Oleh: Kartika Putri, S.Sos. (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com, OPINI–Sudah hampir 3 bulan, sejak 2 Maret 2025. Zionis memblokade dan menghentikan seluruh pasokan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Zionis laknatullah menciptakan krisis kemanusiaan akut dengan membiarkan masyarakat Gaza menderita kelaparan. Mereka tidak hanya menargetkan para pejuang, tetapi juga bayi, anak-anak, pengungsi, bahkan rumah sakit dan tempat ibadah.
Ini adalah tindakan pengecut dan tidak manusiawi, menggunakan kelaparan sebagai alat pembunuhan massal secara perlahan. Dengan sengaja memblokade seluruh pasokan bantuan kemanusiaan, sungguh strategi perang yang sangat licik, membiarkan rakyat Gaza tersiksa dalam kelaparan. Mengenosida secara perlahan. Ini jelas menunjukkan Zionis lemah dan tidak gentlemen.
Gelombang serangan terbaru yang lebih dahsyat dan secara brutal dinamai Operation Gideon’s Chariots ditujukan untuk memperluas penguasaan wilayah di Gaza. Tercatat dalam 72 jam terakhir, telah menewaskan ratusan rakyat Gaza, dan diyakini masih banyak korban yang belum ditemukan di bawah reruntuhan bangunan, dan di jalanan yang sulit dijangkau tim penyelamat.
Kepala Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara, Marwa Al-Sultan, mengungkapkan, “Sejak tengah malam, kami menerima 58 jenazah. Banyak korban lainnya masih berada di bawah puing-puing. Situasi di dalam rumah sakit sangatlah parah dan memprihatinkan.” (CNBC.co, 18/5/2025).
Gencatan senjata terus dilanggar oleh Israel. Bahkan sebelum gencatan senjata dimulai, Zionis melakukan penyerangan secara membabi buta.Tanpa hentinya membombardir bangunan-bangunan, sekolah, dan fasilitas yang masih tersisa, bahkan tempat rakyat Gaza mengungsi tak luput dari serangan. Zionis selalu beralibi bahwa sedang mengincar Hamas.Tapi nyatanya itu hanya sebuah alasan untuk mengenosida rakyat Gaza.
Tanpa belas kasihan Zionis menghancurkan Gaza, mereka diperlakukan seperti binatang. Seakan-seakan rakyat Gaza tidak layak menjadi manusia, nyawa tak lagi berharga. Mereka diusir paksa dari rumahnya, dilecehkan, disandera dan disiksa secara keji. Kekejaman dan penyerangan yang membabi buta. Zionis terus melakukan serangan yang berpotensi akan terjadinya Nakba kedua.
Dalam kondisi yang begitu hancur, sangat menyedihkan bahwa para penguasa negeri-negeri Muslim tak juga bertindak mengirim bala tentara untuk mengusir penjajah keji itu. Sekat-sekat nasionalisme telah memecah belah umat Islam dan menghancurkan potensi persatuan mereka. Para pemimpin Islam lebih mengutamakan urusan duniawi dan sudah tertutup mata dan hati mereka oleh “hubbud dunya wa karahiyatul maut” (cinta dunia dan takut mati).
Para pemimpin muslim, sedikit pun tidak ada ghiroh di hati untuk membebaskan Gaza dari para penjajah Zionis laknatullah dan sekutunya. Sudah jelas siapa dalang di balik perang ini.Tapi diam seribu bahasa, hanya jadi penonton. Pemimpin muslim hanya lantang bersuara saat berpidato, tapi tak satu pun yang bertindak.Tak cukup hanya berkoar-koar, boycot, dan donasi, bantuan makanan, obat-obatan dan lain sebagainya. Itu hanya sementara. Rakyat Gaza butuh tentara untuk membebaskan mereka dari penjajah.
Sementara itu, mereka terus mengadopsi sistem demokrasi warisan peradaban Barat, yang melahirkan sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Allah hanya dibutuhkan sebatas ibadah ritual (mahdhah) saja, sedangkan aturan-Nya dicampakkan. Alquran hanya dibaca, tetapi isinya diabaikan. Perintah jihad untuk membela umat Islam sama sekali tidak dijalankan. Padahal, seruan jihad menggema dari seluruh penjuru dunia, tetapi hati para pemimpin Muslim tetap tertutup.
Rasulullah saw. juga bersabda:
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan turut terjaga (tidak bisa tidur) dan merasakan demam.”
(HR Muslim No. 4685)
Hari ini, umat Islam benar-benar membutuhkan junnah (pelindung). Dalam sejarah, hanya Khilafah Islamiyah yang mampu menjadi pelindung sejati bagi umat. Daulah Islam bertindak sebagai perisai (junnah) dan pemimpin (ra’in) bagi umat yang terzalimi. Sejarah mencatat bagaimana Khalifah Al-Mu’tashim Billah langsung mengirim puluhan ribu pasukan untuk membebaskan kota Ammuriyah ketika seorang budak Muslimah dilecehkan oleh tentara Romawi. Teriakan, “Di mana engkau wahai Mu’tashim?” sampai ke telinganya dan dibalas dengan tindakan nyata. Sebanyak 30.000 pasukan Romawi terbunuh, dan kota Ammuriyah berhasil ditaklukan pada tahun 223 H.
Namun, hari ini sosok pemimpin seperti Mu’tashim Billah tak ditemukan dalam sistem kufur. Palestina tetap dijajah karena tidak ada Daulah Islam yang membebaskannya. Oleh karena itu, perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah adalah kebutuhan mendesak. Sebuah perjuangan yang membawa kemaslahatan umat dan menegakkan syariat Islam sebagai sistem kehidupan.
Perjuangan ini telah dimulai oleh partai Islam ideologis yang konsisten memperjuangkan tegaknya hukum Allah secara menyeluruh. Maka, umat Islam harus disadarkan dan diajak bergabung dalam perjuangan ini. Hanya inilah jalan menuju perubahan yang sejati, menuju tegaknya daulah Islam. Menciptakan Islam Rahmatan lil ‘Alamin bagi seluruh dunia.
Pertanyaannya, “Siapkah kita berjuang menegakkan aturan Allah?” Menuju perubahan hakiki, bukan ilusi demokrasi. Pilihan ada di tangan kita. Ikut berjuang, hanya jadi penonton, atau malah menjadi penentang?
Bahkan sebesar biji sawi, baik buruknya perbuatan akan dihisab. Semoga kita termasuk orang-orang yang dapat berhujjah di hadapan Allah, bahwa kita adalah bagian dari barisan pejuang tegaknya syariat Islam, bukan justru penentangnya. [WE/IK].
Views: 4
Comment here