Opini

Kontestasi Pilpres untuk Siapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Imroatus Sholeha (Relawan Opini)

Mahalnya biaya pemilu sebetulnya bukanlah isu baru. Pemilu-pemilu sebelumnya pun faktanya telah menghabiskan dana yang luar biasa besar baik yang dikeluarkan oleh negara maupun kantong pribadi.

Wacana-edukasi.com — Tahapan pemilu 2024 belum dimulai, namun para elit politik beserta relawannya telah sibuk memperkenalkan calon presiden yang akan bertarung pada pilpres 2024 mendatang. Baliho-baliho berukuran kecil hingga besar telah bertebaran di berbagai sudut kota hingga ke pelosok memamerkan para bakal calon presiden nantinya.

Dilansir detik news, bendera dengan warna dasar merah menampilkan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani berkibar di Surabaya. Bendera berfoto kedua elite PDIP itu dipasang oleh DPD Laskar Ganjar Puan (LGP) Jawa Timur. “Betul, itu memang suara relawan yang menginginkan Pak Ganjar dan Mbak Puan maju dalam Pilpres 2024,” kata kata Ketua DPD LGP Jatim, Saleh Ismail Mukadar, Sabtu (5/2).

Bendera Ganjar-Puan yang berkibar itu berukuran 50 x 40 cm. Bendera merah itu banyak ditemukan di flyover Pasar Kembang hingga kawasan Jembatan Merah Plaza. Saleh membeberkan alasan LGP Jatim, yang mayoritasnya diklaim sebagai kader PDIP, mendukung Ganjar-Puan. Salah satunya agar tak terjadi gesekan.

Setali tiga uang Partai Gerindra optimistis akan memenangi pemilihan umum pada 2024. Termasuk mampu menjadikan ketua umum partai, Prabowo Subianto, sebagai presiden dalam laga Pilpres 2024. Sekertaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan optimisme ini terbentuk karena kader partai bertugas sebagai menteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.

“Apa artinya? kehadiran kita dalam pemerintahan Jokowi Maruf bukan hanya menjadi pelengkap, tapi menjadi faktor atas keberhasilan pemerintahan Jokowi-Maruf,” kata Muzani dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu, 5 Februari 2022.

Oleh sebab itu, selama menjabat sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju, Prabowo dipastikannya totalitas menyukseskan seluruh program pemerintahan. Khususnya berkaitan dengan kesejahteraan, keamanan dan kesehatan rakyat Indonesia. “Ini adalah modal kita yang Insya Allah menjadi modal yang baik buat kita untuk menjadikan Prabowo Presiden dan Gerindra menang pada Pemilu 2024, tutur Wakil Ketua MPR ini. TEMPO.CO, Jakarta

Selain tiga nama di atas, masih banyak figur popular lainnya yang mendapat atensi publik. Dari kalangan militer ada AHY, Andika Perkasa, Moeldoko, Luhut Binsar Panjaitan, dan Gatot Nurmantyo. Kalangan sipil ada Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, Khofifah Indar Parawansa, Erick Thohir, dan Airlangga Hartarto.

Sungguh miris, di tengah melonjaknya kasus covid varian baru dan krisis ekonomi, serta banyaknya bencana di tengah-tengah masyarakat, para elite didalamnya telah tertutup mata dan hatinya, bahkan hanya untuk sekadar empati pada kehidupan sulit rakyat pun tidak bisa. Mereka justru sibuk berebut kursi kekuasaan. Memiliki pemimpin yang adil dan mengayomi rakyat tentu impian semua masyarakat. akan tetapi di sistem demokrasi semua itu jauh panggang dari api.

Sudah rahasia umum bahwa politik dalam sistem demokrasi menyedot bayak uang. Sebagaimana diketahui, KPU mengajukan anggaran Pemilu 2024 senilai Rp86,2 triliun, atau meningkat tiga kali lipat dibandingkan Pemilu Tahun 2019 lalu. Sementara Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung memprediksi biayanya akan jauh lebih mahal, yakni lebih dari 150 triliun di luar biaya keamanan. Biaya sebesar ini tentu sangat mencengangkan. Terlebih di tengah situasi pandemi yang belum jelas kapan berakhir, serta kondisi keuangan negara yang sedang memprihatinkan.

Mahalnya biaya pemilu sebetulnya bukanlah isu baru. Pemilu-pemilu sebelumnya pun faktanya telah menghabiskan dana yang luar biasa besar baik yang dikeluarkan oleh negara maupun kantong pribadi. Mahalnya ongkos pemilu, termasuk pilkada, dalam sistem demokrasi berkaitan dengan model kekuasaan dalam sistem ini yang tak lebih dari alat mengejar materi juga eksistensi. Wajar jika, bagi sebagian kalangan, kekuasaan menjadi begitu menggiurkan.

Oleh karena itu sekalipun sekarang di tengah kondisi ekonomi dan kesehatan rakyat yang kian berat akibat bencana dan juga pandemi para elit politik ngotot bertarung di pilpres 2024. Karena dengan adanya pilpres peluang menjadi pemangku kebijakan untuk meraup keuntungan menjadi terbuka lebar.

Pada akhirnya, rakyat kembali menelan pil pahit menjadi korban para pemburu kekuasaan. Semua harapan yang dijanjikan saat kampanye, hanya khayalan semata. Menyedihkan lagi rakyat harus menerima kebijakan zalim yang diambil oleh penguasa yang dipilihnya. faktanya mimpi semata. Jargon demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, hanya khayalan belaka. Karena fakta yang nampak adalah dari pemodal, oleh pemodal, untuk pemodal. Pada akhirnya kepemimpinan sistem ini melahirkan pejabat yang doyan korupsi.

Hal ini jauh berbeda dengan Islam. Kepemimpinan Islam adalah ri’ayah suunil ummah, maka pemimpin yang lahir akan menjadi pelayan dan pelindung umat. Dalam Islam, kekuasaan dan kepemimpinan adalah amanah Allah yang sangat besar. Kepemimpinan islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis memiliki tujuan mulia yakni sebagai pelaksana syariat yang diturunkan-Nya, untuk kemaslahatan seluruh umat manusia “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya”  ( HR Bukhari dan Muslim).

Dalam Islam kepemimpinan bukan jalan untuk meraih kekuasaan juga bukan untuk menjajah bangsa lain, tetapi untuk mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia agar kemakmuran bisa dirasakan bagi seluruh alam. Seorang pemimpin juga tidak berhak untuk bertindak sewenang-wenang dalam menggunakan kekuasaan, tetapi untuk melayani dan melindungi rakyat, memastikan seluruh kebutuhan rakyat terpenuhi serta menegakkan keadilan bagi semua. Pemimpin semacam ini tidak akan lahir dalam sistem demokrasi melainkan lahir dari sistem Islam yang memimpin dengan semangat amanah, ikhlas dan adil bukan karena materi semata.

Contoh pemimpin yang adil banyak kita temukan dalam sejarah kejayaan Daulah Islamiah. Misalnya Khulafaurasyidin, Umar bin Abdul Aziz, Harun Al Rasyid, dan sederet nama-nama khalifah lainnya. Mereka dikenal sebagai orang-orang yang takut pada Allah, menerapkan hukum-Nya dengan sebaik-baiknya dan bertanggung jawab terhadap umatnya.

Demikian, demokrasi bukan langkah meraih kesejahteraan . Demokrasi juga bukan jalan untuk menuju kemenangan Islam. Meninggalkan demokrasi dan mengambil Islam kafah adalah satu-satunya jalan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Hanya dengan penerapan Islam yang sempurna dalam institusi negara akan mengantarkan pada kesejahteraan .

Wallahu’alam Bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 17

Comment here