Remaja

Ketika Dunia Digital Menikam Potensi Pemuda, Revolusi hanya Mimpi?

Bagikan di media sosialmu

Oleh: Kurnia Dewi

Wacana-edukasi.com, REMAJAWell, well. Who doesn’t know the social media standard? Yup, kita pasti akan jumpai goals in every aspects as the new rules. Pemuda yang populer adalah yang punya banyak follower. Yang up to date adalah mereka yang mengikuti berbagai trend dari dance, couple goals, live style ala seleb, fashion, make up tutorial, dan kuliner kekinian. Soal Agama? Wow, itu adalah urusan pribadi dengan Tuhannya masing-masing. You know what? Kita merasa sedang berada di dunia yang serba canggih. Kita merasa nilai-nilai kehidupan yang ada di dunia ini telah berubah. Apalagi soal menyamakan pola pikir sesuai persepsi Islam? Banyak orang yang merasa itu ketinggalan zaman. “Yang lain udah ke bulan, ini masih bahas soal agama. Kapan majunya?” Sering bukan menjumpai komentar netizent yang demikian? That’s it. Inilah yang diinginkan sekularisme dari dulu. Menjauhkan agama dari seluruh aspek kehidupan. Padahal Allah sudah memerintahkan kepada seluruh umat Islam,

“…Apa saja yang Rasul bawa kepada kalian, terimalah dia. Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah…” (QS al-Hasyr: 7).

Sekularisme berhasil membuat umat Islam tergerus akidahnya melalui digitalisasi yang mengaruskan konten pemisahan agama dari kehidupan. Hasilnya, umat Islam tak lagi menganut semua yang dibawa oleh Rasulullah. Jika umat Islam meninggalkan ajaran Rasul, maka kerusakan tak terhindarkan. Inilah yang menimpa pemuda kita saat ini.

Krisis Identitas dan Mental Issue

Ruang digital memang menyimpan berbagai kebutuhan manusia dari komunikasi, hiburan, akademik, berita atau informasi dunia, ekonomi, kebutuhan belanja, hingga aktivisme. Yang perlu diwaspadai adalah lamanya screen time dan jenis konten yang dikonsumsi. Rata-rata anak Indonesia yang bebas mengakses gadget memiliki screen time lebih dari 7,5 jam per hari. Hal ini diungkapkan oleh Menko PMK Pratikno dalam Dialog Multistakeholder Towards a Smart Governace 26 November 2025 di Jakarta. Paparan screen time yang tinggi dapat mempengaruhi perubahan perilaku, kesehatan mental, dan kemampuan bersosialisasi.

Tidak hanya itu, konten yang diakses oleh mereka juga terlampau bebas. Kita bisa amati game dan tayangan media sosial yang populer di tengah anak-anak hingga remaja, seperti R0blox dan Tik T0k. Tak sulit untuk menjumpai tayangan buruk yang merusak otak, bukan? Lalu apa yang diharapkan jika kebebasan tayang dan produksi konten rusak tetap “dilonggarkan”? Yang ada para pemuda mengalami krisis identitas sebagai seorang Muslim plus hancur mentalnya.

Pemuda Muslim itu Spesial

Pemuda dari kalangan umat Islam dijadikan sebagai sasaran empuk pasar global melalui digitalisasi. Keberadaan umat Islam yang tidak memiliki junnah atau pelindung berupa institusi negara yang berideologi Islam dijadikan sebagai pion penghancur bagi eksistensi Islam itu sendiri. Caranya tidak lepas dari penjejalan sekularisme melalui digitalisasi. Ketika pemuda dari kalangan umat Islam sudah hancur mentalnya, rusak pemikirannya, buruk perilakunya, dan menutup diri dari masyarakat, peran mereka sebagai pelopor perubahan akan terkikis dengan sendirinya.

Fakta menariknya, ideologi Islam adalah satu-satunya ideologi yang mampu menghancurkan ideologi terbesar, yaitu kapitalisme (ideologi yang lahir dari sekularisme yang menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan) yang diemban oleh mayoritas negara yang ada di dunia saat ini. Kapitalisme yang berlandaskan pada sekularisme menciptakan kebebasan produksi, penyebaran, dan konsumsi konten rusak demi keuntungan materi dan mempertahankan eksistensi. Islam mampu menghancurkan kapitalisme jika diterapkan secara menyeluruh sebagai sebuah ideologi dari suatu negara. Mantan Menlu Inggris, Charles Clarke, dalam pidatonya di hadapan lembaga AS The Heritage Foundation, mengatakan, “Tidak boleh ada negoisasi tentang rencana penegakan kembali Khilafah; tidak boleh ada negoisasi tentang penerapan hukum-hukum syariat.” Trauma Barat sebagai pemangku kapitalisme terbesar akan eksistensi negara yang berideologi Islam (khilafah) memutuskan untuk menyetir arah perpolitikan mereka memusuhi Islam di segala aspek. Barat dengan kapitalismenya menciptakan islamophobia di tengah umat Islam sendiri. Digitalisasi pun tak lepas dari agenda mereka untuk menghancurkan Islam dari luar dan dalam.

Untuk mencegah kebangkitan Islam, Kapitalisme menghancurkan pemikiran para pemudanya. Kembali pada peran pemuda sebagai pelopor perubahan, jika pemuda Islam kembali memegang erat ideologi Islam, maka revolusi untuk menegakkan kembali negara Islam bukan hanya sekedar mimpi.

Mengikuti Perkembangan Digital itu Harus

Pertama, Memegang erat akidah Islam. Dengan menjaga kesadaran bahwa setiap muslim terikat oleh hukum syara’, niscaya para pemuda Islam akan memiliki pola pikir dan pola sikap yang cemerlang. Sebab mereka mampu menahan diri dari aktivitas yang merusak diri dan orang lain di setiap aktivitas mereka termasuk aktivitas dalam dunia digital. Mereka juga mampu menjaga skala prioritas perbuatan berlandaskan hukum Islam (mana yang wajib, sunnah, mubah, makhruh, dan haram). Sehingga mereka membatasi diri pada aktivitas dunia maya dengan kesadaran tersebut.

Ketiga, Institusi negara berideologi Islam untuk melindungi moral dan mengoptimalkan potensi para pemuda. Pendidikan berasaskan akidah Islam, filter konten, sanksi yang tegas, pengaturan ekonomi, dan memerangi ideologi yang rusak tidak dapat dipegang oleh individu semata. Peran negara amatlah diperlukan dalam membuat kebijakan yang melindungi segenap rakyat baik dari kalangan Muslim ataupun bukan. Islam melarang negara dan individu untuk mengambil keuntungan dari rakyat. Sehingga dunia digital benar-benar menjadi ruang bagi terciptanya kemajuan yang dibarengi dengan ketaatan, bukan sekedar ruang netral apalagi ruang kebebasan semu.

Kedua, silah ukhuwah yang berlandaskan akidah Islam. Pemuda wajib digandeng oleh partai Islam yang menyerukan perubahan secara hakiki. Partai yang men-tasqif para pemuda dengan pemikiran yang shahih tidak boleh dikriminalisasi. Keberadaan partai yang shahih tersebut membantu mengembalikan peran pemuda sesuai koridor syara’ dan mengarahkan para pemuda dengan segala potensinya untuk terjun memimpin perubahan di tengah masyarakat.

Kita semua pasti merasakan jengah terhadap kerusakan yang terjadi di dunia saat ini. Kita butuh para pemuda Islam kembali pada pemikiran Islam yang benar agar tercipta perubahan. Jangan biarkan algoritma media sosial membajak serta mengendalikan potensi yang dimiliki para pemuda.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here