hal yang termasuk mitigasi sebelum bencana adalah pembangunan yang bisa mencegah meluasnya bencana banjir. Misalnya larangan pembangunan permukiman di wilayah yang rawan banjir, melakukan revitalisasi sungai dengan mengeruk sedimen sehingga daya tampung sungai bisa optimal.

Sayangnya, dalam penanganan bencana masih banyak persoalan yang seharusnya dapat dicegah dengan mitigasi yang sungguh-sungguh dan profesional. Faktanya, negara selalu gagap ketika terjadi bencana. Dan menjadikan keterbatasan dana sebagai penyebabnya. Akibatnya masyarakat terdampak mengalami penderitaan. Bahkan, justru kerapkali dijumpai banyak sukarelawan secara swadaya memberikan bantuan kepada korban yang terdampak. Hal ini menunjukkan minimnya fungsi riayah (pengurusan) negara pada rakyat. Akhirnya rakyat menyolusi sendiri masalah yang mereka hadapi. Sedangkan negara abai dan absen dari tugasnya. Sistem kapitalis sekuler saat ini telah menyingkirkan tugas utama negara sebagai pelayan rakyat.

Berbeda halnya dengan Islam. Islam menjadikan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat sehingga harus bertanggungjawab atas nasib rakyat termasuk saat bencana. Kekuasaan di dalam Islam disandarkan pada sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]

Islam juga menjamin ketersediaan dana dalam menaggulangi bencana karena memiliki sumber pemasukan yang beragam. Adapun ketersediaan dana akan terwujud dalam Islam tidak ada model APBN seperti dalam sistem hari ini. Dalam Khilafah, jika ada kebutuhan dana untuk kepoentingan rakyat, negara akan menyediakan secara langsung dari berbagai pos penerimaan yang ada seperti Ghanimah, Fai’, Kharaj, Jizyah, harta kepemilikan umum, dsb.

Kaum muslimin harus bisa mengambil pelajaran dari masalah ini. Konsep yang salah dari semua permasalahan banjir dan tanah longsor hanya mampu diselesaikan dengan konsep Islam. Sebab, dalam Islam aturan dibuat dari Allah swt secara baku dan jelas. Pengelolaan yang benar dan amanah akan menghasilkan kebaikkan untuk seluruh lapisan. Negara akan mampu memberi fasilitas yang maksimal, seperti menyiapkan alat mitigasi bencana untuk pendeteksi perubahan kondisi tanah dari kas negara/baitulmal. Karena negara mampu mengelolala sumber dana baitulmaal dengan sebaik-baiknya. Memberi edukasi yang baik bagi warga yang tinggal di wilayah yang rawan bencana, sebelum, ketika dan setelah bencana. Jaminan akan sampai pada rakyat di dalam sistem Negara Islam yang disebut Daulah Islamiyyah.

Setiap pemimpin, baik pemimpin dalam keluarga, masyarakat atau daerah, hingga tingkat negara, akan dituntut untuk menjalankan amanat sebaik-baiknya, akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Rasulullah saw dalam sabdanya :
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari Muslim).

Wallahu a’lam bish showwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here