Opini

Korban Gempa Terabaikan, di Mana Peran Negara?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Desi Anggraini, Pendidik Palembang

wacana-edukasi.com, OPINI– Satu bulan paska gempa bumi berkekuatan 5,6 mengguncang Cianjur, Jawa Barat, sejumlah warga masih bertahan di tenda-tenda pengungsian, menanti kepastian untuk memulai kehidupan normal seperti dulu. Di Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang, masih ada warga yang belum menerima dana stimulan perbaikan rumah karena proses pendataan yang tidak akurat dan harus diulang. Selain itu, sebagai salah satu desa tersebut dilalui patahan sesar aktif Cugenang, warga juga masih menanti kepastian apakah mereka akan terdampak relokasi atau tidak.

Menurut catatan BNPB, lebih dari 8.300 warga telah menerima dana stimulan tahap pertama untuk membenahi rumah mereka. Dia mengatakan warga yang sudah menerima dana stimulan, dengan kerusakan rumah kategori ringan hingga sedang, semestinya sudah bisa memperbaiki rumah-rumah mereka. Sementara itu, BNPB dan pemerintah pun mengatakan sudah mulai membangun hunian tahan gempa. Ada 16 rumah yang sudah selesai sepenuhnya dan 68 unit yang sudah terbangun sampai atapnya. Pemerintah menargetkan seluruh proses pembangunan ulang rumah warga maupun relokasi akan rampung pada Juni 2023.(NewsIndonesia,Kamis,22/12/2022)

Kondisi Terkini

Melihat kondisi warga yang hingga kini masih dalam pengungsian tanpa kejelasan relokasi dan belum mendapatkan bantuan dana stimulan, kita dapat menilai bahwa riayah (pengurusan) pemerintah terhadap korban gempa berjalan tidak optimal.

Seharusnya negara bertindak cepat dalam melakukan relokasi dan perbaikan rumah warga. Sehingga nasib warga tidak terkatung-katung. Tinggal di pengungsian tentu bukan kondisi yang baik bagi mereka, terutama anak-anak dan balita. Mereka butuh dan berhak untuk segera hidup normal sebagaimana warga lainnya. Oleh karenanya, kesigapan pemerintah dalam menangani bencana merupakan perkara penting yang tidak boleh diabaikan.

Kita tentu masih ingat, tidak lama setelah Gempa Cianjur, seorang pejabat tinggi justru mengadakan temu sukarelawan di Gelora Bung Karno. Acara berjalan begitu meriah. Sungguh miris, mengingat gempa dahsyat baru saja terjadi dan korban masih berduka. Namun, itulah realitas penguasa di negeri ini.

Penguasa Sebagai Pengurus dan Penanggung Jawab

Penguasa bukan sekadar orang yang menempati jabatan tertentu. Pada hakikatnya, penguasa adalah pengurus dan penanggung jawab atas rakyatnya. Jika penguasa tersebut menunda-nunda dan lalai dalam mengurusi rakyatnya, berarti dia termasuk orang yang tidak amanah dan akan mendapatkan dosa atas kelalaiannya itu.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,“Pemimpin masyarakat adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seseorang yang diberi amanah mengurusi rakyatnya, lalu tidak menjalankannya dengan penuh loyalitas, melainkan dia tidak mencium bau surga.” (HR Bukhari).

Adapun sikap amanah yang harus di miliki penguasa dalam menangani gempa diantaranya:
Pertama, melakukan evakuasi korban, baik yang sehat, sakit, maupun meninggal. Warga yang sakit mendapatkan layanan kesehatan secara layak, sedangkan warga yang meninggal dimakamkan secara layak.

Kedua, menyediakan tempat pengungsian yang layak bagi warga. Sehingga kebutuhan dasar warga terpenuhi baik kebutuhan fisik, psikis, maupun rohani. Gedung pemerintahan dan fasilitas publik bisa dimanfaatkan untuk pengungsian, daripada warga tinggal di tenda.

Ketiga, membersihkan puing-puing sehingga tidak menghalangi proses pembangunan kembali.

Keempat, segera membangun rumah warga yang rusak sehingga bisa segera ditempati.

Kelima, segera merelokasi warga yang rumahnya berada di lokasi yang tidak aman dan membangun rumah di tempat baru yang aman untuk mereka.

Dengan demikian, dibutuhkan sosok penguasa yang bermental pengurus dan penanggung jawab sebagaimana yang telah dicontohkan dalam sistem Islam. Bukan penguasa yang nirempati dan gemar pencitraan.

Langkah awal yang dilakukan Rasulullah saw, ketika terjadi bencana adalah mengajak bertaubat sambil mengingat kemaksiatan apa yang dilakukan sehingga Allah menurunkan bencana alam. Hal ini menjadi penjaga kesadaran dan ruhiyah masyarakat. Ketika di Madinah terjadi gempa, Rasulullah saw. meletakkan kedua tangannya di tanah dan berkata, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.” Lalu beliau menoleh ke para sahabat dan berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian…maka jawablah (buatlah Allah rida kepada kalian)!”

Begitu juga ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, beliau berkata kepada penduduk Madinah, “Wahai manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!” Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga tak tinggal diam saat terjadi gempa. Ia segera mengirim surat kepada seluruh wali negeri, Amma ba’du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan saya telah memerintahkan kepada seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu, maka barang siapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya.”

Alhasil, jika penguasa melayani rakyatnya dengan pelayanan yang baik, niscaya mereka akan mendapatkan pahala dan kebaikan yang melimpah. Sebaliknya, jika ia lalai dalam melayani urusan rakyatnya, niscaya kekuasaan yang ada di tangannya justru akan menjadi sebab penyesalan dan kehinaan dirinya kelak di hari akhir. Wallahu a’lam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 16

Comment here